Sabtu, 28 Januari 2012

Assalamualaikum Pak Haji

Aku rajin banget mengumpulkan alamat dan nomor telpon, hasilnya banyak kawan angkatanku melakukan reuni kelas. Pernah aku ditelpon Manca yang kelasnya mau reunian di rumah Erlinawati di Bogor.
“Men, dateng dong reunian di Bogor”.
“Gue kan bukan kelas 2 IPA 6”.
“Tapi kan elo anggota kehormatan 2 IPA 6”.
Sayang aku nggak bisa ikut gara-gara sakit typus, penyakitnya orang miskin.

Lain halnya dengan urusan foto lama, harapanku hampir pupus. Baru akhir tahun lalu ketika aku mampir di rumah masa kecilku, tiba-tiba kakakku Lela bilang, “Men, itu ada 3 album SMA aku tarok di pojokan ruang tivi”.
Aku buru-buru melihatnya. Satu album berisi naik gunung dan kemping bersama Apadela (2 IPA 8 ’81 dan 1 IPA 8 ’82), satu album reuni dan close-up kawan-kawan 2 IPA 8 dan satu album campuran. Sudah tentu aku seneng banget.

Aku lapor kepada kawanku, Apadelaers, mereka pada mau melihat. Ditetapkanlah tanggal 27 Januari 2012 pakai upacara makan-makan segala. Sungguh sayang bertepatan dengan demo buruh di Cikarang, jadi banyak yang terjebak macet, alasan yang bisa diterima. Aku sendiri meminta anakku nggak langsung pulang, kasihan mereka kalau terjebak macet, bisa BeTe, biar mereka pulang agak maleman bareng bapaknya.

Seru banget melihat foto lama bareng-bareng.
“Men, yang ini Benny siapa namanya, di kelas kita kan ada 2 Benny”, Uun bertanya
“Benny Respati”, jawabku sekenanya.
“Bukan Benny Respati. Kalau Benny Respati mah gue inget. Benny yang satunya lagi”.
Kami semua mendekat.
“Yang ini nih!”, Uun melanjutkan,sementara aku senyum-senyum kecil.
“Itu mah gue”, Benny Krisyanto menjawab.
“Oh iya elo. Nama elo siapa? Maksud gue Benny siapa?”, tanda-tanda uzur telah tiba.

Lain Uun lain pula Syamsi.
Syamsi telpon setelah aku menjemput Karris, my son, di jalan Cut Mutia, jadi ingat sop buntut. Nada suaranya sopan banget, “Assalamualaikum pak haji”.
“Waalaikum salam, Syamsi elo nggak kesana?”
“Justru itu pak haji, aku telpon. Aku nggak tahu ancer-ancernya”.
Akhirnya Syamsi sampai juga setelah mendapatkan arahan dariku. Ada Syamsi pasti ribut. Dia termasuk jenis manusia langka, punya hape enam biji tetapi tak satupun namaku di phone book-nya.
Tanpa merasa berdosa dia bilang. “Men, minta nomor hapenya dong!”.
“Lah, tadi kan elo nelpon gue”.
“Nggak ah, perasaan nggak pernah”.
“Tadi kan elo nanyain tempat ini”.
“Ooohh …., yang aku panggil pak haji ya?”.
“Tumben elo tadi manggil gue pak haji”.
“Jadi Omen ya yang aku panggil pak haji, aku pikir yang tadi aku telpon ustad Rory”.



Nirmala Chandra likes this.

Senin, 23 Januari 2012

Gara-Gara Toge


Bel istirahat berbunyi, akupun buru-buru keluar kelas menuju toilet karena kebelet pipis. Serrrrrrrrrr, lega rasanya. Setelah itu aku menuju lapangan basket, kok tumben nggak ada kawan sekelasku, aku menapaki perpustakaan, ubek sana ubek sini tetap nggak ketemu. Kompak banget mereka pada ngumpet, perasaan tadi nggak janjian main petak umpet deh.

Aku kembali ke koridor dekat tangga, pusatnya Smandel, cepat atau lambat pasti bertemu dengan kawan sekelasku, betul juga Yenny Avesta turun dari tangga, “Yen, anak-anak pada kemana sih? kok nggak pada kelihatan?”.
“Lagi pada ngerjain tugas Kesenian nanti dikumpulin, elo udah bikin?”, Yenny memberikan jawaban.
2 IPA 8 saat kemping bersama Bagus, Endang, Fiera, Vivi, Nia

Tanpa ba-bi-bu lantas aja aku menuju kelas, mengambil kertas selembar yang aku sobek dari buku tulisku. Langkah pertama menulis identitas di atas kertas, “Chormen 2 IPA 8”. Selanjutnya aku membuat 5 baris sebanyak 4 buah untuk tempat toge, julukan not balok saat itu, setelah itu nyontek punya Iva yang sedang disalin Iriana.

Baru satu bait sudah ditarik Iva, aku tarik tugas Iriana “Na, gue salin punya elo, elo nyontek punya siapa?”, aku meminta konfirmasi, musti jelas tugas siapa yang aku salin.
“Bait pertama sama kedua punya Iva, bait ketiga gue bikin sendiri”.
Vivi dan Iriana

Bel masuk berbunyi, aku masih sibuk salin sana salin sini. Pak Amri masuk kelas tepat saat aku mengumpulkan tugas arrangement 3 suara lagu Sarinande. Semua tugas sudah terkumpul, giliran pak Amri memilih salah satu arrangement untuk dinyanyikan bersama. Siapa yang bakal mendapatkan jackpot, eng …. ing …. enggg ….

“Men, punya elo”, Vivi yang duduk di depan memberitahu, aku nggak kaget, semua kawan sekelas juga nggak kaget punyaku terpilih, soalnya di semester 3 nilai ulanganku 29 dari 3 ulangan, bahkan di smester 4 ini aku memperoleh nilai 30 dari 3 ulangan arti aku mendapatkan hattrick perfect 10.
2 IPA 8, Zanuba, Willem, Wijanarko, Fiera, Bajaj, O, Ady, Iriana, Yenny, Nia, Pipin, Vivi, Aan, Andrina

Pak Amri mulai memindahkan tugasku ke papan tulis diawali dengan menulis judul Sarinande, aku justru menyenandungkan lagu Que Sera-Sera ……….. whatever will be, will be ….

Kami semua menyanyikan notasi 3 suara. Bait pertama sampai ketiga masih oke, bait keempat mulai sedikit kacau, pak Amri 3 kali mengganti letak bulatan toge untuk menyempurnakan arrangement. Secara keseluruhan sih nggak jelek, tetapi ….. nggak bagus juga.

Selesai pelajaran Kesenian waktunya istirahat, aku termenung di depan pintu kelas, kecewa dan malu sudah pasti, andai aku memiliki cukup waktu pasti hasilnya lebih baik. Di saat seperti ini aku membutuhkan kawan yang dapat menghiburku, dan aku nggak harus menunggu lama.
Aria ditengah tanpa gitar

“Udah Men, nggak usah sedih”, suara yang aku kenal, Aria, dia datang sambil menepuk pundakku. Kamu pasti beruntung jika memiliki sahabat seperti yang aku punya, yang selalu ada dalam suka dan duka, terutama saat sedih seperti ini.

“Udah Men, nggak usah sedih”, sengaja kalimat itu aku ulangi karena merupakan bagian favoritku. Kemudian Aria melanjutkan, “Masih untung penciptanya nggak di sini. Coba kalau ada ……………, udah dibacok kepala elo dari tadi”.

Selasa, 17 Januari 2012

Cinta Sepotong Kapur Tulis

MM ‘81

Biar begini aku seorang penulis, tulisanku bagus banget banyak orang yang memuji, bahkan semua yang membaca tulisanku menyalinnya ke dalam catatannya masing-masing. Aku menulis di papan tulis sementara mereka menyalin di buku pelajaran.

Saat aku menulis ada saja cobaan dan godaan, kadang ada yang menyambit dengan kapur. Serunya aku mendapatkan pacar justru gara-gara sepotong kapur tulis.

Ceritanya begini, sepotong kapur melayang mengenaiku ketika itu, aku toleh ke belakang semua orang terlihat sibuk menyalin catatan. Kali kedua begitu juga, ini membuatku jengkel dan bersumpah dalam hati, kalau yang menimpuk perempuan akan aku jadikan tukang jamu, kalau lelaki akan aku jadikan tukang ojek, tapi kalau ganteng boleh juga untuk dijadikan pacar.

Aku mulai siaga, begitu ada timpukan aku akan langsung menoleh ke belakang. “Bletuk”, sepotong kapur tulis mampir di kepala, “Tengok ke belakang, gerak”, aku memberi aba-aba dalam hati. Semua asyik menyalin catatan, kecuali seorang sedang bergerak gerak, Kumbang (bukan nama sebenarnya).

“Kumbang! Jangan genit ya!”, aku mulai jutek.
“Gerrrrrrrrrrrrr …….”, reaksi penghuni kelas.
Rupanya bukan Kumbang pelakunya, hal ini membuatku malu-malu kecil.
3 IPA 6
Baberapa hari kemudian setelah bel pulang sekolah berbunyi seorang kawanku berkata, “Bunga (bukan namaku sebenarnya), tadi Kumbang bilang mau ngomong sama elo di gerbang belakang”.
“Mau ngomong apaan? Malu-malu banget”, akupun menuju ke sana.

Kulihat Kumbang berdiri di gerbang belakang, ganteng juga sih kalau dilihat dari jauh.
“Andi, emang kamu mau ngomong apa?”.
“Kata anak-anak Bunga yang mau ngomong”.
Sialan kami dikerjain kawan-kawan.
“Kita dikerjain temen-temen nih, kalau gitu sekalian anterin aku pulang aja deh Kum”.
Kumbang nggak menolak, mungkin gara-gara sumpahku Kumbang mau aja jadi tukang ojek pribadiku, lumayan nggak mau dibayar lagi.


Akhirnya kami jadian deh. Serasa Smandel dan sekitarnya milik kami berdua.
“Kok elo nggak terus sih sama Kumbang?”.
“Elo tahu sendiri Kumbang orangnya kalem banget, buat ukuran gue kurang agresif”.
“Eh, di awal cerita elo bilang kan yang nyambit elo sumpahin jadi tukang ojek?. Kan elo tahu yang nyambit bukan Kumbang”.
“Maklum aja dulu kan gue masih belajar, jadi kadang-kadang sumpah gue suka salah sasaran”.


    • Eneng Nurcahyati Tulisannnya oke...smandel di Banten wow kerennnnnnn
      18 January at 18:22 ·

    • The O tulisannya bagus n jenaka..tapi lebay habis kisahnya..he he.. semoga semakin sukses dg tulisannya yg lain ya.

      Salam,
      MM

Jumat, 13 Januari 2012

Balada Sepatu Kuning

Nursyamsi Kurnia ‘81

Saat aku di Smandel aku punya sepasang sepatu kets berwarna kuning yang aku pakai hanya sehari ke sekolah, bukan karena malu, pokoknya ceritanya seru deh. Gara-gara si sepatu kuning aku memecahkan sebuah rekor di Smandel.

Mungkin karena cocok dengan warna seragam sekolah yang bernama krem-krem maka ibuku, orang yang paling aku cintai, membelikan sepatu baru. Tentu saja aku terkejut menerimanya, bukannya apa-apa lelaki kok pakai sepatu kuning.

Sepatuku sudah memiliki banyak kawan baru, “Kenalan dong!”, satu telapak kaki lagi mampir di sepatu. Di hari pertama si Kuning sudah mendapat tantangan, nggak tanggung-tanggung ….. naik gunung. Bayangkan semua orang di 2 IPA 8, Apadela, pada naik gunung untuk merayakan ulang tahun Pipin di puncak Pangrango. Nggak laki kalau nggak ikut.

Singkatnya si Kuning sudah sampai di puncak gunung. Masih kepagian, tidur dulu ah, supaya nyaman aku lepas si Kuning dari telapak kaki. Tidurku pulas nian, aku terbangun oleh suara alarm, “Foto … foto …”. Nggak pakai cuci muka, nyisir, langsung bapoto.

Acara dilanjutkan dengan perayaan ulang tahun dengan ayam bakar, uhhhh enak banget. Setelah puas kamipun turun gunung.

  • Ayu Dewanti Setiany Sastromidjojo ciyee bpk foto breng sama marissa haque
    ketemu dmana pak?trus foto ny dmana tuh?

    29 August 2010 at 23:18 ·

  • Nursyamsi Kurnia Utama kan hadiah ulang tahun bapak ,masa mantan pacar ngga datang hehehehehe
    30 August 2010 at 12:03 ·

  • Ayu Dewanti Setiany Sastromidjojo oia,kmren bpk ultah ya?hehe lupa mau ngucapin
    slmat ultah yg ke 50 ya pak
    smga pnjg umur,sehat slalu,mrh rizky
    smgat trus pak kapoksi
    hehehe
    ktmu dmana pak?

“Eh, elo lihat sepatu gue nggak? Sepatu gue ilang satu”, kutanyakan kepada semua orang, semuanya menjawab “Nggak”, lantas semuanya sibuk mencari.
“Syamsi, jangan-jangan sepatu elo diambil hantu”.
“Iya, juga kayaknya”.
“Sekarang elu pulang ningkring aja!”, saran kawan-kawanku. Sebuah saran yang tidak mungkin aku laksanakan.

Awalnya aku turun gunung dengan satu sepatu, akhirnya aku putuskan nyeker, jadilah aku orang Smandel pertama yang nyeker turun gunung. Hebat juga kalau dipikir.
· · · Share · 17 April 2009



    • Ady Rosdarmawan Otw Pangranggo???
      17 April 2009 at 23:28 ·

    • Ahmad Himawan Ady, banyak juga photonya, Chormen lucu, rambutnya he he he...tapi Dy yang itu , gw yakin bukan gue Dy, tapi gw juga ngk inget, siapa dia (Asing gw).

      Kalo photo yang sama Pipin kayanya si Razki ? tul nggak

      18 April 2009 at 14:38 ·

    • Ady Rosdarmawan foto atas dr ki k ka : Wilem, Omen, Beny,Arya, Gw & Nursamsi ....emang nga ada Loe...he3x...
      Yg dg Pipin & Gw Razki adiknya PerTem....

      18 April 2009 at 17:01 ·

    • Nursyamsi Kurnia Utama sob,gw juga punya foto foto dilab di sma n 8 jkt ,gw mirinding lihat foto foto di gunung gede masalhnya sepatu gw sebelah kanan hilang,padahal baru dibeliin sama enya qw yg bikin merinding gw dari atas tanpa sepatu sblh kanan coba bayangkan beta sakitnya ini kaki hahahahahah.........tapi sekarang senang mengingatnya.seperti muda lagi hehehehehe.
      22 June 2009 at 08:42 ·

    • Chormen Omen Rasanya foto di atas di Mandalawangi gunung Pangrango, difoto selepas tidur2an jadi gue nggak sempat nyisir. Waktu itu hampir sekelas naik gunung termasuk yang culun2. Apadela banget
      22 June 2009 at 09:01 ·

    • Willem Teddy Usmany Kayanya gw deh yg plg keren..Hehehehe...
      22 June 2009 at 16:52 ·

    • Fiera Basuki iiih serem, ada orang ge er masuk fesbuk!
      23 June 2009 at 18:54 ·

    • Nursyamsi Kurnia Utama heheheheheheh Fiera Basuki......Gw kembali muda lagi .........deh kalo ketemu kamu hahahahaha padahal gw udah genap usia 50 tahun
      27 September 2010 at 19:15 ·

Sampai di rumah aku mendapatkan keramah-tamahan ibu, mungkin lebih tepatnya amarah beliau.

Setiap hari aku berharap si hantu gunung mengembalikan sepatu kuningku, namun harapanku sia-sia, si hantu gunung tetap enggan mengembalikannya.

Aku nggak tahu musti bagaimana?, menjual kepada tukang loak nggak mungkin, sepatu cuma sebelah. Kalau aku pakai sekolah lebih-lebih, bisa-bisa aku dipanggil menghadap bu Hilma, ibu Kepala Sekolah, karena dikira orang gila.

Suatu senja lewat di depan rumah pengemis bertongkat karena kakinya hanya satu, aku hampiri dan berikan sebuah sepatu kuning, dicoba dan pas. Alhamdulillah.

Akhir cerita si Kuning berpindah kaki. Jika dipikir-pikir aku mendapat pahala nggak ya kalau mengamalkan sebuah sepatu, jangan-jangan pahalanya hanya separuh.

Rabu, 11 Januari 2012

Permisi Tante ...

Kamu pernah nggak minjam catatan kawan?, aku pernah, yang aku ingat aku pernah meminjam catatan Iva saat di 2 IPA 8, Apadela.
“Iva, nanti gue pinjem ya catetan elo?”.
“Elo ambil aja nanti di rumah, eh gue pergi deng. Gue titipin sama ibu gue deh!”.

Berhubung aku belum tahu Tebet, makanya aku tanya kepada kawan-kawan bagaimana caranya ke rumah Iva yang dekat Balai Rakyat kalau naik Metromini. Semua kawan yang tinggal di Tebet menjelaskan dengan terinci, tapi ada satu orang yang baik banget, Alfred namanya, dia menawarkan diri.
“Men, elo mau ke rumah Iva? Gue tahu rumahnya. Sini gue anterin naik motor, daripada elo nyasar”.
“Motornya mana?”.
“Entar …, kita pinjem dulu, nah itu ada Dadit, kita pinjem motor Dadit”.

Siang itu aku diantar Alfred. Aku mendapatkan catatan Iva dari penghuni rumah seorang wanita setengah baya, ini dia ibunya Iva, kan tadi dia bilang dititipkan ke ibunya. Tapi maaf ya, ibunya Iva tampangnya kayak pembantu.

Setelah berbasa-basi sejenak Alfred menjalankan motor meninggalkan rumah Iva seraya berkata, “Permisi tante …”
“Permisi tante …”, akupun menirukan dengan penuh santun.
“Iya, hati-hati di jalan, jangan ngebut-ngebut.”, ibu Iva menasehati, orang tua yang baik.
Bukber 81 @ Smesco met Adit, Yani, Zainal, Luci, Fida dan Alfred

Di tengah jalan aku bilang, “Fred, ibunya Iva kok kayak pembantu”.
“Iya itu ibunya Iva, emang kayak pembantu, tapi elo jangan bilang siapa-siapa, kasihan Iva”.

Aku diturunkan Alfred di rumah Tessy, “Men, elo ngobrol sama Tessy dulu, gue ke rumah temen gue dulu sebentar”. Lama aku tunggu Alfred nggak datang, akupun pulang naik Metromini, rupanya Alfred lagi asyik mendekati Tati Jepun.

Besoknya aku ditegur Jendro, “Men, tega loh! Minjem motor sampe sore, kasihan Dadit nungguin nggak pulang-pulang”. Dasar Alfred!.

Biasanya anak Apadela kalau ngumpul di rumah Fiera atau Iva, jadi aku ke rumah Iva nggak cuma sekali, pernah waktu kami ngerumpi datang seorang ibu memasuki ruang tamu dari bepergian dan Iva memperkenalkan kepada kami.
“Men, kenalin ini ibu gue”.
“Selamat siang tante”, sambil menyalami beliau.
“Siang, ayo silahkan-silahkan”, ibu Iva mempersilahkan kami melanjutkan ngerumpi, beliaupun masuk ke dalam rumah.
Bersama Tante 81, Diah, Luci, Tri, Fida dan Liza @ Pernikahan Etna & Wisnu
Aku bingung. Nggak tahan kebingungan akupun bertanya kepada Iva sambil berbisik, “Iva, itu barusan ibu elo?”.
“Iya, itu ibu gue, emang kenapa?”.
“Kok ibu elo ada dua?”.
“Satu lagi yang mana?”, Iva jadi ikut-ikutan bingung.
“Yang itu siapa?”, tanyaku sambil menunjuk seseorang
“Ya ampun Chormen! Elu tega banget! Itu mah pembantu gue!”, sambil mata kami melihat pembantu Iva tengah menyapu halaman, pembantu yang tempo lalu aku panggil tante.
Permisi tante ….

Senin, 09 Januari 2012

Takitri


Nah, kamu pasti ingat kan kalau Takitri itu nama majalah kita, zaman dulu dicetaknya dengan stensilan, waktu dipegang Adit ’81 mulailah itu majalah dicetak di percetakan.


Tulisanku pernah dimuat di Takitri 2 kali, itu juga gara-gara Adit, kalau bukan karena Adit kawan sekelasku di 3 IPA 4, mana mungkin tulisanku dimuat.
“Adit, gue mau bikin tulisan, dimuat dong di Takitri!”.
“Mana tulisan lo, sini gue muat”, jawabnya singkat dan Adit selalu memenuhi janjinya.

Fida, Adit, Alfred

Tulisan yang dimuat di Takitri dihargai 250 rupiah, sama dengan harga majalah itu, sama dengan sepiring nasi rames bu Imron, tokoh yang aku tulis waktu itu.


Warung bu Imron letaknya kira-kira 3 rumah dari pintu gerbang ke arah kantor pajak, namun bangunan bersejarah berupa warung sudah tidak berbekas nggak lama setelah angkatan kami meninggalkan Smandel. Aku menduga setelah angkatan kami nggak ada lagi yang jajannya banyak.

Aku nggak pernah bosan makan di warung bu Imron, dengan 250 perak yang aku makan setiap hari selalu berganti-ganti, penuh variasi. Contohnya hari Senin aku makan nasi dengan sayur, tahu, tempe, dan kerupuk, Selasa makan tempe, kerupuk, nasi, tahu dan sayur, Rabu menuku sayur, tempe, tahu, kerupuk dan nasi, begitu seterusnya setiap hari nggak pernah sama, mangkanya nggak bakalan bosan.


  • Hendra Gunawan Marsilan sebelum makan, lagi makan n sesudah makan bepoto teruuussss....serasa deh
    13 December 2011 at 08:02 ·

  • Hariyanto Putra Ngga makan aja pade kenyang berfoto ria ... Hahahaa ..tau sendiri celeb2 kalau dah ketemu an ... Yakin tetep eksis ...! Mantaaab ..!
    13 December 2011 at 08:11 ·

  • Chormen Omen Akhirnya kalian akui juga kan, yang gemar foto nggak cuma aku
    13 December 2011 at 08:37 ·

  • Hendra Gunawan Marsilan setuju om Omen....eksis n narsis abis dah ....
    13 December 2011 at 08:51

  • Hariyanto Putra Ga usah makan aja kenyang ya ...men ... Yg penting narsis dulu .... Siiiiiip lah

Sekarang aku tulis ulang nih yang ada di Takitri, nggak banyak kok, cuma 5 baris.

Omen                  : Bu nasi ada?
Bu Imron             : Ada
Omen                  : Ayam ada nggak bu?
Bu Imron             : Ayam juga ada
Omen                  : Kalau gitu ayamnya diusir dong bu, nanti nasinya dimakan ayam