Jumat, 28 Februari 2014

Memindahkan Awan

"Jadinya tanggal 21 apa 28? Diumumin sekalian dong Men", permintan kawan-kawanku di grup BB dan WA Apadela. Akupun mengeluarkan dekrit di grup tersebut dengan tema Temu Jidad Apadela: Hip Hip Hura Februari 2014, tanggal 28 Februari, setelah itu aku jadi mikir, "Yang ulang tahun Fiera, kok aku yang nentuin?".

Senja ini aku meluncurkan mobil putih mungilku menuju Tebet Timur Dalam Raya tempatnya Ojolali, usaha kulier milik Fiera. Zaman kami SMA, tempat ini menjadi Markas Besar untuk latihan  pertunjukan Apadela, 2 IPA 8, di acara perpisahan kelas 3 dengan tajuk Mencari Tempat Berpijak yang melibatkan seluruh penduduk 2 IPA 8. Mantabs nggak tuh!.


Selesai mengucapkan selamat ulang tahun, akupun menunaikan shalat magrib di ruangan yang dijadikan musholah, ada Himawan dan Syamsi, mereka ketua dan wakil ketua kelas 2 IPA 8. Kehadiran Tatik sudah tercium dari aroma rengginang dan ladu yang bertumpuk di atas meja. Andai malam ini Uun dan Pipin nggak sakit, Anna nggak teler, Benny Respati dan Aria nggak rapat, Vivi nggak terjebak macet bakalan rame nih!.

Sambil menunggu kawan berdatangan aku menikmati rujak cingur dan es doger yang menjadi gacoan di Ojolali, enak banget!, beneran, nggak pakai bohong.

Himawan, "Bapak-bapak semua nih, penampakan nggak dihitung"

Canda tawa yang nggak ada henti, mendengar pengalaman seru zaman dulu sampai sekarang, bisa lupa waktu kalau nggak aku ingatkan bahwa jarum jam sudah mendekati pukul 10, supaya nggak mengganggu Syamsi menjalankan proyeknya, memindahkan awan.

Secara teknis memang memungkinkan memindahkan jatuhnya hujan, seperti yang dilakukan Pemda Jakarta, dengan biaya 28 milyar, tapi itu kan skala besar, bagaimana dengan proyek skala pribadi. Nggak ada salahnya untuk dicoba.


Nah, ceritanya Syamsi yang bekerja di BMKG didatangi pimpinan proyek yang uring-uringan takut hujan turun saat melakukan pengecoran di proyeknya di Pulogadung, dia datang meminta bantuan memindahkan awan saat pengecoran yang berlangsung selama 3 hari. Syamsi menyanggupi karena dilihat dari data satelit hujan di Jakarta akan turun di selatan bukan di bagian timur. Sampai di rumah Syamsi mikir, ternyata Syamsi bisa mikir juga, "Emang awan bisa dipindahin?".

Kita semua kan tahu untuk urusan hujan tergantung Allah, makanya Syamsi menelpon tetua keluarga, sang nenek di Kuningan, "Nek, tolong doain biar nggak turun ujan di Pulogadung, ada yang mau ngecor".

Fiera, "Syamsi pawang gokilllll", Willem, "Sukses Syamsi ....!!"

Sepulang dari rumah Fiera saatnya Syamsi beraksi, menuju pasar untuk membeli bawang, cabe dan tusuk sate. Nggak ada salahnya teknologi satelit dipadukan dengan teknologi Majapahit. Semoga nggak turun hujan, kita doakan. Katanya kalau berhasil kita-kita mau ditraktir di Bakmi Gang Kelinci, Pasar Baru.

Kalau turun hujan juga!, dengan kata lain nggak berhasil, Syamsi sudah menyiapkan jawabannya untuk si pimpro, "Waduh, saya salah menentukan koordinat awannya".

Sabtu, 08 Februari 2014

Jumat, 07 Februari 2014

Sabtu, 01 Februari 2014