Sabtu, 03 Desember 2016

Mannequin Challenge di Kota Toea


Dari menu peserta keluyuran di Kota Toea, kelihatannya orangnya asyik-asyik, photographer Smandel ada dalam daftar, Eddy Ritar, Komara Abdullah, Lutfi Achyar, ditambah Irma adik Mercy, kesimpulannya nggak perlu lari-lari nyari kamera, sip banget!.

Aku cukup membawa kamera video pocket yang kecil-kecil cabe rawit, dengan batere cadangannya, tapi …..?. Kok main tapi-tapian?. Tapi aku lupa ngosongin memory-nya, rasanya kayak kepinteran banget gue!.

Aku semangat banget ingin membuat video mannequin challenge, lagu yang pas untuk video tersebut sudah aku cari beberapa hari sebelumnya, tumben, biasanya aku melakukan sesuatu pada saat-saat terakhir. Mulai dari lagu Betawi, Kicir-Kicir, Ondel-Ondel, lagu popular yang ada Jakartanya, sampai akhirnya aku jatuhkan pilihan kepada Walking on Sunshine, tarikan nada Katrina & the Waves. MP3nya aku dapat dari grup WA angkatanku, kebetulan yang bertugas memenuhi permintan lagu Azwardi yang menggantikan Iwon yang konon lagi cuti hamil.

Nggak sulit mencari orang yang mau ikutan mannequin challenge, hampir semuanya mau, jadi terkesan umplek-umplekan, lokasi pertama di halaman museum Bahari. Nggak apa-apa nanti bikin lagi di lokasi yang lain, yang lebih serius.

Video clip sudah aku unggah ke youtube, banyak yang protes karena nggak bisa dilihat, penyebabnya aku memakai lagu yang ber-royality, jadi ada 2 syarat, mereka boleh pasang iklan dan hanya bisa dilihat oleh perangkat tertentu. Nah, aku sarankan link ini dibuka melalu PC, Mac atau hape tertentu.
Kami memasuki bangunan tua yang pernah menjadi saksi meletusnya gunung Krakatau. Di lantai 2 di salah satu ruangan terdapat diorama legenda lautan, diantaranya Kapten Davy Jones yang menjadi nahkoda the Flying Dutchman, yang terkenal lewat film Pirates of the Caribbean.

Nah, di tempat pesis di depan Kapten Davy Jones kami ingin sekali lagi melakukan mannequin challenge, tapi percaya nggak berkali-kali gagal.

Pertama, batere kameraku habis padahal menurut perhitunganku belum waktunya, kedua mau pakai kamera Irma nggak bisa karena kurang peka terhadap cahaya yang seadanya, ketiga, pakai kamera Eddy Rittar yang canggih, setelah dikotak-katik tetap aja nggak bisa jadi kamera video, terakhir, pakai handphone Fifi Mutia nggak bisa ngerekam. Suasananya nggak enak, apalagi beberapa saat sebelum ini daun pintu tiba-tiba dibanting, nggak tahu apa penyebabnya.

Aku mengajak kawan-kawan untuk keluar ruangan, kayaknya ada yang nggak suka dengan kehadiran kami di sini sambil berpesan kepada kawan-kawan, “Nanti kalau ada yang nyolek-nyolek bukan aku ya!, aku udah turun”.

Di suatu ruangan yang sepi, aku merasa ada yang mengikuti, tiba-tiba ada yang mengelus tengkukku, bulu kuduk tanpa diperintah berdiri, serem banget!. Aku memberanikan diri berbalik, nggak ada siapa-siapa. Ada yang bilang dalam kondisi seperti ini kita tidak boleh menunjukan rasa takut, akupun memberanikan diri, “Ayo ngaku siapa tadi yang nyolek-nyolek gue!!!”. Aku mulai mengatur irama jantung yang tadi berdetak keras, setelah tenang aku baru menyadari bagian terakhir cerita ini hanya mimpi.

Bersepeda di Kota Toea



“Bang Omen goncengin aku dong!”, setidaknya ada 2 wanita yang berkata begitu, mbak Toeti angkatan 1973 dan Hikmawati 1982.
“Jangan deh aku nggak berani, aku naik sepeda di gym aja jatoh apalagi di sini”, demikian kelakarku.
Aku memang punya beberapa alasan mengapa aku nggak berani membocengi mereka, pertama dari 4 buah sepeda ontel yang aku coba semuanya nggak enak dikendarai, waktu aku bilang ke bapak tukang ontel, “Pak, sepedanya yang paling enak yang mana?”.
Eh, si bapak ontel menjawabnya, “Semuanya sama, enak nggaknya tergantung bagaimana bawanya”, ternyata sepeda nggak boleh disalahin. Untung aku nggak bisa mendengar suara hati si bapak, kalau saja bisa pasti dia berkata, “Elo aja yang bego nggak bisa naik sepeda, eh sepeda gue yang disalahin”.

Linda Tandjoeng
Linda Tandjoeng Kereeeen Mpi... ๐Ÿ‘
Winda Liza
Winda Liza Gak mau nge like ah... abis iri... gak diajak hehehe

Alasan kedua kalau berboncengan tingkat resiko meningkat 3 kali lipat, dan alasan yang paling kuat mengapa aku nggak mau boncengan karena besok, 4 Desember 2016, aku berulang tahun, nah kalau jatuh atau kecelakaan, masa aku ngerayain ulang tahunku di ruang perawatan rumah sakit, nggak mau ah!.

 
Acara keluyuran di Kota Toea ini awalnya dibuat oleh Ikatan Alumni Smandel, tapi nggak tahu kenapa si PIC tiba-tiba mundur sementara peminat sudah cukup lumayan, akibatnya aku yang menjadi sasaran tembak, selalu ditanyain oleh emak-emak gaek angkatan 60an dan 70an, sebetulnya salah alamat karena aku bukan pengurus maupun penggemuk organisasi alumni kita.

Aku coba mencari solusi dengan meminta kesedian Rian Mega, sekondan naik gunung zaman sekolah. Rian Apadelaer rasa original, Anak IPA Delapan, namun berbeda tahun denganku. Dia 1 IPA 8 angkatan 82, sedangkan aku 2 IPA 8 angkatan 81. Rian mau jadi EO Keluyuan di Kota Toea, sayangnya saat disosialisai oleh Ikatan Alumni Smandel peminatnya hanya 6 orang.


Tahun hampir berganti namun belum satupun kegiatan Ikatan Alumni Smandel, berhubung harus pecah telur, acara Keluyuran ini yang paling tepat, dalam waktu seminggu dengan sedikit woro-woro dapat deh 40 orang, hasil yang nggak jelek.

“Ayuk jalan”, ajakan guide sekaligus koordinator ojek sepeda ontel yang kami sewa, mulailah bersepada tidak di jalur khusus sepeda melainkan membaur dengan motor, mobil, angkot, bis, bahkan truk. Rutenya mampir di Toko Merah yang pernah menjadi tempat pembantai salah satu etnis, kemudian ke pelabuhan Sunda Kelapa, Museum Bahari dan Menara Syah Bandar, jembatan Kota Intan, sebelum kembali ke Museum untuk makan siang di salah satu cafรฉ.


Jalannya full of horror, harus berkali-kali melintasi kendaraan yang segede-gede gaban, jembatan, beberapa turunan dan tanjakan.

Pada suatu turunan sepeda Aziz menyusul sepedaku dan kawan-kawan, ngebut banget.
“Aziz, jangang ngebut-ngebut!, nanti jatuh”, aku menasihati dengan sedikit berteriak.
“Masalahnya gue nggak tahu remnya yang manaaaa …..!!!”, jawab Aziz.
Buru-buru aku mengirim doa agar sepeda bung AA berhenti.
Syukurlah akhirnya itu sepeda berhenti, yang pasti bukan karena doa menghentikan sepeda yang aku lakukan karena doa itu belum sempat diajari oleh ustad Rory. Ternyata si sepeda berhenti di tanjakan karena nggak kuat nanjak.
“Aziz, remnya yang ini”, kataku sambil memegang lampu sepedanya.
“Oh …., pantesan!, gue kira yang ini”, jawabnya sambil menekan bel sepeda mekanik yang berbunyi, “kring … kring …. kring”.




[10/12 22.42] Nung Harahap 887: ๐Ÿ˜Š๐Ÿ‘
[10/12 23.06] Riry Sarifah: kereen Men ..๐Ÿ‘๐Ÿผ
[10/12 23.12] Evi Puspa Tongtek: Wuiih bagus ๐Ÿ‘๐Ÿป
[10/12 23.17] Abdul Aziz: Manstaaaabbbbb ๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ‘
[11/12 02.46] Marcy Sugeng: Hahaha Chormen lucu , top deh ..... ๐Ÿ‘๐Ÿ‘
[11/12 04.41] Najmiah Kosasih: ๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ‘

Keluyuran di Kota Toea

Mercylia Mochtar Smandel 1983


Ikatan Alumni SMAN 8 : Jalan-jalan ke Kota Tua 'yang tidak pernah tua', 3 Desember 2016

Jakarta dengan landmark Kota Tua adalah pesona wisata sejarah di Jakarta yang memberi banyak pengetahuan, khususnya jika kita masuk ke Museum Fatahillah dan sejumlah spot menarik lainnya di sana.


Kawasan Kota Tua yang dulu bernama Batavia Lama adalah tempat yang menyimpan nilai sejarah tinggi. Berbagai peninggalan masa lampau masih dapat dijumpai di kawasan yang selalu ramai saat akhir pekan ini.

Wisata Kota Tua sangat tepat bagi para penikmat sejarah atau yang suka menelusuri jejak historis. Juga, para pecinta fotografi akan selalu suka datang ke Kota Tua di Jakarta ini.

Tidak hanya wisatawan dalam negeri, para turis yang datang ke Jakarta bahkan suka menjejakkan kakinya di tempat wisata Kota Tua. Ini tak terlepas dari gencarnya promosi wisata Jakarta ke dunia internasional. Wajah Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi Indonesia secara perlahan sedang bertransformasi sebagai salah satu destinasi favorit bagi para wisatawan.

Ada sejumlah tempat wisata Kota Tua di Jakarta yang patut dikunjungi. Selain menelusuri tempat-tempat historis, wisata Kota Tua menyuguhkan sajian kuliner yang dapat dinikmati seperti Cafe Batavia, atau kita dapat mampir ke Cafe Gazebo untuk menikmati sajian makanan tradisional, dan resto lainnya.

Tak kalah kurang, jajanan yang kerap dijumpai seperti gado-gado, soto, hingga kerak telor pun tersedia banyak di sana.

1. Museum Fatahillah (part of The Phenomenal Musem Jakarta)
Museum ini adalah bagian yang tak terpisahkan dari riwayat Jakarta itu sendiri, itulah sebab dinamakan sebagai Museum Sejarah Jakarta, atau juga Museum Batavia. Di masa lampau, tepatnya era penjajahan VOC, bangunan museum ini memiliki fungsi sebagai balai kota, ruang pengadilan, dan penjara baรณwah tanah.


2. Pelabuhan Sunda Kelapa
Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta adalah sebuah pelabuhan yang dahulu telah menghubungkan Indonesia dengan dunia luar. Pelabuhan ini adalah tempat persinggahan banyak kapal mancanegara yang datang untuk perdagangan.
Pelabuhan historis di Jakarta ini bahkan telah ada jauh sebelum kota Jakarta itu ada. Eksistensi Pelabuhan Sunda Kelapa berjalan dari masa ke masa, mulai dari kerajaan Pajajaran, kedatangan Portugis, kekuasaan Kerajaan Demak, hingga penjajahan Belanda. Saat ini, pelabuhan Sunda Kelapa adalah bagian dari wisata Jakarta yang menarik untuk dikunjungi.

3. Toko Merah adalah rumah dari Baron Van Imhoff, seorang Gubernur Jenderal VOC yang juga adalah pendiri Istana Bogor. Bangunan Toko Merah ini sesuai namanya berwarna merah, saat masuk ke dalamnya kita akan menjumpai betapa terawat dan terjaga keaslian bagian dalam dari bangunan Toko Merah ini.

4. Museum Bahari
Museum Bahari adalah museum yang menyimpan koleksi yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke yang berlokasi di seberang Pelabuhan Sunda Kelapa. Museum Bahari adalah salah satu dari delapan museum yang berada di bawah pengawasan dari Dinas Kebudayaan Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

5. Jembatan Kota Intan
Jembatan yang dibangun Belanda di tahun 1600-an ini merupakan penghubung utama bagi penduduk sekitar untuk menuju ke pasar ayam. Jembatan ini tidak seperti jembatan pada umumnya, namun konstruksi jembatan kayu ini dikondisikan khusus agar saat kapal dari dan menuju ke pelabuhan melewati kali besar dengan mudah. Ini terbukti dengan adanya sambungan jembatan di posisi tengah, sehingga saat kapal akan lewat maka jembatan ini bisa terangkat. Bisa dikatakan jembatan ini adalah bukti betapa sibuknya kota batavia kuno sebagai kota pelabuhan utama di pulau jawa



From : www.initempatwisata.com, dan Wikipedia
(Melda Anastasia : Wisata Kota Tua Jakarta, Ini 5 Landmark Historis!)