Sabtu, 08 Januari 2011

Malam Pertama

Pukul 10 malam sudah lewat, mata sudah suam-suam kuku, posisi tendaku dekat dengan bale-bale yang tadi ditiduri Gembel, bisa terbayang akan susah tidur karena dekat bale-bale tempat nongkrongnya angkatan 85 dan 86, pasti bakalan berisik. Ternyata dugaanku salah, mereka tertib kok kalau soal tidur.

Acing dan Titi datang lagi kali ini membawa sebuah tempat nasi berisi nasi pepes dan beberapa asesoris berupa lalapan, sambal, ayam goreng dan rendang JENGKOL. Kenapa aku tulis jengkol dengan huruf kapital nanti aku kasih tahu deh. Jangan khawatir aku baik kok orangnya.

Kecuali mentimun bawaan Acing dan Titi yang lain tidak aku jamah maklum sudah kenyang. Kucluk-kucluk mereka pulang tanpa lupa berpamitan.

Aku menyempatkan diri ke musholah untuk menyikat gigi dan menunaikan Isya melewati (dulunya) cewek-cewek angkatan 80 yang asyik berjoget selama 2 jam walau lagu yang diputar itu-itu juga. Mereka berhenti berjoget gara-gara musiknya dimatikan oleh Yudis ’85 karena sudah jam 12 lewat. Aku tidak berani mendekat karena mereka bukan muhrim. Cieh sok alim!

Itu emak-emak tidur? Nggak bok! Mereka ngoceh sampai pagi, mungkin gara-gara mereka memakai batere alkalin.

Jarak tenda mereka dengan punyaku cukup jauh jadi berisik mereka nggak terdengar, aku masuk tenda suasana sudah sunyi, bahkan dengkur di tenda tetangga, PinkQ, Gopang ’85 dan anak-anak tidak terdengar mungkin mereka belum tidur atau mendengkurnya bisik-bisik.

Matras sudah aku gelar, kantong tidur sudah siap, bantal angin sudah kutiup, pintu tenda sudah aku tutup, tinggal mata dipejamkan dan menghitung domba. Kali ini domba-dombaku tidak mengembik tetapi bersuara, “Jreennnnk ....!”. Bukan karena si domba tercekik tetapi yang barusan aku dengar rupanya suara dawai gitar listrik Idrus ’80 mulai dipetik.

Suaranya ngejreng banget sebab jaraknya lebih dekat daripada titik pinalti ke tiang gawang, sudah pasti gol apalagi kalau yang menendang Fernando Torres. Masih ditambah suara Iik ’82 dan Fifi ’91 yang menyanyi memakai mik. Jujur aja suara mereka kadang-kadang bagus.

Jam 3 pagi mereka berhenti, kalau sudah jam segini aku nggak bakal bisa tidur. Subuh tiba haripun mulai terang. Badanku terasa remuk karena nggak bisa tidur, tetapi aku masih bisa tersenyum bila membayangkan suasana di tenda Pipi yang persis di depan moncong speaker.

Tidak ada komentar: