Sabtu, 11 Maret 2017

Minta Izin Glamping



Men …
Kok elo selalu dapet ijin ya, kalau acara jalan jalan …
Enak bener ya
(antara ngiri dan bingung)
Tulisan di atas aku kutip dari WA grup Apadela kiriman Kania, dan aku jawab singkat, ”Lain kalau orang baik”.


Aku kalau keluyuran nggak pernah dilarang istriku asal ngasih tahu ke mana dan perginya dengan siapa. Aku selalu bicara apa adanya, maklum lelaki jujur.

Pernah nih terjadi KLB, kejadian luar biasa, yang nggak bakal aku lupakan, kalimat bahkan setiap kata yang diucapkan istri masih kuingat satu-persatu. Peristiwanya seperti ini, don’t try this at home pesanku.

Ceritanya aku pergi bersama kawan-kawan SMPku, sampai di rumah jam 2 pagi. Aku lihat dari jendela kaca istriku tidur di sofa dengan teve masih menyala, pertanda dia kelelahan menungguku. Aku membangunkannya dengan dering telpon, Inka terbangun dan melangkah ke arah pintu utama, membuka kunci dan ……. eng, ing, eng …….
Ngangon

“Kok pulangnya malem banget”, istriku menyambut dengan suara lembut.
“Sebetulnya acaranya selesai jam setengah satu”, jawabku.
“Iya kamu juga pergi dari rumahnya juga udah jam sepuluh”.
“Tadi nganterin Bunga  dulu”. Bunga bukan nama sebenarnya.
“Kok nganterin Bunga, bukannya Bunga biasanya naik mobil nyetir sendiri”.
“Iya, Bunga nyetir sendiri, tadi jalanan udah sepi, takut ada apa-apa jadi aku ikutin mobilnya sampai depan rumah abis gitu baru aku pulang”.
“Itu artinya aku nggak salah milih suami”.
WHAAATTT!!!!!!!, aku yang bingung, nggak salah nih yang diucapkannya, aku pikir bakalan terjadi KDRT, kekerasan alam rumah tangga, atau ….. Inka ngomong begitu sakin marahnya. Aku pura-pura kurang dengar untuk mendapatkan konfirmasi.
“Sorry, barusan kamu ngomong apa? Nggak kedengeran soalnya pelan banget”.
“I-tu ar-ti-nya a-ku nggak sa-lah mi-lih su-a-mi!, kamu tetep nggak berubah selalu baik dan perhatian sama temen kamu, kalau terjadi apa-apa sama Bunga, kita bakalan nyesel banget!, nanti kalau ada kejadian seperti ini lagi, jangan ragu-ragu untuk mengulanginya!, laki-laki harus begitu!, harus bertanggung jawab atas keselamatan temennya. Aku tidur duluan ya, ngantuk banget”.

Aku ke kamar mandi, bersih-bersih dan berganti pakaian sebelum tidur di sebelah Lady in Red, karena Inka tidur dengan daster merahnya sambil berkata dalam hati, “Aku juga nggak salah milih istri”.
So sweet ya?.

Di sisi lain aku berusaha mengajak Apadelaers untuk ikutan glamping, walau terkadang hasilnya kurang memuaskan.
Berikut dialog dengan Willem Teddy Usmani,
“Teddy berhasil? Kalau belum coba lagi”.
“Takut kena centong”.

Dialog dengan Wijanarko Budi,
"Budi, dapat izin nggak".
"Nggak berhasil juga Men. Malah centong udah 3 yang rusak!".

Ini dialog dengan Ahmad Himawan,
“Iwan udah dapet izin glamping belum?”.
“Lagi ngonsep proposalnya”
“Harus berhasil Wan”
“Ehmmm kalimat lain dari slogannya SBY nih … Bersama Kita Bisa ….. Enak di eloe benjol di gue”

Minggu, 05 Maret 2017

Glamping Yuk!



Sempatkan deh kamu mempelajari human behavior, ilmunya asyik banget, contohnya nih waktu acara 35 tahun angkatanku, Smandel 1981, aku sempat berbincang dengan ibu Ketumbar, Ketua Umum Baru, Amyta Miranti namanya, nggak sampai 5 menit bicara aku bisa tahu sifat utamanya. Orangnya rada-rada konservatif. Konservatif bukan berarti jelek ya.


Rencananya angkatan kami mau bikin acara olah raga bersama terinspirasi acara 17an di Kebun Raya Bogor yang ada jalan-jalan, kuliner sekaligus olah raga, “Bantuin dong kalau kita bikin acara”.


Kalau aku datang di salah satu café di bilangan Tebet, artinya aku mengiyakan permintaannya, begitu duduk di bangku samping kirinya, langsung disodori pertanyaan.
“Kamu pernah bikin acara tea walk?”.
“Nggak”.
“Kenal EO yang bisa bikin tea walk nggak?”.
“Nggak”.
“Ya …, aku kirain tahu”, nada kecewanya terciri jelas.
Konservatif kan orangnya, hari begini masih mengandalkan tea walk, acara warisan Belanda. Aku sendiri pertama kali tea walk 38 tahun lalu sebelum penjurusan, bareng Jaya, Edwin, Sunu, Erlina, Dewi Triana, Jefri, kelas 1-1, dari Cibogo ke puncak pas.


Aku sedikit menjelaskan nggak enaknya tea walk, kalau kesiangan panas banget, harus pagi-pagi berangkat dari Jakarta, kalau harus menunggu 1 jam di Gadog karena buka tutup jalanan bisa bubar acaranya, nyari kuliner susah karena macet, repot banget deh pokoknya.

“Kamu pinginnya kongkow yang sekaligus ada olah raganya kan?”, aku menggali keinginan Amyta.
“Iya, jadi bikin apa dong?”.
“Glamping aja!, glamping itu glamour camping, tidurnya di tenda yang ada kasurnya, ada listrik jadi handphone bisa aktif terus, ada kamar mandi, nanti trekking ke air terjun, coba nih kamu lihat, keren kan?”.
“Ih, keren banget!”.
Jelas keren lah, wong yang aku kasih lihat foto kemping di puncak Darma dan air terjun cantik Ciletuh, curang ya!, nggak apa-apalah daripada kita panas-panasan tea walk ya nggak sih?.

Singkatnya, seminggu kemudian kami melakukan survei lokasi glamping di Cijeruk dan Sentul, aku segera mengurus exit permit dari wanita yang fotonya ada di surat nikahku, sekalian aja dari pagi sampai malam soalnya diajak ke acara anak IPS 81, walaupun izin perpanjangan exit permit nggak pernah sulit dan dipersulit.

Seperti biasa sesuai prosedur operasi baku, istriku, Inka, selalu bertanya dengan siapa aja aku pergi, aku jawab pertanyaan itu, “Naik mobil Arief, bareng Bethon, Liza, dan Amyta”.
“Amyta itu yang mana?, kayaknya baru sekali ini denger namanya”.
Arief, istriku suka hasil jepretannya, Bethon sudah pernah ke rumah, sedangkan Liza siapa yang nggak kenal mantan preman Cijantung, “Amyta itu ketua angkatan, temennya sahabat kamu, Rina Samsu”. Tujuannya hanya satu kalau ada berita penting yang harus disampaikan kepadaku sementara hapeku lagi nggak berfungsi Inka bisa menghubungi aku melalui yang pergi bareng denganku, biasanya perlu bantuan Daisy. Apalagi dalam keadaan darurat ya kan?.

Keadaan darurat yang aku maksud, misalnya:
“Amen, cepet pulang!!!!, kita di rumah kena musibah, kelaparan, nggak pada bisa makan ……… centong kebawa!!!”



Amyta Miranti, "Ya makanya jangan suka bawa2 centong".