Selasa, 26 Mei 2009

Mendadak Insomnia dan Satria Bergitar

Rosana Harahap '81

Seminggu telah berlalu sejak perjalanan wisata ke Cirebon. Gurau canda dan gelak tawa masih terngiang-ngiang di telingaku, demikian juga dengan tingkah polah dan lagak lagu sobat 81 masih tergambar jelas di benakku… lucu, norak dan kadang aneh.

Dimulai pagi dini hari tanggal 16 Mei di stasiun Gambir. Peserta wisata kuliner ke Cirebon satu persatu berdatangan, baku salam, baku peluk, baku cium .. bahkan baku “pukul”pun nyaris terjadi karena rasa kangen dan saking gemasnya jumpa lagi dengan sesama rekan. Aura kegembiraan dan keceriaan mulai terasa bersamaan dengan saat memasuki gerbong Cirebon Ekspress. Sebenarnya antusiasme beberapa teman sudah mucul beberapa hari sebelum keberangkatan. Bahkan satu hari sebelumnya, beberapa teman mengalami gangguan tidur…alias mendadak insomnia, sulit tidur atau setiap beberapa saat terbangun,..… khawatir tidak dapat bangun sesuai jadwal dan takut ketinggala kereta ke Cirebon . Yang mengaku mendadak insomnia adalah Mahendra dan Kania….inilah akibat terlalu “excited” untuk berwisata ke Cirebon (mungkinkah saat muda dulu mereka kurang piknik ??).

Sesaat setelah menduduki tempat masing-masing, .. wisata kulinerpun dimulai. Dengan semangat kebapakan dan antusiame yang tinggi Mahendra mulai menawarkan panganan pertama untuk sarapan pagi. Makanan kecil bawaan para Ibu mulai beredar ; dari aneka cake, arem-arem, gemblong, rempeyek dsb..dsb.. (begitu banyaknya sampai aku mendadak amnesia untuk menyebutkan kembali jenis makanan yang diedarkan itu sekarang). Makanan mulai berpindah dari tangan Mahendra, Chormen dan Manca ke perut peserta wisata yang didominasi oleh para ibu (pria : wanita = 1 : 7)

Acara berlanjut dengan kejutan kecil untuk Liza dan Etna yang berulang tahun pada minggu kedua bulan Mei ini. Mereka dinobatkan menjadi Princess sehari lengkap dengan asesoris tiara dan kalungnya.

Perjalanan ke Cirebon masih cukup panjang, Elly - salah satu biduanita 81 mulai “gatel” untuk ”mengeluarkan” suaranya. Sibuklah dia mencari Satria Bergitar untuk mengiringinya menyanyi… “ayo dong, mainkan gitarnya “ katanya. Arief – sang Satria Bergitar bergeming, ..santai… melihat ke luar jendela. “Ayolah” kata Elly kembali. ”El, bisa request gak?” kataku … “Bisa dong...” kata Elly. “Coba mainkan Ungu”kata Elly pada Arief (maksudnya lagu group band Ungu terkini : Hampa Hatiku)… , Arief diam saja (diam karena masih lapar atau ngantuk, tak jelas ... karena beda keduanya sangatlah tipis ) ….atau “Bukan Cinta Biasanya, Afgan deh “ kataku. “Tau ah” kata Arief… “yang biasa aja An, jangan yang gak biasa ...mungkin lagu masa kini dia gak kenal tuh” celetuk Eneng. “Udah lagu jaman kita kecil aja” sambung Eneng. “Okey, kalo lagu Ungu gak bisa ... lagu yang hijau, kuning, kelabu aja (maksudnya lagu Balonku ada Lima)” tambahku. Namanya juga emak-emak,… semakin tidak ditanggapi semakin keluar omongan-omong asbun (asal bunyi) nya… “Ya udah nyanyi aja, ntar gue iringi…”kata Arief. “Request dong,… lagu nya Kuburan aja deh, … abis gak ingat semua sih?” kataku… “dibilang’in lagu masa kini kagak kenal” kata Elly… “ooh yang lupa kuncinya itu ya?” kata Eneng. ”Pantesan ... lupa kuncinya sih,.. tuh gitar jadi gak bunyi deh ” tambahku... huahahahaha sontak kita tertawa semua (dasar emak-emak !!). Daripada para emak semakin tak terkendali, Arif mengeluarkan daftar lagu yang siap untuk dibawakan.... ”dari tadi keq” kata Elly... kemudian mulailah Elly “in action” menyalurkan hasratnya.... lagu-lagu lawas mulai mengalun, .. bersama Manca,...keluarlah lagu Country Road, beberapa lagu Beatless, Saving all my Love for You, Kidung sampai Terajana dan Kopi Dangdut..... Rupanya semakin lama chemistry diantara sang biduanita dan Satria Bergitar semakin klop ... terbukti akhirnya lagu-lagu anyar mulai mengalir, dari Sempurna-nya Andra & the Back Bone, lagu Dewa 19 dilantunkan oleh Elly. Sementara mereka berdua sibuk dengan lagunya, aku dan Eneng masih cekikikan mengganggu Satria Bergitar & mitranya. Sayangnya... tak lama kemudian kereta mulai memasuki Jatibarang yang berarti tak lama lagi kereta akan tiba di Cirebon..... alunan lagupun selesai. Kami yang duduk di dekat sang Biduanita dan Satria Bergitar... SENANG…. Karena dapat mengganggu & menjahili keduanya. Rupanya,… walau usia akan menuju LIMAPULUH tahun.... kelakuan masih tetap LIMABELASAN bila berkumpul kembali dengan sahabat-sahabat lama semasa muda dulu.... hhmm ... aassiiiknya.

Minggu, 17 Mei 2009

Ke Jakarta Kami kan Kembali

Seharian sudah kami bersama dengan acara photo session di Cirebon dengan cengdem, nasi jamblang, Pasar Pagi, Keraton, Mesjid Agung, empal gentong, desa Trusmi, Sunyaragi, Iwan Fals, nongbar sampai tiba saatnya untuk kembali ke Jakarta. Sejak matahari terbit hingga terbenam kami bercengkerama tak kenal lelah, kini saat mentari semakin tenggelam canda tawa kami justru semakin kentara.

Sebenarnya sepanjang malam bisa saja kami berhaha-hihi di kereta, namun hal tersebut tidak memungkinkan karena sang kereta harus beristirahat sebelum menunaikan tugas keesokan hari.

Ahmad Himawan wrote at 20:39 on 03 June 2009
" PENYAMUN DI SARANG PERAWAN "
Yang paling ganteng tetap Chormen
Liza Soenar Windarti wrote at 20:46 on 03 June 2009
Yang pasti semuanya udah gak ada yang perawan kaleeee
Tri Utami wrote at 09:14 on 04 June 2009
Liza..si Iwan komen terus krn nyesel g bisa ikutan....
Ahmad Himawan wrote at 20:39 on 08 June 2009
Ya udah judulnya di ganti, PREMAN DI SARANG EMAK_EMAK
Tri Utami wrote at 07:57 on 09 June 2009
tambahin Emak2 yg Keren2...he he he....aduh Wan klo kamu ikut...pasti semua jd lebih gokil kali ya....eh klo ketemu muka si Iwan bisa ngelucu g sih?
Weny Dyah Sitoresmi wrote at 08:02 on 05 June 2009
Ratih....ada setori apa nih di cirebon sama bang Omen....kayanya beraaaat banget mau pisah sama Chormen...lihat tuh tangan si abang sampai dipegang kenceng he...he...he...
Ahmad Himawan wrote at 20:08 on 08 June 2009
Biaasaa....udah mau sampai, pembayaran tiket kurang satu, dari pada kabur, mending dipegangin.


Perang candid camera antara Eneng dan Andy meramaikan suasana namun sangat disayangkan tidak bisa ditampilkan disini karena telah terjadi kesepakatan yaitu kalau Eneng memasukan foto Andy dengan pose yang memalukan ke dalam milis sebagai ganjaran Andy tidak tanggung-tanggung akan memasukan 3 foto Eneng dengan pose yang tidak kalah memalukannya.

Acara kuliner belum saatnya bersayonara masih ada 2 buah kue salah satunya kue ketan hitam yang rasanya luar biasa, berbagai camilan keluar pertanda sebentar lagi jam sembilan, jadual kereta tiba di Gambir.

Tanpa aba-aba bubar jalan kami berpencar sesampainya di Gambir, ada yang memerlukan bantuan porter untuk mengangkut oleh-oleh Cirebon, ada yang dijemput keluarganya, ada yang dijemput supir taksi dan ada juga yang nebeng mobil Kania, tahu kan siapa?

Elly Muflihah wrote at 15:56 on 26 May 2009
ups....bedinde mo pulang kampung, pamit ama nyonyah, besok balik lagi.....buntelannya jangan ketinggalan ya yemm......hehe
Elly Muflihah wrote at 15:51 on 26 May 2009
pembagian goody bag, peserta cirex tour of cirebon, mo turun jatinegara....padahal hasil nyontek semua, dari beli oleh2 sampe makan semua pake nyontek, gak kreatip.....haha....
Ahmad Himawan wrote at 20:36 on 03 June 2009
Seguru, seperguruan dilarang membocorkan rahasia.
Ahmad Himawan wrote at 20:46 on 08 June 2009
Tapi bener ya Ely, cuma tulisan nama yang bedain, lainnya sama, termasuk muka pada ancur semua, kecapean.


Tidak semua turun disini ada 5 orang yang turun di stasiun Jatinegara 2 orang alumni SMP 3 dan 3 orang aluni SMP 14. Ratih yang semula ingin turun dari pintu depan nggak jadi setelah melihat Rosana, Uun, Elly dan Yeni turun dari pintu belakang, “Eh, salah ya? Turunnya dari pintu belakang ya?”.

Kejadian tersebut membuat Ketum angkat bicara untuk sekedar mengingatkan, mungkin Ratih lupa kalau naik kereta turun di depan atau dibelakang sama saja, turunnya ya …… di Jatinegara juga.

Iwan Fals dan Nongbar

Iwan Fals senang sekali berfoto dengan gadis SMA di jamannya yang kini sudah menjadi emak-emak. Ingat Iwan Fals ingat lagu Umar Bakri yang bisa menghadirkan kenangan terhadap bapak Sachroni yang doyan gowes sepeda ke sekolah, kebiasaan sang guru ketika lama tinggal di Jerman.

Bercanda dengan Iwan Fals sangat menyenangkan tutur temanku, pekerja seni tempo dulu yang bisa disetarakan dengan Afgan di jaman ini atau mungkin lebih dari itu. Sayangnya Iwan Fals tidak bisa bergabung dengan acara kami berikutnya Nongbar sembari menunggu kereta.

Diah Krisdianti wrote
at 11:43 on 18 May 2009
Nah ini buat rombongan yang ngga ikutan ke Gua..... lumayan foto sama Iwan False.
Ahmad Himawan wrote
at 13:12 on 18 May 2009
Iwan False....ngewakilii ogut he2x.
Ya Ampun, itu Ratih yang dulu kecil mungil, sekarang udah 2X lipat ?!


Di dalam bis aku sampaikan kepada teman-teman bahwa mulai dari sini seandainya ada pengeluaran harus saweran atau bayar sendiri-sendiri, mereka memaklumi bahkan kalau si Terminator (Arnold Schwarzenegger) ikut niscaya dia berkata “No problema”.

Tenda CSB tujuan nongkrong bareng kami, pujasera terbuka yang baru selesai dibangun. Jangan mengharapkan pelayanan prima, pramusajinya masih dikatagorikan trainee sehingga banyak pesanan yang tertukar.

Ery Supriyadi (Indonesia) wrote
at 06:29 on 18 May 2009
Sukses ya buat Wisata Smandel 81 ke Cirebon. Setelah lihat foto-fotonya ternyata.... luar biasa....28 tahun yang lalu lulus dari Smandel ...dan perubahan itu nampak..jelas.
Chairul Firmansyah wrote
at 07:50 on 18 May 2009
Perubahan nampak jelas, makin muda kan pa Ery ...??, he he he..
Ery Supriyadi (Indonesia) wrote
at 05:57 on 19 May 2009
Subhanallah... Kang Chairul kelihatan makin berisi...berbobot.. nampak jelas....nampak kita memang perlu banyak tafakur..tasyakur atas nikmat perjalanan selama 28 tahun...
Chairul Firmansyah wrote
at 06:20 on 19 May 2009
Amiin, Insya Allah....


Pesanan yang dominan adalah mendoan dan mie ayam, ketika kunikmati mendoan orderan Heppy kurasakan kelezatan, pantas saja Pipin dan Octy membeli untuk dibawa pulang. Kubilang enak bukan karena lapar, bagaimana mau lapar dari setadi makan melulu.

Bak wanita hamil yang tengah mengidam aku menikmati es kelapa muda yang dibandrol 7.000 dan air mineral botol 600 ml berharga 3.000 rupiah yang sebagian kusisakan untuk bekal di kereta.

“Yuk kita pulang, sudah setengah enam” ajak Liza, mungkin jam tangan Liza mereknya lebih cepat lebih baik, karena jam tanganku masih menunjukan pukul 5:20.

Sesampainya di dalam bis masih ada 2 orang yang belum masuk, Pipin dan Octy, mudah sekali menduganya, “Lagi nungguin mendoan” kata teman-teman.

Mencari tempat pedagang mendoan tidaklah sulit karena dari kejauhan kulihat dua wanita berpakaian putih dan bercelana jeans, dress-code kami.

Bicara mengenai dress-code ada juga yang bertanya, “Jeansnya yang masih ada warnanya atau yang udah belel?.
“Biar nggak bingung pakai aja blue jeans yang warnanya biru”

Sunyaragi

Tulisan Situs Sunyaragi tertera di sebidang papan di pintu masuk, rumput yang tidak terawat menyambut, istilah rumput tetangga lebih indah benar adanya, menyembunyikan situs cantik dari abad ke-18.

Sang architek pastilah berkulit putih dan bermata sipit begitu yang kubayangkan selepas juru pandu mengatakan bahwa beliau berasal dari negeri China.

Tata air yang indah pernah hadir yang kini hanya tinggal kenangan. Patung gajah Siam tengkurap seukuran aslinya berada di dalam salah satu bekas kolam, menurut kepercayaan di musim kemarau panjang sang patung kadang dimandikan dengan maksud menghadirkan hujan. Air kolam ini berasal dari tirai air menutupi tempat bersemedi menyucikan diri untuk kesatria yang ilmu sucinya belum terlampau tinggi. Menyucikan raga itulah makna Sunyaragi.

Ada patung berbentuk tonggak yang tidak boleh disentuh perempuan jomlo, konon menyebabkan si jomblo jauh dari jodoh berdiri menghalangi jalan sehingga kami semua mau tidak mau menyentuhnya. Setelah semua menyentuh barulah si pemandu menjelaskan. Oh Oh!

Lelaki pemandu menyalakan 2 batang lilin untuk menerangi gua buatan yang gelap dan terjal, “Kita balik aja yuk”, Jimbo mencari teman. Nggak ada yang mau akhirnya dia ikutan masuk gua yang timbulnya di Bale Kambang sebelum sampai ke tempat kesatria berilmu tinggi bersunyaragi.

Bilik sebelah kanan di latar belakang foto tempat memindahkan jiwa dan raga menuju China, konon Sunan Gunung Jati kerap menemui Putri China dari sini. Di sebelah kiri untuk menujuh Mekah, sayangnya tidak ada yang menuju Gambir, jadi kami tidak bisa menghemat ongkos kereta.

Telepon Hendra kepada Andy tidak diindahkan, telepon beralih ke hapeku untuk memberitahu acara foto bersama dengan Iwan Fals. Bercanda kali ….?.

Aroma Lintas Perdesaan di jaman kami sekolah berinteraksi saat kami kembali, “Kok situsnya nggak terawat sih pak!”, keluar dari mulut Heppy.
“Mesin potong rumputnya rusak!”, jawab si pemandu.
Walaa… memang merawat situs cukup dengan mesin rumput doang!.

Jam 3

Weny Dyah Sitoresmi '81

Setelah kunjungan ke nasi jamblang, pasar pagi, keraton kasepuhan dan empal gentongnya bu Darma rombongan menuju sentra batik di desa Trusmi.

Berhubung aku termasuk dalam rombongan pertama yang akan kembali ke Jakarta dengan Cirex jam 15.00 dengan alasan takut pulang terlalu malam, jujur aku sempet ‘ketar-ketir’ alias was-was kalau-kalau aku nggak akan sempat mengunjungi Trusmi. Memang aku sudah sering ke Cirebon tapi belum pernah sekalipun mengunjungi Trusmi. Kesempatan wisata kuliner kali ini benar-benar ingin kumanfaatkan untuk bisa melihat batik Trusmi itu seperti apa sich?.

Tiba di empal gentong bu Darma kalau nggak salah sudah jam 12.30an….. yang ada dalam pikiranku : “sampai nggak ya aku ke Trusmi????”. Begitu empal gentong datang tanpa ba…bi…bu…lagi langsung cepat-cepat kusikat abis…hmmmm yummy….beruntung temen-temen yang lain juga nggak berlama-lama menyantap empal gentong masing-masing, jadi setelah berfoto ria (teteuppp…ngga pernah dilewatkan sesi yang satu ini) akhirnya kami semua ke Trusmi pergi.

Finally, Trusmi here we come……,sampai juga. Kami masuk ke salah satu toko batik yang denger-dengernya sih punya kualitas produk dan motif batik paling bagus. Rasanya baru saja menginjakan kaki ke toko itu dan baru saja memegang blus batik, tiba-tiba ada suara yang menggelegar…, "Jam tigaaaaa………", haaaa….. masak sih udah jam 3???? Aduh…Didut ngagetin aja nich…… pegang sana…pegang sini…pilih sana…pilih sini….. nggak ada kain batik/kemeja/blus yang sreg di hati…. Aduh gimana nih…kok udah nyampe Trusmi ngga ada yang bisa dibeli buat kenang-kenangan???

Lagi-lagi….."Jam tigaaaaa……" yang bunyinya bagai peluit kereta, duh tambah stress deh…… Didut mengingatkan kalau waktu udah semakin mepet buat mengejar kereta jam 3. Akhirnya aku jatuh hati pada sepotong kain…..tapi karena masih ada keragu-raguan, aku letakkan lagi kain itu ditumpukannya yang dikelilingi oleh ibu-ibu yang kalap lihat kain yang bagus-bagus.

Masih mencoba mendapatkan batik yang terbaik, tiba-tiba suara itu terdengar lagi….."Jam tigaaaaa…..". Akhirnya daripada nggak bawa apa-apa dari Trusmi aku putuskan untuk mengambil kain yang tadi... lho…kok nggak ada ditumpukannya???? Ternyata…. kain itu berada ditangan Hendra….. tapiii dengan kebaikan hati beliau akhirnya aku bisa membawa pulang sang kain (million thanks ya Ndra, GBU).

Sebelum suara yang memekakan telinga terdengar lagi (Jam tigaaa….), buru-buru deh rombongan kami (Manca, Aku, Evi, Dyah dan Lina) keluar dari toko batik dan meninggalkan desa Trusmi sekaligus meninggalkan teman-teman yang masih sibuk berburu batik menuju stasiun….. Sayonara…..sampai ketemu lagi diperjalanan reuni wisata yang lain. I love you all…… especially for Didut yang sudah mengingatkan kita supaya nggak ketinggalan kereta he…he…he…..

Batik Lesehan

Masuk toko batik seperti mau masuk mesjid harus melepas alas kaki. Setelah masuk kini aku mengerti, belanja batik yang unik; bisa berdiri, jongkok maupun lesehan, bahkan kalau mau ngesot dan berguling-guling juga tidak dilarang.

Tidak lengkap rasanya kalau tidak berbelanja batik bila berada di Cirebon, itulah sebabnya kami hadir disini. Melalui by-pass ke arah Jakarta, Trusmi kami kunjungi, sentra batik di tengah perumahan dengan suasana yang agak berbeda, lebih tertata dan bersih.

Rombongan yang masuk mendahului kami belum beranjak pulang, menyebabkan toko batik menjadi sesak. “Men sini!”, suara Wati dan Erlina memanggil, mereka duduk di kursi kayu panjang sambil minum air mineral dan makan kerupuk gratisan di ruangan berpenyejuk udara. Giliran gratisan ngajak-ngajak deh!.

Yang tergoda bukan aku sendiri, beberapa teman ikut berpartisipasi, tak lengkap tanpa berfoto-ria. Lah seperti main tamu-tamuan, nggak seperti di toko batik, selembar batik di dekat kami segera menjadi obyek pelengkap penderita yang benar-benar menderita.


Eneng Nurcahyati at 17:47 on 27 May
akhirnya gue mejeng juga....thank men...


Setelah agak lowong aku mulai mencari yang berbahan katun, nggak ada yang pas, XXL saja tidak muat apalagi yang XL, nggak jelas yang salah ukuran batiknya atau ukuran badanku. Elly juga mengeluh “Gue mau beli batik untuk Uum nggak ada ukurannya”.

Gepeng yang lagi mencoba batik model kelalawar kuhampiri, “Tri, cariin satu lagi buat istri gue”. Banyak yang membantu mencarikan sebut saja Manzilah, Iriani, Octy, Wati, dan Dewi. Kan jatahnya 1 lelaki dibantu 7 perempuan, kapan lagi!.

Ada yang bagus yang dipakai manekin, “Mbak, yang kayak gini ada lagi nggak?”, oh oh sudah habis. “Yang ini aja ya?”, si mbak mengangguk tanda setuju. Tidak sulit menanggalkan baju dari si manekin, ternyata batik tersebut justru yang sesuai dengan selera istriku, chemistry juga yang bicara.

Karena kasir penuh sesak kutitipkan uang kepada Gepeng, biar dia sekalian yang bayar, diserahkan uang 5.000 sebelum dia ke kasir. Belakangan uang itu dimintanya lagi.
“Men, mana uang yang 5.000 yang tadi? Gue tuker sama 10.000”.
“Emangnya kenapa? Salah harga?”.
“Bukan!, dapet diskon …..”


Rosita Tagor at 06:51 on 03 July
Boleh juga nih Batik Lesehan...I like Batik


Lain halnya dengan Intan, ketika ia ingin memasukan pilihan untuk anak lelakinya ke dalam plastik aku lihat di bagian belahan depan motif boneka tentara tidak menyatu jadi agak janggal, eh dia malah bilang, “Batik dua puluh lima ribuan aja motifnya mau nyambung”. Namun rasanya ucapanku menancap dibenaknya, giliran dia yang bingung mencari motif yang nyambung, sudah 2 lusin diperiksanya akhirnya terdengar juga kejujuran, “Chormeeeeeeeeenn …… gara-gara elo ah gue jadi bingung!”.
“Lagian batik dua puluh lima ribuan motifnya mau nyambung”.

Empal Gentong Bu Darma

Matahari di atas kepala sudah mulai turun, jamnya makan siang, kini giliran empal gentong Bu Darma. Kok makan melulu? Namanya juga wisata kuliner jadi acaranya makan dan makan lagi.

Bu Darma yang terkenal laris terlihat sepi pembeli karena memang sudah habis sedari tadi kecuali ….. 40 porsi pesanan kami. Ketika kami makan nasi jamblang, pak Sugeng salah satu supir memesan kemari.

Melihat rombongan kami, banyak yang mengira Bu Darma masih buka, mereka kecele, bu Darma dan pegawai tak bosan mengatakan “Sudah habis …..!”, berulang kali.

Tinggal menuangkan kuah panas dari gentong ke dalam mangkok yang berisi empal yang sudah diracik entah dari jam berapa, disajikanlah bersama sepiring nasi hangat. Pinggan berisi kerupuk kulit turut disajikan untuk dimakan bersama, dari penampakannya kerupuk kulit itu bukan dari kelas 1, entahlah kelas 2 atau 3 bahkan mungkin saja kerupuk kulit kelas 7 alias esempe.

“Men, tolongin gue dong, nasi gue kebanyakan”.
“Elo bukannya pesen separoh”.
“Ya udahlah Men, tolongin gue pliiiiiiiis …”, Lucy setengah merengek, untung tidak diikuti enam wanita lainnya, maklum jumlah kami 1 berbanding 7 untuk kekalahan kaum lelaki.

Setelah setengah perjalanan baru aku teringat untuk menambahkan citra rasa pedas bubuk cabe merah dan perasan jeruk nipis, hhemm makin terasa lezat saja!.

“Enak banget! Kuahnya nggak berminyak kayak empal gentong lainnya”, Jimbo berkomentar.

Aku makan empal gentong baru kali kedua, sebelumnya di ruko komplek perumahanku, persis disamping restoran Korea kegemaran sahabatku. Punya Bu Darma memang lebih enak lebih tepatnya menang telak!.

Teman makan kami es jeruk yang segar sekali, untukku tak cukup satu, “Saya minum dua!”.

Acara klasik, photo session, tidak bakalan terlewatkan. Kadang Lina, terkadang Intan panggilan untuk perempuan bernama lengkap Evlina Intan yang menunjukan gambar di kameranya “Ada buaya putih”, sambil menunjuk ke tampangku, seolah melihat penampakan sang siluman keraton.

Akhirnya foto bersama dengan gentong Bu Darma, “Kok gentong foto dengan gentong!”. Tumbuh tuh ke atas bukan kesamping, jika memperhatikan postur kami yang dulunya pernah gepeng.


Denok Sri Sukartinah
Wah acara reuni wisata smandel'81 nya sukses bgt ya. Ngiri nih, bs jadi referensi nih tuk angk'79 yg mau buat acara 30 taon.
21 May at 06:33 · Comment · LikeUnlike · Show feedback (2)Hide feedback (2)
You like this.
Erlinawati Arief at 07:07 on 21 May
Iya mbak, Alhamdulillah.
Saking senengnya ... br jg plng, kita dah berencana untk jln-2 lg. Mungkin ke Banten, ... ngunjungin tmen kita yg meresmikan rmh baru, he he he ....
Iya kan Eneng ?
Chairul Firmansyah at 15:09 on 28 May
Emang boleh jalan jalan mulu....??

Mesjid Agung Cirebon

“Kita shalat disini aja”, sambil berjalan ke musolah keraton ketika azan berkumandang namun sang pemandu keraton menyarankan untuk shalat di Mesjid Agung yang dibangun oleh Sunan Gunung Jati, “Itu sudah kelihatan” sembari menunjuk ke mesjid yang berjarak tak sampai 200 meter, disebelah kiri keraton.

Terbit liurku melihat es kelapa muda yang dijual di tepi jalan, untung teringat bahwa perutku belum mengenal virus dan bakteri Cirebon, bukan yang pertama, tadi pagi di Pasar Pagi aku nyaris tergoda oleh si minuman favoritku.

Menurut hikayat di pelataran mesjid Syek Siti Djenar tewas dieksekusi dengan menggunakan mata keris Sunan Gunung Djati. Menurut hikayat pula Sunan Gunung Djati yang menentukan arah kiblat di jaman belum adanya kompas dan konon mesjid ini yang arah kiblatnya paling tepat diseantero mesjid di pulau Jawa.

Tempat wudhu para wali dan santri kami lewati ketika memasuki bangunan mesjid pertama di Cirebon, harus melalui pintu berukuran kecil dengan membungkuk.

Ustad Arif merangkap pemain band, kini menjadi imam wisata rohani. Musti memilih lokasi yang tepat kalau tidak bisa terantuk palang antara tiang penyanggah yang terbuat dari kayu jati. Kalau berjalan aku sesekali merunduk sementara ustad Arif bisa berjalan dengan tegak. Supaya menghormati sang imam mungkin maksudnya, atau karena sang imam tidak tinggi, aku tidak bilang kecil loh, meminjam istilah Himawan.

Tawaran pemandu wisata lokal kami tolak karena acara kami cukup padat, namun lembaran rupiah kami sisihkan kedalam baskomnya.

Ada yang mengganjal saat aku berwudhu tadi, beberapa rekanku bertanya lokasi toilet, seorang bapak di lokasi wudhu berkata, “Kalau wc disana, kalau disini khusus seni”. Buat yang asli Cirebon apa sih yang dimaksud bapak tadi “Khusus seni”.

Keraton

Di depan keraton Andy membeli tahu gejrot di habitat asli, aku diberi kesempatan mencicipi. Kuahnya nggak jelas apa maksudnya. “Semacam kuah empek-empek”, kata Didut. Tahu gejrot perdana yang masuk mulutku. Kupikir tahunya yang digejrot tak tahunya bawang merah dan cabe rawit digejrot ditambah siraman cuka ke guntingan tahu. Makan tahu gejrot aja harus ke Cirebon dulu!.

Konon kurang afdol kalau tidak ada photo session dengan spanduk, kamipun tak luput melakukan.

Alwin Basoeki wrote at 14:43 on 17 May 2009
waa heboh pake sepanduk segala ...
Eneng Nurcahyati wrote at 08:21 on 21 May 2009
Yang duduk di depan...bener2 sudah tertular VIRUS Chormen.....nekat, spanduk sudah mahal dan susah2 dibawa akhirnya tdk bisa NARCIS dia......kasian dekh...
Rosana Harahap (Indonesia) wrote at 08:23 on 21 May 2009
betul banget .... !!! ...hehehehe...
Etna Salawati Sarwata wrote at 15:55 on 21 May 2009
next time spanduknya yang di atas kalee ... biar bisa NARCIS dia, hehehehehe ... untung dalam waktu singkat tuch spanduk selesai, karena kerja sama yang teramat baik dengan Hendra ... thx ya Ndra ...
Chairul Firmansyah wrote at 13:42 on 22 May 2009
Hendra siapa sih, koq kaya;nya gw ngerasa kesaing nih...?
Marhaendra Atmo Idris (Indonesia) wrote at 16:38 on 22 May 2009
Ca..gw tuh yang gendutnya nggak keliatan//
Chairul Firmansyah wrote at 16:42 on 22 May 2009
Ooo bener yang langsing itu ya, wah kalo nyang ntu gw kalah cuman di rambut doang....
Ha ha ha ..........


Di pendopo kecil pemandu berpakaian khas Cirebon memaparkan sejarah keraton dilanjutkan dengan peninjauan seluruh keraton, tidak ada yang memperhatikan karena semua sibuk berfoto-ria, kecuali Yeni. “Yen, entar kalau ada ujiannya gue duduk sebangku dengan elo ya?”.

Pemandu asyik menceritakan spesifikasi teknik kereta kencana, sementara kami asyik menjadi banci tampil. Entah simbiose apa namanya, yang satu menjelaskan yang lainnya tidak memperhatikan, cerminan di jaman sekolah dulu.

Mahluk haluspun tidak lepas dari pejelasan, berupa penampakan siluman buaya putih di belakang seorang anak saat berpose. Kamipun terhanyut dalam suasana mistis.

Yang menjadi perhatian justru keramik dinding jaman kumpeni dengan lukisan yang diambil dari kitab perjanjian lama, sayangnya dipasang tidak berdasarkan urutan kitab tersebut. Ada yang menceritakan bayi Musa atau Moses, Abraham menyembelih putranya, Adam dan Eva tanpa busana selepas memakan buah terlarang, “Foto … foto… kamasutra …. kamasutra ….”.

Sayangnya aku hanya memilih 2 foto saja untuk ditampilkan. Pilihanku jatuh kepada foto yang paling banyak komentarnya dan foto bersama pangeran Cirebon dan kumpeni, 2 aktor dalam pembuatan film dokumenter, yang jarang ada, seolah kami berada dalam satu jaman.


Daru Cahyono at 10:29 on 18 May
Adoooh senengnyaaa...
:)

Pasar Pagi

Perut bertambah padat ketika meninggalkan Mang Dul jagoannya nasi jamblang, benar-benar wisata kuliner, bukan sekedar makan bareng. Tujuan berikutnya Pasar Pagi buat beli oleh-oleh, hari masih pagi kok sudah ngomongin oleh-oleh sih?. Justru belanjanya di Pasar Pagi datangnya harus pagi-pagi, kalau sudah siang?.

Sejak dari stasiun aku naik Inova hitam, sesekali guide kami melihat kebelakang takut bis kehilangan jejak, maklum manuvernya tidak selincah kijang.

“Jangan belanja disini, tapi disana tempat langganan gue”, begitu sang guide memandu menuju toko langganannya ketika kami semua berkumpul.

Sekejab toko tersebut diserbu emak-emak dan bapak-bapak berbaju putih bercelana jeans, aku tidak terlalu antusias untuk berbelanja kecuali yang satu ini yang kuperoleh dari komentar teman facebook.

Sigit Arnanto at 21:07 on 15 May
tape ketan dibungkus daun jambu..hmmmm
Inka Lestari at 21:19 on 15 May
iya git, aku juga minta itu,antara lain...oh daun jambu ya, kirain daun jati. Skrg tidur deh doi, besok gue ketimpa nganterin jam 5 pagi, nasiib..nasibb..ga bisa bangun siang :)
Susilowati Oemar Said at 23:29 on 15 May
wah... mo jalan2 ke crb yakkk.... titip tape bungkus daun jambu seember yg ghedhee ya.... he he... hv fun...
Jim Tedja at 04:44 on 16 May
hm.... smua pada titip tape tp gak kazih duit nya yah... gue titip juga deh, kirim kesini yah.... met jalan bozz



Ahmad Himawan wrote
at 07:00 on 19 May 2009
Hus, jangan cuma buka-buka toples, beli dong kan kasian si Mas nya.


Kulihat Rustina dan Marlinah belanja sawo 9 ribu perkilo yang agak besar, aku minta 2 kilo kepada si penjual. Ibu penjual memilihkan yang besar dan baik untuk dimasukan ke tas kresek hitam, rekan lelakinya membantu memindahkan beberapa sawo ke tangan ibu penjual, tiga kali rasanya, setelah sampai di rumah baru kutahu maksud hatinya, rupanya dia memasukan sawo berukuran kecil. Semoga kelakuan ini bukanlah ciri khas penjual di Cirebon.

Setengah jam berlalu, yang berbelanja belum pula usai, masih di toko yang sama. Di toko sebelah aku menuruti saran Manca untuk beli sirup jeruk nipis, “Kita kan cekakan nih selama di Cirebon!, sampai di rumah serak, minum deh sirup jeruk nipis”.

Manzilah yang tidak berniat belanja ikut pula kesurupan, ketika melihat Lucy membeli jambal cabe ijo dalam toples di toko sebelah, didatangi si penjual sambil berkata, “Yang kayak gini enam”. Ganas juga! Itu menurut penuturan Andy.

Rosana Harahap (Indonesia) wrote at 12:33 on 17 May 2009
Belanja.. ya belanja aja Pin,... gak usah kelamaan mikir... 2 minggu lagi gajian koq... hehehehehe

Sunu Pranayama at 21:22 on 18 May
beli makanan apa sih ......... ada kue monnyong , & ampas kecap nggak ....????
Intan Fahmy at 10:35 on 19 May
ga beli macem2 yang penting serunya ketawa.... dari brangkat ampe pulang.... ampe2 mulutnya pegel....


Aku membeli tape ketan yang dibungkus daun jambu dalam kemasan ember hitam bertutup dekat mobil diparkir, supaya nggak terlalu jauh membawanya. Untuk oleh-oleh yang satu ini apa yang pantas disebut? Beli tape diberi hadiah ember atau beli ember dapat gratis tape?

Nasi Jamblang

Pukul 8:55 kereta tiba di Cirebon, acara pertama foto bersama di depan stasiun. Naik kendaraan sepanjang seratus meter lalu turun untuk foto bersama lagi di samping lokomotif tua. Banci foto bukanlah hobi tapi diduga penyakit kronis akibat virus narsis. Yang difoto sebetulnya hanya spanduk, kami sekedar menemani.

Kendaraan yang kami tumpangi sebuah bis dan dua buah kijang, tujuan pertama Mang Dul tempatnya nasi jamblang, harus datang pagi-pagi karena menjelang tengah hari biasanya tinggal gigit jari.

Jangan bingung, jangan heran! Kalau melihat suasana Mang Dul, beberapa bangku panjang bersandaran dipenuhi manusia di dalam ruangan ruko lantai satu, seperti menunggu panggilan dokter layaknya. Tidak ada meja makan, lah warung makan kok nggak pakai meja? Sebagai penggantinya bangku panjang tanpa sandaran untuk meletakan minuman dan dan tempat emping. Sambil makan piring harus dipegang dengan tangan, masa sih dipegang pakai kaki!.

Mengetahui rombongan kami datang yang selesai makan meninggalkan tempat, seolah shift-shiftan.

3 orang berseragam kaos Mang Dul berdiri disamping meja tempat baskom makanan. Pinggan plastik diberi alas 2 helai daun jati alias jamblang. Nasi terbungkus daun jamblang yang dikepal dengan tangan dibuka, satu, dua diletakkan di atas piring, “Satu aja!”, Kalimat itu cukup membuat satu kepalan nasi itu berpindah ke pinggan lainnya. Sendok makan diberikan di atas pinggan baru diserahkan piring plastik itu kepadaku. Tugasnya belum selesai, sesendok sambal cabe merah dituangkan ke pinggan oleh si pelayan.

Satu persatu isi baskom aku tanyakan, maklum bentuknya tidak biasa, bulatan kecil sebesar kelereng ternyata perkedel kentang, 3 potong goreng tepung yang ditusuk sate adalah udang, 3 potong kecil yang disatukan tusukan sate yang kecil pula rupanya kentang, bulat-bulat kecil hitam di atas pincuk kecil daun pisang tak tahunya kerang.
Rasa kenyang akibat aneka panganan di kereta menahanku untuk tidak mencoba semuanya, hanya dalam tanda kutip (“hanya”) udang goreng, tempe goreng tepung, kerang, usus ayam, dan pepes udang.

Tri Utami at 08:35 on 23 May
yg g ikut....nyesellllllll banget deh.....
Chairul Firmansyah at 17:00 on 26 May
Wen ojo dipikir, sikaat ae... Diet ning buri!!
Weny Dyah Sitoresmi at 17:11 on 26 May
hehehe....saking hebohnya aku jadi bingung sendiri mau milih lauk yang mana. Finally......keabisan cumi deh, tinggal kuahnya doang hiks...hiks....
Tri Utami at 00:49 on 27 May
makanya jangan kelamaan mikir....sikat aja.....yg lain urusan belakangan...he he he.............


Rosana mengambil tempat di sampingku “Men, bantuin gue, nasinya kebanyakan, gue masih kenyang”.
“Lagian elo ngambil 2”
“Gue nggak tau, abis semua orang dikasih 2”
“Ya udah, separo aja tapi”
“Motongnya make sendok gue nggak apa-apa? Belum dipake kok!”

Akibat perpindahan separuh kepalan nasi membuat lauk menjadi tidak seimbang. Udeng yang masih belum mendapat tempat duduk kumintai tolong. “Udeng, tolong abilin cumi dong!”
“Abisssssssssssssssss”, paduan suara kompak Udeng, Octy, Wati dan Jimbo.
“Kalau gitu tahu lo buat gue, elo ngambil lagi”

Setelah bertambah kenyang bagusnya membuat penilaian. Nasinya gurih, udang goreng, tempe goreng, usus ayam, emping rasanya enak. Sedangkan kerang, pepes udang, sambal dan semur tahu maaf ya kalau aku harus bilang …………….uenaaakkk banget.

Satu persatu melapor kepada pelayan yang memegang kalkulator. Kusebutkan yang kumakan, sang pelayan memandang ragu, rasanya curiga ada yang belum kusebutkan. “Sambal?”, lah sambal dihitung juga!. Tertera 15.400 termasuk teh botol di selembar kertas kecil. Pokoknya semua serba kecil.

Kuserahkan lembaran tadi ke tukang catut. Setelah kita punya pengemis dan tukang beca untuk urusan reuni, kini kita punya tukang tagih dan tukang catut.

Liza Soenar Windarti at 14:20 on 17 May
Nasi Jamblang Mang Dul Cirebon...Tri kok sampe merem melek minum teh botol nyaaaa... Daun jatinya hmmm ati2 gundul tuh pohonnyaaaaa....
Tri Utami at 00:31 on 19 May
he he he....lagi merasakan nikmatnya nasi jamblang nih Liz.....mantap banget....

Sabtu, 16 Mei 2009

Berhala

Selepas doa bersama untuk keselamatan dalam perjalanan roda kereta berputar menuju Cirebon, tidak ada yang tertidur karena doa tadi tidak dilanjutkan dengan doa sebelum tidur.

Wisata kereta yang mengingatkan perjalanan dengan kereta malam dari Gambir ke stasiun Balapan, Solo, tahun depan genap 30 tahun study tour kami ke Solo dan sekitarnya.

Acara (dulunya) anak SMA dimulai, perayaan ulang tahun teman di bulan Mei, hanya 2 orang yang mengaku, Liza dan Etna. Tiup lilin disertai taburan kertas berkilau dan paduan suara apa adanya dengan motto yang penting meriah.

Hadiah untuk mereka mahkota plastik bertulisan Happy Birthday dan kalung berwarna norak yang harus dipakai selama perjalanan. Seru ya!

Sms dari yang tidak ikut berdatangan termasuk dari Lhalida di Amrik, sempat dibaca tapi tak sempat dibalas. Ada juga surat yang hanya boleh dibaca di kereta dari Nisa untuk Hesti mamanya. Isi surat aku bacakan disini, terdengar tak? Kalau tidak biar aku tuliskan.

To: Mama
From : Nisa

Ma selamat jalan ya muda2xhan mama bisa cepat nyampe Cirebon
Mah hati2 ya muda2xhan mamah ngak kepikiran Nisa
Disini ngak kenapa-napa

Salam dari
*Nisa*


Indah sekali …………

Tidak harus menunggu tiba di Cirebon wisata kuliner segera dimulai, kue ulang tahun, gemblong, arem-arem daging, rempeyek, roti unyil, donat, permen. Setelah dimakan baru terasa ada yang kurang … nggak ada minumannya.

Tidak usah repot untuk mengambil makanan karena sang makanan diedarkan kepada peserta, mereka tinggal menikmatinya seolah …….. berhala yang tengah menerima persembahan.

Petikan gitar Manca dan Arif secara bergantian mengiringi lagu John Denver living on the jet plane dan country road, Beatles dan kawan-kawannya, yang menarik justru lagu dangdut buatan negeri sendiri Terajana yang dinyanyikan oleh Etna Salawati, yang ini penyanyi dangdut beneran loh!.

Pinggul bergoyang-goyang rasa ingin berdendang ….

Eh, si Etna bukannya bergoyang pinggul tapi pundaknya yang digoyang, mentang-mentang waktu pelajaran biologi nggak masuk, jadi nggak bisa membedakan mana yang pinggul, mana yang pinggang.



Liza Soenar Windarti at 14:24 on 17 May
kereeeeeennnn

Hesti Palupi at 16:09 on 17 May
jelek......jelas kerennnnnnn

Arief Mooyoto at 23:35 on 17 May
Yg kerenn yg pake topi sendiri tu..!

Tri Utami at 00:32 on 19 May
bener2 keren nih.....

Irianie Rose Pandanwangi at 18:00 on 19 May
Pastinya...kueren abiz:)

Perjalanan Dinas ke Cirebon

Agak persimis awalnya saat mengompori acara berwisata kuliner ke Cirebon, apa sih yang bisa dilihat? Kenapa nggak ke Bandung aja?. Karena itu target tidak perlu muluk, 20 orang yang ikut sudah bagus.
Dengan sedikit publikasi atau dalam bahasa asingnya woro-woro yang terkena hasutan 2 kali lipatnya. Beragam alasan: ingin naik kereta bareng, merasakan nasi jamblang di habitat aslinya sampai yang tertarik karena ada acara photo session memakai cengdem.

Pagi ini aku terbangun pukul 3 dan tidak berani tidur lagi, takut kebablasan kata orang Perancis, maksudku orang Perancis yang sudah bisa berbahasa Jawa.


Singkatnya pukul 5 lewat 10 aku sudah berada di pom bensin Petronas dekat pintu tol Bekasi Barat bersiap nebeng Kania yang diantar suaminya. Hape cdma berdering tertera Chairuna Awaludin di layarnya. “Men, kok anak-anak pada nggak ada? Gue sendirian nih disini. Gue nggak salah hari kan?”. Rajin amat jam segitu sudah sampai di Gambir.

Sulit untuk menyembunyikan kegembiranku saat bertemu teman-teman, merekapun kurasa demikian, apalagi ketika semua sudah berkumpul di gerbong 2 Cirebon Express lokasi 40 tempat duduk yang kami pesan. Sayangnya terlompat 2 bangku karena dipesan orang lain terlebih dahulu. Andy si penunjuk jalan merangkap keamanan dan kuncen menawarkan bertukar tempat namun ditolak, ingin menikmati kebersamaan kami kayaknya, bener nih nggak nyesel?.

Berbagai cara teman-teman untuk tidak melewati acara yang tidak biasa, yang satu ini pantas kupaparkan.
Elly tengah berdinas
Align Left
Kemarin Elly dengan ketiga anaknya menginap di rumah Uum’83 adiknya yang menikah dengan Iyek’83 adiknya Aria’81 pasalnya suami Elly tengah bertugas di luar kota, hari Sabtu ini dia bisa menitipkan ketiga anaknya dengan alasan perjalanan dinas ke Cirebon, alasan yang bagus dan sejauh ini penyamaran lancar-lancar saja sampai seseorang membocorkan rahasia.
“Elly, elo ke Cirebon bukan dinas ya? Tapi jalan-jalan” umpat Uum
“He … he ….. he …… kok elo tahu?”, sedikit malu karena penyamarannya terungkap
“Chormen nulis di facebook!”.


Diambil dari Facebook
Chormen Omen Siap-siap tidur, besok pagi bareng temen2 yang suka ngumpul bikin Dolanan nang Cirebon acara P4 alias pergi pagi pulang petang
15 May at 20:35 ·
Luckman Djaya likes this.

Inka Lestari at 20:42 on 15 May
jangan lupa oleh olehnya yang banyaak ya amen..

Pamela Cardinale at 20:57 15 May via Facebook Mobile
Kalo pergi pagi pulang pagi? Bahaya tuuu.. Atau pergi pagi pulang pusying..wah hangover..:=)

Luckman Djaya at 21:04 on 15 May
Ngiri ngga bisa ikutan...

Reddy Sunardi at 21:07 on 15 May
kalo pulang petang kayanya gak sampe cirebon, deh... yg ada pulang malem bangeeet! plus macet, plus debu....:-)
dadaah...xixixixixixixixi

Kiranti

Agak aneh memang kalau aku memulai cerita Reuni Wisata Smandel ke Cirebon hari Sabtu, 16 Mei 2009 tidak dimulai dari saat keberangkatan tetapi saat kereta pulang menjelang 30 menit tiba ke stasiun Gambir, tak apalah cerita kan bisa dimulai dari mana saja, bukan harus diawali dengan pada suatu hari.

Di kereta api Cirebon Express sengaja aku memilih duduk di gang ketimbang dekat jendela agar aku dapat leluasa bercengkrama dengan temanku ketika kepulangan kami dari dolanan nang Cirebon. Kadang aku duduk disebelah Andy, Arif, Eneng, di sandaran tangan kursi Elly, Uun, Kania,dan Intan.

Tidak seperti biasa Hendra bilang “Men elo nggak nelpon istri lo?” saat melewatinya menuju kursi bagian belakang. Singkat saja jawabanku “Nggak”, sambil berpikir kok perhatian sekali temanku yang satu ini?. Perhatian padaku atau istriku sih sebenarnya?

Kali ini aku duduk di sandaran tangan bangku Uun di deretan belakang bercengkrama dengan Rosana, Elly, Yenny dan Uun tentu saja sebagai pemilik sandaran, giliran Lucy dari kejauhan bertanya, “Men, elo punya nomor hape Raditya?, Hendra mau nelpon”.
Sekali lagi kujawab singkat, “Gue nggak punya, di hape gue nggak ada nomornya Radit”. Bukan karena malas memberikan atau berbohong, biasanya aku seperti buku telpon berjalan tetapi tidak untuk kali ini, lantaran PDA milikku rusak layarnya sehingga aku kini memakai hape jadul yang pernah menjadi milik Karra, anakku.

Lagi asyik bercanda-candi di belakang Iriani memanggilku minta dikirimi sms, nggak jelas apa maksudnya? Aku hampiri Iriani yang asyik ngerumpi dengan Didut, Lucy, Tri K, Wini, Hendra, Andy, dll. “Elo minta sms apa?”
“Gue lagi ngikutin sms em el em, kalau gue nerima sms dari elo nanti gue dapet hadiah. Gue pinjem hape temen-temen tapi pada nggak ngasih. Gue pinjem untuk satu sms”
“Ya udah pake punya gue aja”, sambil memasukan kedua tangan ke dalam saku celana jeans kiri dan kanan. Nggak ada! Alamak hapeku jatuh dimana?.
“Hape gue ilang!”, lalu kucari di tempat yang pernah aku duduki.
“Ada Men?”, kata Hendra.
“Nggak”, jawabku sambil nginyem kehilangan hape.
“Ya udah kita telpon aja, siapa tau diangkat, nomor lo masih sama dengan yang dulu kan?” lanjutnya sambil memencet beberapa tombol di hapenya.
“Halo… nih ada yang ngangkat elo ngomong aja sendiri”. Kudengar suara bergumam kemudian mati.
“Apa katanya”, kata Hendra lagi.
“Mati”
“Tadi suaranya laki apa perempuan?”
“Perempuan”, sambil berharap semoga si perempuan tadi berkenan mengembalikan hapeku.
“Ya udah kita telpon lagi", sekali lagi Hendra memencet tombol hapenya.
“Halo”, Hendra berbicara.
“Ya… dari siapa ya?” Liza bersuara sambil meletakkan hapeku ditelinganya.
Ngeheeee …………….! Aku kena dikerjain.

Aku berterima kasih, ternyata hapeku tidak hilang dan kembali ke genggaman walau harus melewati ritual yang memalukan.

Yang paling senang Andy melihat aksi ini, “Ada temannya”, kira-kira dalam benaknya. Andy kena dikerjain dengan operandi yang sama pagi tadi, di kereta juga.

“Masukin blog ...... masukin blog …. masukin blog” pinta teman-teman. Sekilas hampir sama dengan permintaan kerumunan dalam film Gladiator “Kill …. kill …. kill”.

Makanya cerita dimulai dengan adegan ini, biar kalian tahu bahwa isi blog adalah kisah realita tanpa rekayasa, walaupun aku harus menelan pil pahit di kandang sendiri alias di blog sendiri. Seperti Uun yang meminum Kiranti untuk menghilangan uring-uriangan sepanjang perjalanan akibat akan kedatangan tamunya