Minggu, 15 September 2013

Mencari Nanas



Rasanya urusan kumpul-kumpul nggak pernah lepas dengan makanan, bahkan bisa dibilang mereka gantet.

Acara Temu Jidad Apadela: Kerawang 2013 sama juga, makanan juga yang didahulukan, aku baru datang aja sudah ada yang bilang, “Men, rengginangnya ada tuh!”. Nah, kalau rengginang gantetnya sama Tatik.

Makanan LSI memang enak, tapi aku mencobanya nggak banyak, ada gurame bakar, gurame asam manis, iga lada hitam, keredok dan lain-lain, namun terkesan kurang laku apalagi supnya, soalnya Kania memesan pepes jambal, jamur, oncom, ayam  yang dibawa dari Warung Jambal H. Dirja sebagai gatetannya kali ini. Justru pepes-pepesan ini yang paling laku.

Emes Deden pedagang tas tanah abang yg pindah ke karawang

Aku mencari makanan yang dibungkus daun pisang, pertama nasi timbel, setelah itu pepes jambal, oncom dan jamur, sedangkan pepes ayam aku nggak ambil, sudah kebanyakan.
“Pepes ayamnya nggak?”, tanya Kania gantetan pepes.
“Nggak ah!, kalau pepes jamurnya gue mau, gue waktu ke sana kehabisan”.

Pepes segitu banyak ludes, gara-gara menjual namaku, aku turut bangga, apalagi mendengar komentar mereka. Hidungku sampai kembang-kempis.
“Eh, ini ambil pepes jambal Walahar rekomensasi Chormen”.
“Mana pepes jambal yang ditulis di blog Omen”.
“Enak banget ya!”.


Buah tangan dari Kerawang berupa serabi hijau Rengasdengklok persembahan Purnomo, masing-masing mendapat 2 kotak, dengan cairan manis rasa orisinal dan durian., yang sama manisnya dengan temu jidad kali ini. Mantab!.

Ada juga sih temu jidad yang banyak memasang muka masam,  waktu pertama kali, acara rujakan di rumah Iva. Penyebabnya nanas muda.

Aku memperhatikan kawan yang mengambil nanas dan memasukannya ke dalam mulut, aku mulai menghitung, “Satu, dua, tiga, …. nyiiiiiit”, muka kawanku meringis bahkan ada yang badannya merinding karena tak tahan menahan rasa asam.

Bersama Nenek

Pembeli buahnya aku dan Aria di pasar Manggarai. Waktu membeli buah yang lain sih gampang, giliran membeli nanas memilihnya susah. Aku menuruti saran Aria.
“Men, daripada  elo repot-repot milih nanas, elo juga nggak tahu mana yang manis mana yang nggak, mendingan beli 1 iket, harganya lebih murah, isinya 6 harganya sama juga dengan kita beli 4 nanas yang lepasan”.

Seikat nanas dan kawan-kawan kami serahkan kepada Kania di rumah untuk dikupas, dicuci dan diiris oleh karyawan ibunya. Ibu Kania dulu kami panggil tante, sekarang kami memanggil beliau nenek, sebutan anak-anak kami kepada beliau.
“Kelihatannya nanasnya masih muda banget ya, lain kali belinya jangan ikatan tapi satu-satu, harganya memang lebih mahal, tapi kita bisa milih”, kata tante Nenek.
“Nggak bisa milihnya tante, maklum baru pertama kali ke pasar”, jawabku.

Buat kawan-kawan yang dulu keasaman makan nanas, aku minta maaf ya!. Tetapi paling nggak kamu tahu bahwa aku bukanlah monyet, bangsanya Sarimin yang doyannya pergi ke pasar.

Tidak ada komentar: