Minggu, 25 Mei 2014

Aksara China



“Men, Syamsi ...!!!”, kata Ady sambil mendatangiku.
“Lagi boker”, jawabku saat di ruang tunggu terminal Bandara Soetta.
“Nah, itu gue barusan dari toilet, ada yang gue mau ceritain ke elu, masukin blog elu ya!”.
Satu lagi nih story by request, kalau dibayar aku cepet kaya kali ya.


Nah, Syamsi punya sepatu baru berwarna putih yang dibelinya di Pasar Jatinegara. Namanya sepatu baru, pasti dia sayang dengan sepatu itu, masih belum tegah terkena air atau yang kotor-kotor. Ady masuk ke toilet dilihatnya di luar pintu WC dan Ady bisa menebak bahwa Syamsi ada di dalamnya, kamu tahu kenapa?, soalnya di depan pintu toilet ada sepasang sepatunya Syamsi, “Masa masuk toilet kayak mau masuk masjid!”, begitu kata Ady dalam ceritanya.

Pesawat AA yag kami tumpangi hanya sampai Kuala Lumpur, untuk selanjutnya ganti pesawat menuju Beijing. Semua bersiap memakai jaket karena penerbangan ke Beijing cukup lama. Eh, Lisa lupa kombinasi kopernya, untung ada Mc. the O Gyver, akhirnya jaket Lisa bisa keluar dari penjaranya.



Pesawat tiba di Beijing tengah malam, tanggal sudah berganti, saatnya mengambil bagasi dan memindahkannya ke atas trolley, nggak sulit memilihnya karena semua koper ada name tag APADELA.

Sahabat kami, Lina, wanita Manchuria menjemput kami beserta supir dan bus yang membawa kami ke Phoenix Suyuan Hotel, lumayan jauh dari bandara.

Aku satu kamar dengan Ady, kami mandi bergiliran, segar banget setelah hampir 20 jam dari mandiku yang terakhir. Habis mandi kuterus tidur, kalimat kebalikan dari lagu anak-anak bangun tidur kuterus mandi.

Sebelum kesadaranku hilang, aku mendengar suara dengkur Ady, aku bangun suara yang sama masih ada. Nyenyak banget nih orang tidurnya.

Setelah ngumpulin nyawa kami berdua memenuhi panggilan suara perut yang keroncongan, sampai di restoran ternyata kami menjadi pertama di situ. Nggak lama muncul suara-suara manusia. Loh kok di China aku mengerti ucapan mereka, ajaib!. Eh, ternyata suara tersebut milik Darma Wanita Apadela.


Acara pertama foto-foto yang menjadi sasaran tulisan beraksara China. Tulisan tersebut sudah bisa menjelaskan di mana kami berada ya kan?. Bis, plang jalan, reklame, semuanya jadi sasaran foto. Kalau kamu bertanya, “Kok nggak fotoan sama orang China?”. Jawabannya sederhana, “Kalau orang China di Jakarta juga banyak”.


Pernah kawanku bercerita tentang foto aksara China, kebetulan dilihat oleh yang mengerti tulisan itu.
“Emang kamu tahu arti tulisan di foto kamu itu?”.
“Nggak!, emang tulisan itu artinya apa?”.
“Aku kasih tahu nih ya!, tulisan itu artinya Pengobatan Turun Berok!”.

Sabtu, 24 Mei 2014

Brondong Bandara Soetta


Akhirnya hari yang kami tunggu datang juga, hari keberangkatan menuju Beijing melalui Kuala Lumpur. Tentu saja dengan sedikit deg-degan karena rute Kuala Lumpur - Beijing merupakan rute yang sama dengan MH 317 yang hilang tak tahu rimbanya.


Selepas shalat subuh aku sudah mulai bersiap, bawaanku koper kabin dan backpack. Sebetulnya berangkat dengan satu ransel sudah cukup, koper aku bawa buat tempat tentengan pesenan berupa topi tentara China dan coklat. Sederhana ya!.

Aku diantar hingga pangkalan Damri di Bekasi saat matahari beranjak naik. Mengunakan fasilitas wifi yang ada di dalam bis aku bisa mengetahui betapa hebohnya kawan sekelasku 2 IPA 8, Apadela, yang mau Temu Jidad Apadela: the Great Wall.


Bus melaju tanpa hambatan di luar perkiraanku, macet, naga-naganya bakal kecepetan. Mau bilang, “Pak supir, jalannya pelan-pelan!”, takut ditabokin para penumpang.

Untungnya sudah datang beberapa pasukan oranye, yang pasti bukan petugas kebersihan. Pertama datang Tatik dari Garut bersama rombongan sirkusnya.

Kami menunggu kawan yang belum datang di tempat check-in. Di sini setiap penumpang yang berpakaian oranye kami perhatian, tentu saja penumpang tersebut memperhatikan kami sesama oranye.


Nah, saat menunggu aku melihat Uun yang asyik berbincang dengan brondong, lelaki architek muda lulusan Undip. 30 menit kemudian mereka aku hampiri.
“Un, udah dapet namanya belum?”.
“Belum”.
“Udah dapet hapenya belum?”.
“Belum juga”.
“Aduh Un, masa udah 30 menit belum dapet juga. Ya udah tanya dong!”.

Akhirnya dapat deh nama dan nomor hape si architek yang namanya kami rahasiakan tetapi tampangnya nggak. Nah, berikut foto Uun dan si Brondong, kalau ada Jimbo di situ, anggap aja orang ketiga, maksudku sebagai saksi bahwa ceritaku nggak mengada-ada.


“Bikin cerita Men!, judulnya sudah 30 menit belum dapet apa-apa”, dan beberapa judul lain dari Apadelaers. Aku mempunyai judul sendiri, awalnya aku ingin beri judul Brondong Jagung Bandara Soetta.

Lumayan buat acara seru-seruan sambil menunggu Andrina si kepala rombongan yang datang paling telat, padahal dia menasehati kami untuk datang 2 jam sebelum boarding.

Nah, kembali ke soal brondong. Sebagai Kakak Pertama aku menasehati Uun agar jangan membuang waktu. Dalam mendekati brondong aku memang sangat berpengalaman.
Biasanya dalam waktu 3 menit aku sudah dapat nama si brondong.
Menit kelima aku dapat nomor hapenya.
Begitu menit kesepuluh aku sudah mendapatkan tabokan darinya.