Sabtu, 13 Agustus 2011

Justin Bieber dan Katarak

Setelah tarawih berjamaah kawan-kawan masih terus berdatangan di acara Bukber 2011, Amita salah satu diantaranya.
“Amita, kemana aja kok baru nongol lagi?”.
“Biar nggak nongol tapi kan gue selalu baca novel-novel elo”.
“Novel apaan?”
“Ah, pura-pura elo kan selalu nulis cerita-cerita ya kan? the O”.

Setelah membaca tulisan di atas kamu jangan lantas buru-buru ke toko buku untuk membeli novelku karena memang belum terbit, membuatnya aja belum. Maksud Amita tentang novel tadi adalah tulisanku di blog.

Amita salah satu duta Smandel 81 yang aktif di acara tahun emas, 3 tahun lalu, dia menjadi Danops, Komandan Operasi Katarak, acara operasi katarak gratis. Jabatan yang pas dengan profesinya sebagai pimpinan rumah sakit mata terkemuka di negeri ini.
Amita berdiri ke-3 dari kanan, Luki nungging paling kiri

Amita dulu kuliah di Fakultas Kedokteran UI bagian Kristen alias UKI, Universitas Kristen Indonesia. Berkaitan dengan keahliannya aku mencoba menawarkan Amita untuk mengadakan Baksos Operasi Katarak untuk kalangan sendiri, Smandel 81.
“Iya Mit, gue udah mulai tumbuh katarak nih”, kata bu Mod yang mendengarkan pembicaraan kami.
“Sebanyak ini?”, sambil matanya menyapu ongokan manusia Smandelers 81.
“Ya, kalau lo cape nanti gue yang ngegantiin”, aku menawarkan diri menjadi sukarelawan.
“Elo yang ngegantiin!!!, gue nggak mau!!!, daripada elo mending gue ngoperasi katarak gue sendiri”, bu Mod sewot.

Kalau Luki, kakak suster Nurhayati alias Nunuk’82 lain lagi, dia baru pertama kali datang, setelah 30 tahun baru pertama kali kelihatan batang hidung, mata, telinga, tangan, kaki dan lainnya. Dia menyalami semua, cekikikan, masih seperti dulu bicaranya nyaring cenderung teriak.

Setelah agak tenang dia mencari tempat duduk sambil matanya menyapu semua orang yang hadir, tiba dia bicara (harap dibaca teriak) sehingga semua orang di bawah tenda mendengar.
“Men, kayaknya dari semua orang yang hadir cuma elo yang kayak Justien Bieber!”.
Ups! Ada juga yang bilang aku mirip Justin Bieber. Satu lagi pasien katarak Amita.
Aku tersenyum teringat komentarnya Hernowo waktu aku dibilang mirip Franco Nero, mungkin dia akan bilang “Mirip Justin Bieber yang jatuh dari jurang”.

  • Weny Dyah Sitoresmi Biarpun cuma lengan..... Yang penting tetep eksis ya Chormen....xixixixixi
    14 August at 08:29 · 

  • Mohamad Rory Faizal Gumay Foto spontanitas dan hasilnya lumayan karena daru memberikan ekspresi yang mantaaab
    14 August at 08:30 · 

  • Mohamad Rory Faizal Gumay Ya itu si "Tangan Panjang" nya Chormen... Pantas dimana2 ada foto dia
    14 August at 09:44 · 

Setelah dipikir-pikir, rencana operasi katarak bareng dibatalin aja, soalnya nanti nggak ada lagi yang bilang aku mirip justin Bieber!

Patin dan Empek-Empek

Setelah numpang mandi di rumah masa kecilku di Berlan aku menuju ke bilangan Gatot Subroto untuk membeli suplemen kesehatan, maklum sudah berumur. Sang kasir memberikan kupon gratis 3 jam parkir, buat apa selama itu? Kalau aku manfaatkan sepenuhnya bisa-bisa datang ke markas terlambat.

Buru-buru aku meninggalkan gedung itu agar terhindar macet, sampai di markas alias Sekretariat angkatanku belumlah pukul 5 sore, sudah cukup banyak yang datang, setelah kuhitung ada 12 aku menjadi orang ke-13, ups nomor sial. Aku mulai was-was dan mulai menyesali mengapa pakai aku hitung-hitung segala!. Untung aku sadari bahwa Luci yang tinggal di Sekretariat pasti sudah datang, jadi aku orang yang ke-14 artinya nggak sial-sial banget.

Kisna Purwana ’77 aku pastikan sedang tidak siaran sebab Didit hadir di sini, beberapa muka baru juga hadir, tanda-tanda acara bukber akan sukses sudah kelihatan.

Azan magrib mulai berkumandang, minuman mulai diserbu, aku memilih es kelapa muda untuk membatalkan puasaku. Aku belum beranjak jauh dari meja tempat si minuman kelapa muda bercokol, sehingga aku dapat mendengarkan dialog ini.
“Kok es kelapa mudanya nggak pake sirup?”.
“Chormen tadi yang minta sirupnya dipisah!, tuh sirupnya ada di botol”, Fiera si pembawa kelapa muda menjelaskan.

Setelah memberi izin beberapa makanan ringan melewati tenggorokanku, aku menuju kamar mandi untuk berwudhu melewati 3 wanita Smandel 83, cantik-cantik semua, adik Luci, Yeyen dan seorang yang belum aku tahu namanya. Aku mulai sok akrab.
“Nggak ke Handayani? Kan ada buka puasa”, buka puasanya alumni berbagai angkatan.
“Enakan disini .....!!!”, mereka menjawab serempak, aku bilang dalam hati, “Aku juga tahu!”.

Peserta shalat magrib kian tahun kian banyak termasuk 3 Smandelers 83, ruang makan dan ruang tamu dipenuhi shalaters. Alhamdulillah!

Tidak semua makanan yang disajikan aku santap, hanya separuh perut ikan patin bakar dalam bambu dari Cimanggis, beberapa tusuk sate, asinan betawi dan empek-empek.
“Waduh bener-bener orang Palembang! Empek-empek makan empek-empek!” Roy berkomentar saat aku dan kak Ros berbagi lenjeran.
“Ini empek-empek Garudo yang ada di Kemayoran”, emak Didut menjelaskan.
“Elo ke Kemayoran dulu?”.
“Kan deket kantor gue”.

Ketika aku berjalan melewati Rosana, Rike dan Heppy, pita suara Rosana bergetar,
“Men, elo udah ngisi absen?”, sambil memperlihatkan daftar hadir.
“Udah!, eh, ada berapa orang yang dateng?”.
“Sebentar gue lihat dulu ...., ada 53, sedikit amat! Banyak yang nggak ngisi!”. Di akhir acara hanya 63 dari 80 orang yang mengisi daftar hadir.
“Diedarin lagi aja sambil bilang yang ngisi absen bisa foto bareng gue”, aku menyarankan.
“WHAAAAATTTTTT ......!!!”, batak asli Rosana keluar.
“Men...., haa.....ciiiii .....!!!”, Rike si orang Garut ikut-ikutan, sedangkan Heppy berkomentar kalem, kayak lembu, mungkin ini yang menyebabkan Rory dulu jatuh hati.
Heppy berkata lembut, mukanya mengarah ke Rosana, “Ada tip-ex nggak? Gue pingin ngapus nama gue!”.