Minggu, 29 Desember 2013

Nongol Embat

Tinggal 1 acara Temu Jidad Apadela: Garut 2013 yang tersisa sebelum kembali ke rumah masing-masing, wisata kuliner, sudah pasti makanannya harus ada bau-bau Sundanya. Nama restorannya Pujasega, letaknya di tengah kota Garut tapi jangan kaget kalau ditemukan sawah di pinggir saung, ukurannya sih nggak besar.

Muka-muka lapar
Reservasi pukul 13.00 sudah kelewat, gara-gara macet kami sampai di sini jarum jam sudah nyaris menyentuh angka 3, berhubung makanan belum siap shalat dulu lebih baik. Seolah sudah diatur yang datang terakhir di saung Uni. Aku bilang kepada kawan-kawan sambil memainkan kamera handycam, "Siap ya!, satu ..., dua ..., tiga".
"Panjang umurnya, panjang umurnya, panjang umurnya serta mulia ....".
Uni yang berulang tahun kaget banget!, kedua tangannya menutup mulutnya, biar nggak ketahuan melongo.

Uni keliling menyalami kami satu-persatu, perasaan bahagia tergambar di wajahnya. Ketika duduk dia memengang tas tangannya dengan gemasnya, "Jadi berat ninggalinnya!, Seumur-umur gue nggak penah ngerasain seseneng ini!".


Aku teringat saat Reuni Akbar 55 tahun Smandel, Uni mendatangiku, "Men, gue ikutan Apadela dong!, maksud gue ....., gue bukan Apadela tapi gue pingin ikutan acaranya". Kebersamaan Apadela yang asyik banget yang didengar Uni dari kawan-kawan yang pernah ikut, kini dirasakan sendiri. Apadela emang sip banget!

Namanya juga sudah kelaparan, apa saja yang disajikan para begitu nongol langsung diembat, otak-otak aku kebagian, kerupuk kampung nongol kena embat juga, kroket mampir ke mejaku tinggal piringnya doang keduluan diembat, satu-satu yang yang nggak segera diembat cuma teh hangat.


Makanan utamanya ayam goreng, empal, gurame, lalapan, keredok, sayur asem dan sunda-sundaan lainnya mantep banget, nggak salah memilih tempatnya.

Mencari buah tangan nggak susah tinggal mampir ke toko sebelah yang menjual aneka dodol, keripik dan kerupuk. Lengkap sudah, pipis dulu, baru pulang.


Sedikit evaluasi biar acara berikutnya bertambah bagus. Ketiga bintang tamu merasa puas dan berharap-harap cemas bisa diajak lagi di acara Temu Jidad Apadela berikutnya. Semua peserta senang dan puas kecuali sedikit kritik untuk urusan konsumsi.

Seperti gadis jujur aku tulis aja semuanya. Kekurangan konsumsi bukan karena makanannya kurang banyak, bukan karena makanannya nggak enak, tetapi karena piringnya ...... kurang lebar dan ..... kurang dalam.

Cendol

Penduduk sementara Vila Mewah bertambah dua orang lagi, Ipeng dan kawannya, yang datang jam 12 malam dari Tasikmalaya, mereka nggak lama, jam 1 pagi pulang.


Sepulang Ipeng kawan-kawan sudah dalam posisi tidur, aku mulai mematikan penerangan yang tidak dibutuhkan, mengunci pintu, membagikan selimut, Syamsi salah satunya, "Syamsi, elo belum tidur kan? Mau selimut nggak?". Tangannya mengembil selimut yang aku sodorkan. Eh, emang dasar Syamsi, daya ingatnya nggak panjang, paginya dia bilang, "Semalam aku diselimutin siapa ya?".
Aku bilang aja, "Enak aja diselimutiin!, emang gue emak loh!".

Aku memejamkan mata, mencoba untuk tidur, rasa kantuk sudah lewat, kulihat jam dinding sudah pukul 2, meram lagi, lihat jam lagi sudah nyaris pukul 3, sementara kawan-kawan dengan posisi enak lengkap dengan dengkurnya, aku mulai mengukur dengkur mereka yang aku beri skala 0 sampai dengan 10 sebagai dengkur yang paling keras. Aria dengkur skala 5, Purnomo 4, Ady 7, Syamsi 8, Iriana 6. Lagi asyik menilai tiba-tiba terdengar dengkur dengan skala 12, sakin kencengnya, dan ternyata berasal dari Dicky yang mendengkur persis di kuping kananku.


Nggak hanya dengkur yang aku dengar,  ada juga yang kentutnya keras banget, aku nggak berani asal tuduh karena tidak ada saksi, jam 5 pagi berbunyi lagi untung ada Uun turun mendengar, "Un, siapa yang kentut?.
"Itu yang baju kuning".
Ternyata Ady si anak mama, kalau ada lomba kentut biar Ady yang mewakili Apadela.

Kembali ke jam 3 pagi, aku bangun aja, percuma nggak bisa tidur, menuju kamar mandi yang ada di luar kamar, sudah ada yang mengantri mengambil wudhu shalat tahajut, setelah Wati masuk Fiera, Marlinah sudah menunggu, tapi kok Fiera lama banget ....., ternyata dia mandi, jam 3 pagi mandi? Jangan-jangan melakukan ritual pesugihan.

Iriana Wihardja hooooooooooooi muantaaaab euy air panas gunung daradjat, tambah panas dipeluk om syamsi neeeeh

Sehabis sarapan dan semuanya beres kamipun meninggalkan Vila Mewah menuju Puncak Darajat, tempat pemandian air panas, jalanan lumayan padat, ditambah banyaknya tukang palak.

Pemandangan di Puncak Darajat bagus banget. Berhubung datangnya sudah kesiangan, kolam pemandiannya sudah kayak cendol, kami nggak berlama-lama di sini, sudah saatnya makan siang.



Ke Garut lagi, macet lagi! Lama be-eng, bikin kebelet pipis, untungnya ada pom bensin Pertamina, acara kencing barengpun dimulai, lega banget ....!.

Sakin kebeletnya, di bis kawan-kawan nggak berani minum, sementara aku walaupun ngantuk berat nggak berani tidur ..... takut ngompol!.




Sabtu, 28 Desember 2013

Jatuh Bangun

Nggak terasa magribpun datang, mumpung masih insyaf, berbondonglah lanang-lanang ke salah satu dari 3 mesjid terdekat. Nggak lama Azwardi datang bersama rombongan sirkusnya, istri, anak dan menantu. Mereka mampir sebelum menuju Jogja.


Selepas makan malam kelompok terbentuk dengan sendirinya, emak-emak sibuk berdendang dangdut dengan iringan orgen tunggal, remaja dengan remaja, sementara bandot-bandot ngebanyol di teras belakang bernostalgia dengan cerita remaja tempo dulu.

Sesekali Azwardi dan Ady menengok ke belakang melalui jendela khawatir tutur cerita mereka didengar Andrina dan Ati, cerita yang belum saatnya mereka dengar. Ceritanya banyak banget kalau aku tulis bisa-bisa tebalnya seperti Student Book yang beratnya hampir satu kilo sendiri. Benar-benar kenangan indah, cuma Apadela yang punya.
Waktu aku bilang, "Gue masukin blog ya!".
Serempak mereka menjawab, "JANGAANN!!!, ceritanya buat kita-kita aja!".
Belum apa-apa batal deh aku jadi novelis setebal Student Book, aku bisa memaklumi, kalau cerita terbuka, maka terpaparlah kartu mati mereka.


Ada juga yang bertanya, "Men, elo kan pasti tahu, ada nggak angkatan lain yang kayak kita".
Aku harus menjawab nih, "Kalau angkatan lain sih kebanyakan kompak-kompak, tapi gue nggak perlu sebutin deh mana yang kompak, mana yang nggak. Nah, kalau ngomongin kelas, kan Apadela kelas nih!, kayaknya belum ada yang ngejabanin".

Andrina paling tidak 2 kali mengunjungi teras belakang mengantarkan rebusan dan bajigur bersama pancinya, kami curiga Andrina mau mencuri dengar cerita lelaki.

Enak nih dingin-dingin makan dan minum yang hangat. Aku tuangkan bajigur ke dalam gelas yang menjadi rebutan, wah, cocok juga nih kalau beralih profesi jadi tukang bajigur.


Sambil menunggu jagung dibakar, salah satu makanan favoritku, aku kunjungi rombongan remaja dan emak-emak. Awalnya remaja ditemani dengan orgen tunggal, eh berhubung si pemain nggak banyak mengenal lagi zaman sekarang terpaksa deh rukir posisi dengan emak-emak.

Aku menyaksikan saat Uni, Marlinah dan Wati diplonco, sehabis diplonco aku tanyakan mereka, mendengarkan suara peanggan, enjoy nggak sih?, atau jangan-jangan mereka merasa jadi aliens.
"Elo bisa lihat sendiri dari muka kita-kita, enjoy apa nggaknya kelihatan, dari berangkat sampe sekarang kita enjoy terus kok!. Itu kan tergantung acaranya, dan yang paling penting siapa penyelenggaranya?, kalau Apadela dari dulu kita sering denger acaranya asyik banget!".

Wijanarko Budhi, "Kasidahan dr mana nehh kok ada yang gak pake jilbab".
Ternyata acara emak-emak nggak kalah serunya sama acara bandot-bandot, mereka nyanyi sampai lupa hutang!. Sewaktu pemain orgen menawarkan untuk menyanyikan lagu Jatuh Bangun, aku larang mereka.
"Jangan Jatuh Bangun ......, bukannya apa-apa ....., rumah sakit jauh!".

Vila Mewah

Acara Temu Jidad Apadela Garut dibatasi hanya untuk 36 peserta berhubung kendaraaan yang digunakan cuma berupa bis kecil 29 penumpang dan mobil untuk 7 orang, disamping kapasitas vila yang menjadi pertimbangan.


Peserta yang mau ikutan selain dari kelas 2 IPA 8, Apadela, semakin lama semakin banyak sudah sama dengan nomor sepatuku, 42, berhubung tempatnya terbatas hanya 3 orang yang beruntung, Uni, Marlina, dan Wati.

Biaya yang dipatok bisa dibilang murah banget, per-orang cuma 200 ribu all in. Dari transportasi, sarapan di bis dan makan siang di rumah Tatik ditambah goody bag dari nyonya rumah berupa rengginang, kripik kentang, ladu dan lainnya yang seabrek rasanya sudah balik modal, berikutnya tinggal ambil untungnya doang.

Himawan, "Modus oprandinya Chormen mudah ditebak, pura-pura minum padahal pengen ikut difoto, terus ikut nimbrung wah biasa ......."

Tujuan selanjutnya Vila Mewah, kenapa kami namakan Vila Mewah nanti deh aku kasih tahu. Eksterior dan interior vila didominasi dengan bahan kayu, terkesan agak old fashion, namun suasana hangat di dalam vila terasa banget. Di atas meja pantry sudah teronggok 3 buah tampah bambu berdiameter 60 cm, dua buah diantaranya berisi rebusan, jagung, ubi, pisang, kacang tanah yang masih hangat, sedang satu tampah lagi berisi aneka kue basah. Busyet deh, bagaimana mengabisinya? Banyak beeng!.

Willem Teddy Usmani, "Tetep musti ada Chormen". Himawan, "Pantes merasa paling ganteng terus ....."

Di atas kompor dengan api sedang bercokollah panci ala tukang bajigur, isinya bajigur dengan kolang kaling. Aku coba sedikit. Sedikit menurut ukuranku satu gelas plastik diminum habis lantas diisi penuh lagi. Enak banget sih, rugi kalau cuma sedikit betulan, soalnya rasanya pas banget, hangat-hangat gimana gitu!.
"Asyik banget lo ya!, bikinin gua dong!", Ady tergoda.
Uun ikutan, "Men, gue dibikin dong! Masa cuma istri elu aja yang dibikin masakan!, gue baca status lu di FB, bikin opor, bikin nasi goreng, bikin kare buat istri lu, buat gue bajigur aja deh!".
Jawabanku dalam hati, "Uun nggak usah ngomong begitu juga aku bikinin kok".

Makanan terkonsentrasi di pantry, selain yang aku sebut tadi masih ada somay ayam dan udang, bakso dan bakwan Malang, sate daging dan ayam dengan lontong yang masih ketinggalan di rumah Tatik, dan buah-buah sudah pasti.
Dengan niat baik aku coba semua makanan itu terlebih dahulu, daripada kawan-kawan keracunan ya kan?.


Posisi vila kami di kawasan Rancabango nggak di pinggir jalan tetapi harus masuk ke jalan kecil yang menjorok ke tengah sawah, makanya kami hanya menggunakan mini bus untuk perjalanan kali ini. Suasananya enak banget, entahlah 10 atau 20 tahun ke depan aku yakin suasananya tidak senyaman ini, bakalan banyak bangunan mengikutinya, pertanda ke arah itu sudah terbaca.

Sekarang sih masih enak, masih suasana pedesaan, depan belakang sawah, kiri kanan sawah, bener-bener vila mewah alias mepet sawah.

Carilah Kulit Sampai Ke Garut

Bis melaju melewati Situ Bagendit, salah satu bagian dari kota Garut, tempatnya mantan Bupati Aceng yang fenomenal.  Aria dan Iriana sebagai penunjuk jalan mulai ragu menunjukan arah ke rumah Tatik karena lupa-lupa ingat yang artinya banyak lupanya daripada ingat.

Di suatu persimpangan kami bertanya kepada sekelompok orang, yang nggak terduga terjadi, seseorang bukan hanya menunjukkan bahkan mengantarkan sampai di depan rumah dengan senang hati, ternyata bu Tatik ngetop banget di Garut, aku curiga jangan-jangan Tatik adalah salah satu istri mantan Bupati Aceng.


Meiyar, jago volly Smandel di era kami turut menyambut, istri salah satu pejabat tinggi kepolisian di negeri ini ternyata kampungnya di Garut. Entahlah dulunya dia kelas berapa?, yang pasti dia kagum dengan kekompakan Apadela, yang bisa bikin kelas lain ngiri. Ngiri yang sampai 7 turunan, sekarang baru 2 masih 5 turunan lagi!.

Shalat zuhur sudah kini giliran makan. Nasi liwet dalam periuk besar dibuka, sederet ikan asin peda terlihat, "Ciluuuuk ....... ba!", mereka menyambut. Yang barusan berciluk-ba disingkirkan ke piring kosong.


Meiyar memegang centong, bahasa tubuhnya menunjukan dia kelaparan, namun dia ingin berbuat baik dengan menawarkan nasi pertama ke pinganku, yang seperti ini patut dicurigai.
"Men, mana piring lu, sini gue isiin".
"Elo aja duluan, yang paling atas kan asin banget!".
"Justru itu!, tadinya gue mau ngerjain elo".
Tuh, kan apa aku bilang!, temen sih temen, curiga jalan terus!.

Ady, Rina dan anak-anak masih dalam perjalanan dari Bandung dijemput Inova, dan seperti biasanya datang terlambat dan nyasar ke sana ke mari. Kata Fiera, "Di Kerawang aja nyasar apalagi di Garut". Untung ada polisi yang berbaik hati yang bersedia mengantarkan. Soal makanan mereka nggak perlu takut kehabisan, Tatik menyediakannya banyak banget bisa buat makan orang satu kampung.


Perut kenyang giliran ngantuk datang, nasib baik berpihak kepada kami yang punya Syamsi, mantan penyiar radio gelap Veronica SW1. Dia bercerita tentang perjalan hidupnya yang dikemas dalam gaya stand-up comedy, lucu banget!. Nggak bisa aku ceritakan, panjang banget, bisa satu buku sendiri dan kalau dijual pasti harganya mahal.

Iriana Wihardja Gayanya syamsi n OeOen kompak niyee
Perjalanan dilanjutkan ke tempat kerajinan kulit, siapa tahu ada yang mau beli jaket, sepatu atau tas kulit. Urusan belanja Uun yang suka kalap, anaknya nggak diurusin sementara dia asyik belanja.

Lain Uun, lain pula Syamsi, dia mencari tas sandang. Yang dicari nggak ketemu, tas yang bukan terbuat dari kulit sapi atau buaya melainkan dari kulit nenek.

Ratih tersinggung, "Jangan begitu dong! Gue juga udah nenek-nenek!".

Handphone Obama

Penghujung tahun 2013 acaraku cukup padat, wiskul di Ancol 23/12,Wisata ke Garut 28-29/12 dan Kemping di Situgunung 30/12-01/14. Acara Wiskul terlewat karena badanku nggak mau diajak kompak, rada batuk dan flue, harus minum obat yang membuatku mengantuk.

Wiskul Smandel, Ancol 23/12/2013
Pagi ini aku agak gelagapan karena bangun kesiangan, untungnya aku nggak janjian ketemuan di YTKI kalau nggak bisa kena amuk massa, Temu Jidad Apadela: Garut 28-29 Desember 2013, akibat datang terlambat. Di Rest Area KM 19 jalan tol menuju Cikampek aku nggak menunggu lama setelah diantar oleh istri, paling-paling hanya 2 menit.


Sambil menunggu kawan yang membuang air kecil di RA19, aku, Aria, Iriana, Dicky dan Syamsi melakukan sesuatu yang paling populer, selfie, kosa kata yang baru saja masuk kamus bahasa Inggris - Oxford, gara-gara ulah pimpinan dunia, Obama diantaranya. Tinggal jepret masuk facebook, nggak berapa lama sudah 15 orang yang nge-like foto selfie kami.

"Emangnya cuma Obama aja yang bisa",  sepontan keluar kalimat itu dari mulutku, tanpa diduga dengan keluguannya Syamsi bereaksi, "Coba Men lihat ..... hape yang dipake Obama".
Syamsi banget!, istilahnya Fiera, "Syamsi tulalit pretttt".

Selfie
Aku biarin aja, nggak perlu dikoreksi, paling nggak di mata Syamsi aku punya hape yang sama dengan punya Obama, hebat kan!.

Menaiki bis aku salami satu-persatu, Uun, Fiera, Wati, Uni, Marlina Yeni duduk di depan, biar gampang mengambil makanan. Dicky dan Syamsi yang gemuk-gemuk duduk di belakang biar gampang jadi ganjal kalau bis nggak kuat nanjak.


Bis mulai berjalan, semua dalam kendali supir termasuk lagu karaokenya karena nggak ada satupun yang membawa cd. Aku sebetulnya bawa kabel aux, yang bisa menyambungkan sound system bis dengah hapeku, hapenya Obama, tetapi nggak apa-apa deh selera si supir nggak jelek-jelek amat.

Fiera, "Subhanallah alhamdulillah ... glekk ...cesss", Yenny, "Muantap euy ..... em", Tatil, "Cepet keburu abis sm kucing Fier", Fiera, "Maunya cpt sampai Tat. Apa daya lama perjalanan tergantung pak supir". Iriana, "Pasukan sambaal mendekati sasaran nih te Tatik, posisi rel KA Nagreg".


Tanah longsor di beberapa tempat membuat kami datang sedikit terlambat, 2 jam dari perkiraan. Arem-arem dan aneka kue diandalkan sebagai ganjalan, sambil membayangkan lezatnya makan siang dari foto yang dikirim lewat bbm. Maunya cepat sampai tetapi semua tergantung pak supir.

Sekian dulu ya ceritanya, soalnya keripik kentang buah-tangan Tatik yang menemaniku menulis sudah habis.

Rabu, 04 Desember 2013