Sabtu, 30 Januari 2016

Belajar Betawi di Setu Babakan





Hapeku berbunyi, Azwardi tertera, dia mau ke rumah Oeoen tapi nyasar sampai Cinere, aku nggak ngerti daerah sini, aku kasih Oeoen aja untuk memandu. Selain Azwardi ada beberapanya yang tiba-tiba nongol, Made, salah satu diantaranya.

Sehabis shalat Zhuhur berjamaah, rombongan 1983, NinAd, Sita, Furqon, Betty, dkk membesuk rekannya di rumah sakit, Dani 1980 dan keluarga ada acara lain. Sisanya lanjut dengan Jalan Jalan Sore.

Rasanya masih kurang susah berhujan-hujanan di UI Depok, atau karena perut sudah diisi lontong sayur lengkap dengan telur, ati, empela dan usus, kawan-kawan masih mau jalan jalan sore di Setu Babakan diajak Jaya.
“Emang ada apa di Setu Babakan?”, kalau itu yang kamau tanyakan, artinya sama dengan pertanyaanku juga.
“Setu Babakan itu danau, ada rumah Betawi yang dilestaikan, kita bisa foto di rumah itu, kalau mau makan di sekeliling danau banyak yang jual makanan, tapi gerobakan ya”, demikian penjelasan Jaya.

Kuliner Betawi kami rasakan bukan di Setu Babakan tapi agak keluar dari lokasi, kasihan Azwardi nanti dia tersinggung masa meneraktir kita makan gerobakan. Nggak lengkap kalau nggak minum bir pletok.

Berhubung akhir pekan Setu Babakan ramai dengan pengunjung, tempat rekreasi yang murah karena nggak pakai bayar kecuali biaya parkir ke tukang parkir tak resmi.

Di danau tersedia sepeda air dengan badan sepeda air berbentuk bebek, naga, kelinci dan binatang lainnya, sayang nggak ada yang berbentuk onta, kalau ada aku mau menaikinya.

Jajanan Betawi banyak tersedia di sini, kue rangi yang panas keluar dari panggangan di hargai 4.000 rupiah per loyang. Kerak telor pastinya ngggak ketinggalan.  Jajanan dari zaman Jakarta masih bernama Batavia atau bahkan Sunda Kelapa juga ada, seperti sagon, kembang goyang, rengginang dll.

Minumannya selain bir pletok ada es selendang mayang, Betawi banget ya!.

“Budaya Betawi nggak lengkap kalau nggak ada ondel-ondel, bisa ngibing bareng nggak di Setu Babakan, bisa nonton ondel-ondel nggak di sana?”.
“Nggak perlu, ondel-ondelnya bawa sendiri”.

Sabtu, 23 Januari 2016

Bertualanglah Sampai ke Depok



Pagi ini aku agak resah, bayangkan aja dari semalam hujan turun ndak berhenti padahal pagi ini ada acara JJP alias jalan-jalan pagi barengan Ilalang, Ikatan Alumni Petualang, Smandel.


Tumben-tumbenan sehabis Subuhan Nilam telpon. Yang tumben Nilam telpon ya bukan aku tumben Subuhan. Nilam menanyakan, “Yang berangkat bareng dari stasiun Cawang jam berapa?”.

Waduh sudah hampir setengah enam, sementara laporan dari Manggarai, Depok, Cibubur, Bekasi si hujan belum ada tanda-tanda mau berhenti. Berdasarkan pendapat NinAd dan Ida, mungkin hanya mereka yang belum melaksanakan ritual tarik selimut, akhirya aku batalkan segera aja rencana JJP kali ini di grup WA Ilalang, 881 dan Apadela, daripada mereka kecele kan, sudah datang nggak ada orang, nyap-nyap nggak bakalan berhenti deh sebelum itu mulut kena lakban.


Eh, ternyata aku kena jebakan Betmen, nggak lama setelah dibatalin si hujan berhenti. Sementara itu kawan-kawan dengan semangat 45 pada mau ke Depok, nggak takut sakit. Semangat boleh 45 tapi kudu lihat umur yang sudah 54.

Belum lagi Oeoen laporan kalau dia sudah menyiapkan lontong sayur di rumahnya. Waduh, aku jadi nggak enak hati, buru-buru mandi pagi, pakai baju, dan ambil kunci mobil.
“Nggak jadi naik kereta? Kok pakai baju nggak pakai kaos aja”, tanya Inka yang semula aku minta untuk mengantarkanku ke stasiun terdekat.
“Nggak ikut jalan langsung ke rumah Oeoen aja, naik mobil aja ujan”, timpalku.


Sampai rumah Oeoen langsung ditawari kopi. “Men, elo mau gue bikinin kopi?”.
Hari begini kopi dibikin orang lain???. Nggak deh, aku takut kopinya dicampur sianida.


Sambil menikmati uli bakar yang masih hangat, “Men, yang jalan-jalan padi di UI Depok banyak nggak?”, Oeoen bertanya.
“Banyak juga Oen, nih lihat aja fotonya”, jawabku sambal memperlihatkan foto mereka di WA.
“Rame juga ya?, padahal ka elo udah batalin!”.
“Justru itu gue batalin, kalau nggak dibatalin bisa-bisa nggak muat rumah Oeoen”.
“Kalau gitu gue pesen lagi nih uli bakar”.
“Nanti aja biar mereka dateng masih anget”.
“Eh, mana bisa belinya ngantri”.

Nah, asal kamu tahu ya tadi Oeoen pagi buta bilang sudah menyiapkan lontong sayur, padahal waktu aku datang lontong sayurnya belum dibeli. Sudah ketularan Batman bikin jebakan Betmen.

Kawan-kawan masih di UI Depok tidak untuk jalan-jalan pagi, rupanya mereka termasuk anak yang penurut, mereka semua mematuhi bahwa JJP DIBATALKAN!!!.
“Lah, kok mereka tetep ke UI Depok?”.
“Nah, itulah kesalahanku lupa membatalkan PPP alias Photo Photo Pagi”

Sabtu, 09 Januari 2016

Lomba Kelek Gunung Pancar

"Mana jurinya ...??? edisi lomba wangi kelek se Gunung Pancar ...." Mancha
"Ediiiiiiittt", Dewi Elina.
"Ediiiittttt .... Iya bikin malu orang", Ninam
"Pantesan waktu di warung ada bau-bau apa gitu ....", Jaya
"Bener kata istrinya mas Adjie sepulang dari gunung Pancar mobilnya harus dimandiin kembang 7 rupa untuk ngilangin bau yang nggak ilang-ilang", Jaya.
"Miris", Indil.
"Hahahaha ... basah-basah basah. Duh aku baca komen ampe sakit peyuuut neee", Riry.
"Mobil dah dimandiin air kembang", Adjie.
"7 sumur nggak?, Indra.
"Iya lah", Adjie.



Penjaga Pos 1, Ida Rose, "Tapi aku hepi kok, biar lama nongkrong di warung, hehehe ..."
Bethon, "Makanya sarapan yang banyak biar ga keleyengan".
 Ida Rose, " Hahaha.. mas Bethon jangan buka rahasia ya".


"Klo gw ga diajak jln2 lg, runyam neh urusannyah ...!!!"



Paket Lengkap: Photographer, gitaris, driver, logo designer

Berburu PSK Gunung Pancar



Nggak lengkap rasanya kalau trekking nggak dilengkapi dengan acara kuliner, bukankah trekking perlu energi?.
    
                           
Urusan kuliner di mulai di mc. D, walaupun yang dipesan hanya 1 cup kopi dengan roti Unyil buatan Indil hasil pelatihannya di rumah Ina.  “Nah, ini bagus warnanya masih mengkilat”, Ina sang jago masak menilai.

Sarapan betulannya di Tama Wisata Alam Gunung Pancar dengan nasi uduk, sandwich, donat, arem-aren, bakwan jagung, aneka kue, dan kerupuk kampung. Nah, yang aku sebut terakhir bawaanku yang sempat bingung saat ditanya istriku, “Ke gunung Pancar kamu bawa apa?”.
Aku jawab aja, “Semuanya udak komplit. Jadi bawa apa ya? Bawa kerupuk kampung aja buat temen nasi uduk”. Padahal sih kalau beli kerupuk dapatnya banyak, hi .. hi ..hi ..

Sehabis berendam air panas sudah pasti perut menagih minta diisi. Sudah dari semula kami bercita-cita makan sate PSK. Cita-citanya rendah amat ya cuma makan sate.

Petunjuk jalan yang memberikan jebakan Betmen, kenceng banget kerjanya. Disuruh ngambil tempat nasi yang tertinggal di warung bawah mau, menunjukkan jalan ke sate PSKpun masih dengan semangat 45nya.

Melewati jalan kecil yang terkadang berpapasan dengan mobil yang berlawanan harus ada yang mundur mengalah akhirnya sampai deh kami di PSK.

Daging sate kambingnya nggak berlemak dibandrol dengan harga 61 ribu rupiah per 250 gram yang bisa dijadikan sate 12 tusuk. Semua pesanan tandas, sisa sup dan tongseng jika diberika kepada hewan piaraan pasti nggak bakal dijamah, soalnya tulang-tulangnya bersih. Kerupuk kampungku juga habis, alhamdulillah.

Waktu aku menanyakan jumalah yang harus dibayar kepada sang kasir. Sambil menghitung si kasir bertanya, “Ada tambahan kerupuk?”.
Jawabanku mantap, “Nggak”. Dalam hati aku berkata, “Kerupuknya bawa sendiri”.

Petualangan kali ini berakhir sudah, semua siap ke habitatnya masing-masing, komunitas yang belum memiliki nama dan selalu berganti nama WA grup sesuai tujuan mulai dari Papandayan, Baduy, Gunung Padang, dan Gunung Pancar. Sekarang sih kami sepakat nama komunitas nyari susah ini Ilalang Smandel, Ikatan Alumni Petualang SMAN Delapan Jakarta.

Ada cerita saat menujuh sate PSK ini, Aji tiba-tiba mobilnya menyimpang, nggak mengikuti arahan si pemandu yang bersemangat 45. Kami semua curiga jangang-jangan yang dicari Aji PSK beneran.