Sabtu, 22 September 2012

Pengemis dan Tukang Becak



Aku menulis di grup facebook tentang Temu Jidad Apadela HBH 2012 di Trimar Café (Iva), dan seterusnya. Maksudnya mencantumkan Iva dalam kurung, supaya ada unsur kekeluargaan, karena kafe ini punya kerabatnya Iva. Nyatanya informasi tadi membuat Deden dan Dicky kebingungan soalnya sepanjang jalan Tebet Raya mereka bertanya kepada semua orang nggak ada yang tahu, mereka bukannya mencari Trimar Café tetapi yang dicari Kafe Iva.  Apadela banget!.
Sambil melotot Andrina bilang,"Makanannya diabisin!".

Tentu ada yang bertanya tentang kontribusi, aku jawab aja minimum Rp 10 ribu, murah banget ya?, tetapi tetep aja dari 22 Apadelaers yang hadir hampir sepertiganya nggak membayar, termasuk aku. Bukan karena nggak mampu tapi lupa ditagih sebabnya Andrina si biang repot Apadela istirahat di mobil, gara-gara suara musik hidup di kafe membuat kupingnya jadi rada penging karena kupingnya nguing-nguing.

Nggak tahu deh aku sering banget ditanya mengenai kontribusi, dan aku selalu seolah menjawab seenaknya dan anehnya pada menurut. Contohnya waktu Rini Mulyawati ’84 ketua panitia Reuni Emas Smandel bertanya lewat telpon,
“Men, menurut elo cover charge Reuni Emas pantesnya berapa, terus pinginnya dapet apa?”.
“Kalo menurut gue sih dibawah seratus ribu, terus dapet konsumsi dan acaranya bagus!”.

Beberapa hari kemudian Rini menelpon, “Men, undangan Reuni Emas udah gue cetak, cover charge-nya 80 ribu, seperti kata elo di bawah 100, tadinya sih gue pinginnya Rp 88.888,-, dapet konsumsi dan acaranya sip!”.
“Elo nggak tekor Rin?”, aku jadi bingung, nggak salah nih!.
“Nggak lah! Gue bisa kok nyari sponsornya, gue malah seneng Men kalo minta pendapat elo, nggak kayak orang lain udah ngomongnya muter-muter nggak ngasih pendapat juga!”.
Rini '84

Untuk acara Smandel 81, dari dulu sampai  Reuni Perak, aku yang menentukan harganya yang dari dulu nggak naik-naik Rp 50 ribu melulu walau acaranya diadakan di hotel berbintang 5, Borobudur. Kalau kamu heran, Lucy biang repot Smandel 81 lebih terheran-heran lagi.
“Men, gue nggak salah denger nih? Kata Didut elo udah nentuin bayarnya cuma 50 perak, ini di hotel Borobudur Men!”.
“Iya, 50 ribu”.
“Ya, ampun Men, gue sama Didut elo jadiin Pengemis dan Tukang Beca lagi!”.
Nah, begitulah sejarah istilah Pengemis dan Tukang Beca pernah populer di Smandel 81.
Pengemis dan Tukang Becak

Sekarang Lucy dan Didut sudah nggak jadi Pengemis dan Tukang Beca, panggilan mereka sekarang Angels. Jujur kata acara yang diurus mereka lebih sukses saat mereka menjadi Pengemis dan Tukang Beca.

Begitu side job aku sebagai orang yang menentukan kontribusi. Kalau aku bekerja di Kementrian Perhubungan, aku ditempatkan di mana ya?, mungkin di bagian yang menentukan tarif angkot.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Mohon maaf, apa betul Rini Mulyawati 84 alumni IPB? mohon infonya.

TOSSY ARYANTO
Facebook : Tossy Aryanto
e-mail : mr.tossy@yahoo.com