Sabtu, 26 Mei 2012

Didatangi Petugas Bersenjata


Minggu ini aku absen untuk posting cerita di milis dan facebook bukan karena aku kehabisan cerita, justru karena kebanyakan cerita di kepala sehingga bingung mana yang harus aku tulis duluan, di samping aku harus memilih bawaan untuk plesiran ke Yogyakarta.

Baju merah aku bawa 2 buah, satu untuk aku pinjamkan ke Aria yang nggak membawa si merah, celana pendek untuk tidur, celana dalam, batik, baju untuk pulang, dan handuk kecil. Sengaja aku tidak membawa jaket supaya bawaanku ringan, sebagai gantinya aku pakai baju lengan panjang yang aku beli 2 bulan lalu di Bandung, bahannya cukup panas, cocok untuk di kereta.


Karena ranselku rusak gara-gara dipakai sekolah oleh si bungsu, sekarang giliran aku yang meminjam ranselnya, aku diberikan ransel yang belum pernah dia pakai yang didapat dari acara PL Fair, berwarna kuning. Kalau pakai ransel itu aku sudah kayak Bad Boy. “Bad Boy is not a criminal”, kata Mario Teguh, tetapi orang yang agak berbeda dengan yang lainnya. Untungnya aku dapat pinjaman ransel hitam dari si sulung, kalau nggak aku udah jadi Bad Boy beneran.

Aku di-drop di Petronas dekat Bekasi Square selepas magrib oleh istriku yang cantik menarik dan menawan hati, untuk selanjutnya naik angkot menuju stasiun Bekasi ketika Aria telpon, “Men, elo udah dimana? Gue baru berangkat dari kantor naik taksi”.


Baru kali ini aku ke stasiun Bekasi, jadi aku perlu bertanya untuk masuk ke dalamnya melalui parkiran motor. Aku membeli tiket KRL AC tujuan Kota seharga Rp 6.500,- yang berangkat pukul 18:57, “Empat puluh menit sampai Gambir”, kata penjual tiket. Untunglah petugas peron menyarankan aku menaiki KRL yang transit di Manggarai, sehingga aku sampai di Gambir 20 menit lebih cepat. Jadi aku sampai di Gambir jam berapa? Ayo tebak! Katanya kamu jago matematika.
Tempat dudukku 8D, tapi kok Alumni SMA 81 sih?

Aku turun dari peron menuju tempat kami berkumpul, layaknya Prince Charming menemui rakyatnya, mereka tampak menyabutku dengan antusias, cie ile!. Terutama Wenny si ibu panitia seolah ada chemistry yang kuat, Wenny mungkin berpikir, “Akhirnya peserta yang daftar terakhir datang juga”, sementara chemistry di benakku bicara, “Akhirnya aku nggak bakal kelaparan karena ada Wenny yang selalu membawa arem-arem”. Dasar!

Iriana mendekatiku seraya berkata, “Men, kalau mau foto-foto gue udah bawain spanduk”, dia tahu persis siapa biang fotonya, spandukpun digelar. Ada tiga orang yang perlu didekati Arif, Aria dan Dea putri Heppy yang membawa kamera serius.

Kereta mulai berjalan, suasana kamseuk mulai terasa, mereka berkilah, “Bukan kamseuk, tapi kamseukpay”. Ributnya minta ampun. Perempuan duduk di bagian depan gerbong 3 sementara yang ganteng-ganteng di bagian belakang, untuk memberi rasa aman kaum perempuan?, nggak juga. Mereka keasyikan menyeruput kopi dan merokok di restorasi, sementara si Brewok, Kepala Keamanan, justru tertidur di kursi paling belakang, makanya lain kali honornya jangan dibayar di depan!.


Di sebuah stasiun, kereta berhenti untuk memberi kesempatan kereta lain berlawanan arah melintas, pedagang asongan berteriak di pintu karena tidak boleh masuk ke dalam gerbong.
“Wingko …. Wingko ….”, si pedagang wingko berpromosi.
“Nggak ada yang namanya Wingko !!!”, kami menyahut.
“Ori … Ori ….”, wingko rasa original maksud si pedagang.
“Rory nggak ikut …!!!”, dasar kamseuk, eh kamseukpay.

Sejak itu suasana gerbong 3 berisik banget sampai-sampai didatangi petugas bersenjata yang menegur emak-emak dengan sopan, “Maaf ibu-ibu ada penumpang lain yang terganggu”. Biangnya ributnya Elly, Dyah, dan Ami, dan kawan-kawan sengaja aku sebut biar lain kali kalau ada keributan mereka langsung diborgol.


Oh iya, waktu kereta berangkat dari Gambir kami tak lupa berdoa agar selamat dalam perjalanan yang dipimpin ustazah Ami. Ketika aku membagikan arem-arem, telor asir, dodol, kripik, kue, si ustazah bilang, “Men, sekarang elo pimpin baca doa sebelum makan dong!”.
“Doa sebelum makan ..???. Itu bukan tugas gue … !!! Tugas gue baca doa sebelum foto …”.

Tidak ada komentar: