Selasa, 28 Agustus 2012

Memanen Emas

Cerita ini tidak bermaksud mengandung unsur SARA.

Seolah ada aturan yang tak tertulis bahwa pada setiap pertemuan kawan-kawan SMAku selalu terkuak cerita dan aib lama, walaupun aib yang terkuak biasanya aib orang lain.

Kali ini ada cerita yang menarik dari Intan mengenai ibunya Untung yang sering memakai gelang emas dari pergelangan tangan nyaris sampai siku, itu emas asli semua loh!. Suatu saat beliau pernah kehilangan emas  seberat 100 gram di pasar, eh si ibu mengangapnya sepele, maklum emasnya kan berjibun.

Pernah Intan meminta emas beliau, jawabannya enteng aja, “Ambil aja sendiri!”.
Terussss …!
Tunggu dulu dong! Aku certain dulu kisah ini aku dapat di mana?.

Aku baru tahu kalau Kristioningsih alias Jnonk yang menetap lama di Belanda ada di Jakarta dan konyolnya esok hari harus kembali ke negeri penjajah setelah berada di negeri tercinta ini selama 5 minggu. Jimbo adiknya yang juga kawan seangkatanku, bilang begini, “Gue pikir elo udah tahu Jnonk di sini!”.
Bagaikan nenek sihir aku ngomelin mereka berdua, ups, harusnya kakek sihir soalnya kan aku laki-laki!.

Bagusnya Intan, Dewi dan Brenda Sibelok mau mengatur pertemuan dengan Jnonk di PIM. Kenapa aku namakan Brenda Sibelok yang bermarga asli Sitorus, soalnya dia bukannya terus ke PIM eh, malah belok ke rumah.

Di PIM kami menikmati kuliner di beberapa tempat, berkuliner sambil terus tertawa, untuk itu aku harus menyetor 12 ribu kepada pengelolah gedung untuk parkir selama 6 jam, so selama 6 jam itu kami terus tertawa, mendengarkan cerita dari yang kampungan sampai kampungan banget, maklum kami kan nggak ketemu Jnonk lebih dari 30 tahun.

Sesekali kami mengirimkan foto kami melalui jejaring sosial, sampai-sampai Qe bilang, “Gue mau nangis ah, nggak bisa ngikutin acara seru kalian!”, apalagi kami bilang yang mengambil foto Hendra tetapi bukan si PLBT atau Gayus melainkan waiter yang kami namakan Hendra.

Yuni yang datang menyusul berkomentar, “Gue ngeliat fotonya, kok tempatnya pindah-pindah sih”.
Itu masih mending tadinya ingin pindah-pindah dari café ke café untuk foto-foto doang!.

Berhubung selembar lapak berukuran A4 mau habis, aku kembali ke cerita di awal, tentang emaknya si Untung yang memakai perhiasan emas sederet.

Sewaktu Intan bilang, “Tante, minta emasnya dong”.
Si tante tersenyum rada nyengir sehingga kelihatan giginya, sambil beliau bilang,
“Intan mau emas ya? Ambil sendiri ya …!. Nih ambil gigi emas tante!”.



Jumat, 24 Agustus 2012

Gue Juga Bisa!


Kecintaanku mendaki gunung berawal saat aku duduk di 2 IPA 8, kamu ingat aja namanya Apadela!. Serunya setelah turun gunung bersama kawan sekelasku Aria dan Vivi, esok harinya selepas upacara bendera kami harus ulangan kimia yang diajar oleh pak Tatang.

Ulangannya hanya 10 soal yang dibacakan langsung oleh pak Tatang dan kami harus segera menjawabnya di kertas ulangan, jawabnya harus cepat karena beliau hanya membacakan 2 kali sebelum masuk ke soal berikutnya. Gila!.

Selesai ulangan kami harus mengangkat kertas jawaban tinggi-tinggi untuk diserahkan kepada kawan di sebelah kanan, begitu seterusnya sebanyak 5 kali, yang ada di hadapanku kertas ulangan kawan yang berada 5 bangku di sebelah kiriku. Pak Tatang memberi jawaban dan kami harus menilai, dilanjutkan dengan memanggil nama murid untuk dimasukkan hasil ulangannya di buku nilai. Angkanya do, re, mi, fa, sol.

Anna Lutfiana, murid yang paling pandai di kelasku yang sekarang menjadi dokter ahli syaraf mendapat nilai 4. Nah, yang paling pintar dan nggak naik gunung aja nilainya segitu, bagaimana yang naik gunung?.

Pak Tatangpun berkenalan dengan yang naik gunung karena merekalah yang justru mendapatkan nilai terbaik. What!!!.
Aria Mandala dapat 6, Vivi Muvida memperoleh 7 dan aku sendiri dapat 8.
“Yang namanya Chormen yang mana?”, pak Tatang ingin kenal.
“Saya pak!”, jawabku sambil menunjuk tangan.
“Oh, yang itu”, sambil menatap wajahku untuk dihafal, gampang kok!. Putih, tinggi dan ganteng!. Gampang ya?.

Itulah sebabnya aku mudah banget mengajak kawan naik gunung, “Naik gunung bikin orang pinter”, bahkan menular ke kelas tetangga, Apadela juga, 1 IPA 8 angkatan 82.

Nah, ada satu kebisaan pak Tatang yaitu memberi quiz dengan menulis pertanyaan di papan tulis, bagi yang menjawab dengan benar akan mendapat nilai tambahan +1.

Kali ini beliau mengambarkan bangun senyawa organik, kami diberikan kesempatan mengadu keberuntungan, nggak ada yang betul jawabannya.

Sekali lagi beliau menulis soal, kali menulis nama senyawa organik, sambil berkata, “Nama senyawa organik yang saya tulis  salah, yang benar apa?”.
Nggak ada yang berani maju, karena nggak ada yang tahu jawabannya, dan nggak ada yang nekat kecuali … aku.

Aku mulai menulis jawaban di papan tulis ketika pak Tatang bilang, “Kalau benar dapat ples 1 kalau salah dapat mines 1, nah, kalau kamu takut dikurangi 1 mending duduk aja!”.
Kawan yang duduk di bangku depan bilang, “Men, duduk aja daripada dikurangin 1!”, “Men, nekat juga lo!”, “Gokil lo!”.

Singkatnya aku bisa menjawab dengan benar dan mendapatkan nilai +1. Kamu mau tahu rahasianya? And … the secret revealed (after 30 years).

Karena aku dianggap pandai oleh pak Tatang, persiapanku harus matang, aku selalu belajar sebelum pak Tatang mengajar termasuk berajang sana ke kelas 2 IPA 6 yang sebelumnya diajar pak Tatang, ketemu Sugiarto, salah satu orang terpandai di angkatan 81, sekarang menjalankan bisnis apotik di Bogor. Dia bilang bahwa ada quiz dan memberitahuku soal dan jawabannya, ha ha ha.

Gue juga bisa kalau begitu! Gue aduin pak Tatang ah!

Sabtu, 04 Agustus 2012

Cubit-Cubitan


Aku sampai menjelang azan magrib berkumandang setelah menempuh perjalananan hampir 2 jam, nggak lama setelah Deden, sementara Himawan sudah nyangkut dari tadi menyambut dengan ucapan, “Men, kasihan tuh Deden, temen-temen belum ada yang kenal”. Dalam hati aku menjawab, “Entar juga kenal sendiri”.

Teh manis hangat membatalkan puasaku, nggak seperti biasa yang meneguk minuman dingin, dilanjutkan dengan makanan basa-basi, arem-arem dan gorengan.

Imam shalat magrib haruslah orang yang memiliki jabatan paling tinggi di angkatan kami, sudah pasti Eko, dia jabatan dari dulu sampai sekarang sebagai Ketua OSIS.

Elly asyik mengatur makanan ketika aku mendekat, “Men, elo musti nyobain nasi kebuli bikinan gue dong!”.
“Pingin banget, tapi jangan banyak-banyak gue mau nyobain yang lain”.
Tangan Ely trampil banget meracik nasi kebuli buatannya, potongan kambing sengaja dipilihkan agak banyakan untukku, emping dan acar sebagai pelengkap. Enak banget.
“Enak banget Ly, Roy elo musti coba nasi kebulinya Elly”.
“Wah, boleh dicoba nasi kebuli buatan Elly”, Elly mulai meracik. Roy juga sependapat denganku, enak banget!. Sebentar saja Elly sudah memiliki dua jempol dari aku dan Roy.

Minuman kelapa muda sudah aku lirik dari tadi bahkan sebelum waktu berbuka, sayang sudah diberi gula, aku lebih suka rasa kelapa muda original, bisa bikin gregetan soalnya. Rike di sampingku ketika aku menuang untuk kedua kali, “Men, kelapa mudanya manis ya?”.
“Manis Ke!”.
“Kalau dimasukin ke sini nggak apa-apa kali ya!”, akupun membantu mencarikan daging kelapa muda untuk dimasukkan ke dalam gelas air mineralnya.

Kesibukan setiap orang berbeda-beda, Iriana dan Bucip sibuk mendiskusi reuni SMP 3, Arief dan Febru sibuk motret, yang lainnya sibuk dipotret, sudah ketularan!. Sementara Syamsi sibuk nyosor sana nyosor sini, nggak perempuan, nggak laki.

Malam semakin larut masih saja ada yang baru datang, Jaya, Wilem, Rio, Berty dan kawan-kawan. Rio masih dengan gaya klimisnya, dari zaman SMA dia selalu rapi, dengan celana model rimple, kali ini Rio berkemeja koko menutupi celana bagian atasnya, Deden menyingkapnya, “Busyet deh celananya masih model jaman dulu, model cubit-cubitan!”.

Restoran Bang Jiang tempat kami bukber tidak tertutup untuk pengunjung lain, asal si pengunjung nggak merasa terganggu dengan ulah kami.

Ketika seseorang pulang, dengan akrabnya Berty, pendeta yang sering nongol di layar kaca, menyalami, “Gimana kabarnya?”.
“Baik!, mari pak!”, jawab orang tadi.
Berty si pendeta berbisik kepadaku, “Men, barusan yang gue salamin siapa? Kok manggil gue pak”.
Pendeta juga manusia, akupun menjawab, “Berty yang barusan elo salamin ...... orang lain!”.


albert_sondang@yahoo.com
 Hahahaha....yg ringan dan jenaka!

 Willem Teddy Usmany Hehehe...., si Berti so akrab tuh...!

Elly Muflihah
 hahaha....lucu juga, makasih um Men...pujiannya, gw puazz bangetz klo pada suka nasi kebuli buatan gw...gak sia-sia ngejar2 ''Balibu'' sampe ke ps klender...skrg tinggal pesen tlp n di anter....makasih jg infonya ''si jurkam (juragan kambing)'' um bethon n um Hendra.....

elly muflihah