Selasa, 10 Juli 2018

28 Tahun Berjalan


Entah siapa yang ditemani dan siapa yang menemani pagi ini aku berjalan bersama Inka menyesuri jalan di sekitar Cipete Selatan saat hari masih gelap dan belum ada suara ayam berkokok karena nggak ada yang memelihara ayam di rute jalan pagi kami.


Di dekat gerobak mie ayam Ndeso aku teringat untuk mengucapkan, “Eh, selamat ya!”. Inka tertawa dan menjawab, “Baru inget lagi ya?, semalaman udah diinget-inget ya?”.

Pantesan aja dia minta memotret bayangan kami berdua diterangi lampu jalanan dan kaki kami berdua, tahu begitu aku pakai sepatu baru.

Kami pertama kali bertemu pandang ketika kuliah di tingkat pertama di Universitas yang sama yang dikenal dengan the yellow jackets, aku anak Teknik sementara Inka di Ekonomi bareng Daisy kawan SMAku yang mendapat gelar Mak Comblang Terbaik Di Dunia versi kami berdua.

Kalau dipikir-pikir lokasinya nggak ngetop banget masa di depan Kantor Pos kecil di seberang FTUI. “Eh, Men apa kabar lo? Bla bla bla, na ni nu”, Daisy asyik nyerocos sampai lupa nggak memperkenalkan 3 perempuan kawan yang bersamanya, padahal ada 1 loh yang aku lihat manis banget dan sempat beradu mata, “Boleh juga nih”, dalam hatiku.
“Ya udah Men sampe ketemu”, ya ….. kok nggak ada acara ngenalin temen-temennya.


Aku berjalan menuju Rektorat, mulai deh suara hati berkata, “Balik”, sementara suara jantung bilang, “Jalan terus”, bergantian masing-masing sudah 30 kali, begitu suara hati keluar yang 31, “Balik”, eh kakiku menyahut, “Siap Gan”.

Aku balik ke Kantor Pos menyusuri koridor FMIPA, tembus ke jalan lingkar depan FT, tengok ke kanan di depan Kantor Pos si Daisy dkk sudah nggak ada, tengok ke kiri mereka udah jauh banget. Aku waktu itu pemalu amat nggak berani mengejar mereka.

Aku melangkah lunglai kembali menyusuri koridor FMIPA, melewati Rektorat untuk menaiki bis 40 Pelita Mas Jaya menuju Berlan. Dalam hati aku berkata, “Kalau memang jodoh perempuan itu akan jadi istriku, kalau bukan jodoh …… ya nggak apa-apa, Namanya juga bukan jodoh”.

5 tahun kemudian, di depan Daisy di teras rumah perempuan yang berjabatan tangan denganku  yang mengucapkan namanya sambil menebar senyum manisnya, “Inka”.
Aku buru-buru melihat ke arah kakinya yang menapak lantai dan ternyata Inka perempuan sejati bukan perempuan jadi-jadian.


“Ternyata doa elo hebat banget dong!”.
“Doa yang mana …?”
“Kalau memang jodoh Inka jadi istri elo”.
“Eh, itu mah bukan doa tapi menghibur diri lebih tepatnya ngebatin ….. kenapa waktu itu nggak langsung kenalan”.


Kesaksian kawanku yang belum mengenal Inka
[4/7 23.22] Nina Andriani: Men....yakin.nggak.ikut ke alor?
[4/7 23.23] Nina Andriani: Aku masih belum.beliin nih tiket kupang jkt 2 sept
[4/7 23.24] Chormen: Nambah berapa?
[4/7 23.26] Nina Andriani: Tiket pp 800
Penginapan 250
Trip belum.tahu ... bsk kutanya yah. Lumayan sih nambahnya
[4/7 23.31] Chormen: Boleh kata istriku
[4/7 23.33] Nina Andriani: Istrimu baik.banget Men
[4/7 23.33] Chormen: Aku juga bingung