Tulisan Situs Sunyaragi tertera di sebidang papan di pintu masuk,
rumput yang tidak terawat menyambut, istilah rumput tetangga lebih indah
benar adanya, menyembunyikan situs cantik dari abad ke-18.
Sang
architek pastilah berkulit putih dan bermata sipit begitu yang
kubayangkan selepas juru pandu mengatakan bahwa beliau berasal dari
negeri China.
Tata air yang indah pernah hadir yang
kini hanya tinggal kenangan. Patung gajah Siam tengkurap seukuran
aslinya berada di dalam salah satu bekas kolam, menurut kepercayaan di
musim kemarau panjang sang patung kadang dimandikan dengan maksud
menghadirkan hujan. Air kolam ini berasal dari tirai air menutupi tempat
bersemedi menyucikan diri untuk kesatria yang ilmu sucinya belum
terlampau tinggi. Menyucikan raga itulah makna Sunyaragi.
Ada
patung berbentuk tonggak yang tidak boleh disentuh perempuan jomlo,
konon menyebabkan si jomblo jauh dari jodoh berdiri menghalangi jalan
sehingga kami semua mau tidak mau menyentuhnya. Setelah semua menyentuh
barulah si pemandu menjelaskan. Oh Oh!
Lelaki
pemandu menyalakan 2 batang lilin untuk menerangi gua buatan yang gelap
dan terjal, “Kita balik aja yuk”, Jimbo mencari teman. Nggak ada yang
mau akhirnya dia ikutan masuk gua yang timbulnya di Bale Kambang sebelum
sampai ke tempat kesatria berilmu tinggi bersunyaragi.
Bilik
sebelah kanan di latar belakang foto tempat memindahkan jiwa dan raga
menuju China, konon Sunan Gunung Jati kerap menemui Putri China dari
sini. Di sebelah kiri untuk menujuh Mekah, sayangnya tidak ada yang
menuju Gambir, jadi kami tidak bisa menghemat ongkos kereta.
Telepon
Hendra kepada Andy tidak diindahkan, telepon beralih ke hapeku untuk
memberitahu acara foto bersama dengan Iwan Fals. Bercanda kali ….?.
Aroma
Lintas Perdesaan di jaman kami sekolah berinteraksi saat kami kembali,
“Kok situsnya nggak terawat sih pak!”, keluar dari mulut Heppy.
“Mesin potong rumputnya rusak!”, jawab si pemandu.
Walaa… memang merawat situs cukup dengan mesin rumput doang!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar