Rabu, 25 November 2009

Pengemis di Padang Arafah

Dalam suatu pengajian angkatanku di rumah Tuti Rambutan, ustad Daud bertutur bahwa selama hayat kita akan ada 3 panggilan dari Yang Maha Kuasa, yaitu: panggilan pertama shalat 5 kali sehari, panggilan kedua berhaji ke tanah suci dan ketiga panggilan kematian yang tidak tahu kapan datangnya.

Aku temasuk salah satu yang beruntung dapat memenuhi panggilanNYA yang kedua pada tahun 2006, saat itu wukuf jatuhnya pada hari Jumat. Haji akbar kata kebanyakan orang.


Sebelum pelaksanan rukun haji kami melakukan tinjauan lapangan termasuk tempat wukuf di Arafah, disini terdapat bukit yang istimewa yang disebut Jabal Rahmah yang berarti bukit kasih sayang, tempat dipertemukannya Adam dan Hawa setelah 1000 tahun berpisah pasca mereka terusir dari surga. Di bukit ini pula tempat turunnya ayat terakhir Al Quran.

Di kaki bukit yang istimewa ini berkumpul pedagang asongan dan pengemis berbagai bentuk, ada yang tanpa tangan, ada yang kakinya buntung dan yang paling membuatku iba adalah pengemis buntung dari kedua pangkal paha dan pangkal lengan sehingga (maaf) mirip kepompong.

Jabal Rahmah tingginya hanya berkisar 20 meter akupun berkesempatan mencapai puncaknya, di puncak aku menghadap kiblat mendoakan keluarga dan teman-teman. Semoga saja doaku terkabulkan, amin.

Karena banyak sekali calon haji yang ingin berada di puncak aku turun untuk memberi kesempatan kepada mereka. Ada seorang ibu tua sedang duduk termenung sambil menengadahkan kedua tangan meminta belas kasihan.

Kuhampiri dan kuulurkan lembaran real ketangannya, tiba-tiba jemari tangan kanannya menutup sehingga ujung jari-jariku berada dalam genggamannya. Kami saling berpandangan karena hanya itu yang bisa kami lakukan, mungkin si ibu ingin mengucapkan terima kasih dalam bahasa Indonesia tidak bisa, aku berbahasa Arab lebih tidak bisa lagi.

Dari raut mukanya si ibu rasanya berasal dari timur tengah, kerasnya hidup terlukis diwajahnya apalagi disertai linangan air mata membasahi kedua kedua pipi.

Sesaat kemudian dilepasnya jemari tanganku, kuberikan senyuman sebelum melanjutkan menuruni Jabal Rahmah.

Dari kaki bukit kupandangi wanita tua tadi, masya Allah kini baru kusadari bahwa ibu tua itu bukanlah seorang pengemis tetapi ……. tengah khusyuk berdoa.