Sabtu, 28 Mei 2011

Culik

Setelah menyeruput  secangkir kopi favoritku dan berpamitan dengan Mafia Wars dan my lovely wife, aku membuka pintu rumah bertepatan dengan dering hape yang berasal dari pak Kurdi yang melaporkan rencana penyelesaian hydrolic system yang kami garap.

Urusan dengan pak Kurdi beres sekarang giliran menjemput Deden jam 6:30 di depan gerbang Kemang Pratama 3, masih punya waktu sepuluh menit, kini giliran Deden yang menelpon, sudah nggak sabar aku pikir. Aku tahu banget dia sudah ngebet pingin ikutan.
“Men, gue nggak bisa ikutan lagi, kakak gue masuk rumah sakit Fatmawati, gue harus nungguin. Salam aja buat temen-temen, sori gue nggak bisa ikutan, padahal gue pingiiiiiin ......banget ikutan”.

Deden pasti kecewa berat nggak bisa ikutan wisata kuliner dan bakti sosial di Serang yang bisa menjadi debutnya berpartisipasi di acara yang yahutnya pasti dijamin.

Di kompleks perumahan orang tua Diah bis berwarna biru muda dengan tulisan Big Bird sudah menanti pertanda acara nggak bakalan batal, yihuuuiiiiii! Dor .... dor ......dor ......!!!

Aku memarkir mobil di belakang mobil Roy dan Iriana, baru saja kakiku menginjak bumi yang dilapisi aspal, aura ceria sudah terasa, apalagi kalau bukan photo session. Mulai dari tukang bubur sampai rambutan menjadi korban.

Pembagian kaos seragam berwarna kunyit, kalau yang ini nggak usah milih-milih semuanya satu ukuran yaitu besaaaaaaar semua, maklum kian hari postur kami semakin berbobot.

Dengan semangat 81 kami memasuki bis, sebagian dengan kendaraan pribadi. Jujur aja mataku sedikit mengantuk gara-gara kejadian di rumah semalam.

Ceritanya begini.
Telepon rumah berdering malam-malam, Inka dengan terburu-buru mengangkatnya, aku memasang telinga baik-baik, suara istriku terdengar panik, “Papa dimana ..???? Lagi ke rumah sakit??? Tapi papa nggak apa-apa ......!!!!! Papa diculik waktu ke rumah sakit .....!!!!!! Tapi papa masih bisa nafas .....!!! Papa saya masih bisa nafas kan ....!!!!!”.

Telepon ditutup, tak lama berdering lagi.
“Men, papa diculik! Penculiknya mau ngomong, kamu aja yang bicara”.
Aku angkat telpon tapi nggak bicara, di seberang juga diam, aku bilang, “Selamat malam”, telpon diseberang ditutup.
“Kok ditutup?”
“Orang iseng”, jawabku.
“Apa kita telpon Bintaro aja!”
“Nggak usah! Ganggu orang tidur aja!”
“Iya juga sih! Kalau kejadiannya beneran pasti mereka udah telpon kita dari tadi”.
“Tadi telponnya emang gimana?”.
“Pertama bilang ..... papa diculik!, papa nggak bisa ngomong, suara papa serek!, terus ....penculiknya ngomong..... bu, suami ibu saya culik!”
“Tuh kan orang iseng! Kan suami ibu ada di sini, yang ganteng ini .....!!!!!”
Istriku kembali tenang dan melanjutkan tidurnya, jam dinding menujukkan pukul setengah satu, sedangkan aku masih memikirkan kejadian tadi, jangan-jangan sungguhan, yang dimaksud si penculik dengan suami ibu ..... siapa tahu selingkuhannya!.

Tidak ada komentar: