Minggu, 11 Maret 2012

Bodyguard Tongtek


Setahun lebih aku mencari tahu nama kawan yang akan aku ceritakan ini, pasalnya aku nggak pernah akrab apalagi hanya sekali berkomunikasi, tadinya aku ingin sebut the Client aja, sama dengan judul novel John Grisham yang pernah aku baca dan filemnya aku tonton, maklum the Client orang pertama yang menjadi klienku sebagai bos Bodyguard Tongtek.


Belakangan aku tahu dari Hariyanto bahwa kawan yang aku maksud bernama Yuda, dan aku mendapat  penjelasan lebih rinci dari Aria dan Deden tentang klien pertama ini saat kami di Kampung Bakso berbelanja oleh-oleh Bandung, dalam rangka Temu Jidad Apadela: Kongkow Bandung.

Berdiri dakika: Bajaj, Tatiek, Nia, Rina,Syamsi, Ratih, Uun, Ady, Yeni
Duduk dakika: Aria, Deden, Budi, O, Willem
Ratih Puspawati likes this.
“Yuda? Gue inget orangnya putih-putih, rambutnya diginiin”, kata Aria sambil kedua telapak tangannya disapukan di atas kepalanya dari dahi ke arah belakang untuk menggambarkan gaya sisiran Yuda, “Gue inget!, yang kita ikut-ikutan berantem”, Aria menambahkan.

“Bukan begitu Yak, ceritanya begini”, memori di kepalaku berputar.
Kejadiannya di smester 3. Selepas shalat zuhur di mushalah sekolah yang kecil mungil aku didatangi Yuda, “Men, nanti elo pulangnya lewat Tongtek?”, aku jawab “Iya”.
“Elo nanti pulangnya rame-rame bareng temen-temen elo kan?”, aku jawab lagi, “Iya”.
“Kalo gitu gue pulangnya bareng elo ya!”, aku jawab “Boleh aja, tapi gue kan harus praktikum Biologi dulu!”.

Selesai praktikum, aku mencari Yuda bersama Aria, Deden, dan Dicky, semuanya Apadela, anak 2 IPA 8 dan merangkap lulusan 1  IPA 2, kawan perjalananku ke Tongtek, nggak ketemu. Aria yang rada nggak sabaran bilang, “Udah gue cari dimana-mana nggak ada, kita pulang aja yuk!”.

Kami pulang jalan kaki melewati gerbang utama, dulu melewati kantor dan tempat tinggal pak Oher, si penjaga sekolah. Sebelum menghilang di tikungan, Yuda berteriak, “Mennnnn, jangan tinggalin gueee!!!!!!!!!!!!”.

Sekarang kami berlima di separuh perjalanan ke Tongtek ketika lima orang lainnya berlari menuju kami sambil berteriak, “Jangan kabur lo!!!, sini lo kalau berani!!!!”. Kelima orang itu Andrew, ditemani Susilo, Saut, Richard dan Yulis, tukang pukulnya, semuanya alumni 1 IPA 2. Jadi kecuali Yuda seluruhnya lulusan 1 IPA 2, kelas yang paling berandalan di Smandel pada masa itu.

Pantesan Yuda ingin barengan, rupanya dia mau dikeroyok, sekarang posisi seimbang 5 lawan 5, aku dengan Susilo, Aria dengan Richard, Dicky berhadapan dengan Saut, dan Deden dengan Yulis, sedang di panggung utama Yuda melawan Andrew yang tengah berseteru.

Andrew membuka pertarungan dengan memukul dan menendang Yuda bertubi-tubi namun hanya satu tendangan masuk di atas pinggangnya. Yuda giliran menyerang dia mulai ancang-ancang, lantas melayangkan sebuah tendangan telak masuk ke dada lawan, Andrew terpental 3 meter meringis kesakitan.

Yulis bermain curang, membantu Andrew dengan menendang Yuda dari belakang, nggak mempan, kini giliran Yuda memainkan tangan untuk mengganggu konsentrasi Yulis, di saat yang tepat dia menendang, masuk telak di dada Yulis, lawan terpental masuk selokan kering sedalam setengah meter.

Kini giliran Saut menghampiri Yuda bukan untuk menyerang tetapi memisahkan pertarungan, “Udah!, udah! Jangan berantem!”, lalu dia dan kelompoknya membawa Andrew dan Yulis yang masih meringis kesakitan ke arah sekolah. Andrew masih menebar ancaman, “Awas lo ya, lain kali gue hajar lo semua!”, namun pertarungan babak selanjutnya nggak pernah terjadi, Alhamdulillah.

Dari 10 orang yang ada dalam cerita ini hanya 4 orang yang memperoleh ijazah dari SMA terbaik di Indonesia, Aria, Deden, Dicky, dan aku tentu saja. Yuda menghilang saat kami memasuki smester 4, mungkin karena tak tahan intimidasi kelompok Andrew. Sedangkan Andrew, Susilo, Richard, Saut, dan Yulis diminta Kepala Sekolah, Bapak Rosman Harahap, untuk pindah ke sekolah lain saat naik-naikan ke kelas 3. Yulis dan Richard dikabarkan telah tiada, Andrew, Susilo dan Saut belum pernah aku jumpai hingga kini.

Lomba mirip Ali Topan Anak Tongtek
Sayang kami tidak menerima upah walaupun hanya semangkuk bakso atas jasa kami sebagai Bodyguard Tongtek, mungkin Yuda berpikir karena kami belum menanda tangani kontrak kerja, atau dia sedang bokek.

Komentar spontan the Bodyguards 32 tahun lalu, Aria, “Kalau 1 lawan 3 kayaknya masih menang Yuda, tapi kalau nggak seimbang gue ikutan berantem, lah main keroyokan!”.
“Gue juga ikutan”, komentar Deden dan Dicky serempak.

Mereka sigap seperti Charlies Angels. Nah loh! Kalau mereka Charlies Angels, aku yang jadi Bosley dong!.

Tidak ada komentar: