Jumat, 01 Oktober 2010

Tawa di antara Duka

“Innalliahi wa inna Illahi rojiun ......, yang bener lo Nar?”, kata itu otomatis terucap setelah almarhum Danar ’80 mengatakan, “Men, udah tahu kalau Sarjito meninggal?” persis di pintu pagar dekat kamar pak Oher ketika aku baru sampai di sekolah.
“Elo nggak ikut? Semua anak kelas 3 pada ngelayat”, Danar menambahkan.
“Gue kan kelas 2, kayaknya gue harus belajar deh! Salam aja sama keluarganya terutama Beton, tolong sampein gue turut berduka-cita”.

Berita menggelegar itu sudah pasti disambut isak tangis bu Hilma, Kepala Sekolah, sudah nggak ada lagi nih anak Smandel yang kumel kalau Jito tiada. Sekumel-kumelnya Jito tetaplah aset Smandel yang berharga, mungkin itu yang ada di pikiran bu Hilma.


Singkat kata rombongan pelayat kelas 3 ditemani beberapa guru sudah sampai di depan rumah duka disambut bapaknya Jito yang kebetulan ada di rumah.
“Om, kami turut berduka-cita atas meninggalnya Sarjito”, ucap perwakilan rombongan sambil memasang muka sedih.
“Hah ......!! Apaan .....??? Jito meninggal ...???”, Om Basar, orang tua Jito kaget setengah mati.
Lah, bapaknya sendiri baru tahu! Bagaimana ceritanya nih .....?! Rombongan pelayat menjadi bingung.

“Jito ..!! Bangun Jit ..!! Temen-temen kamu pada dateng .... katanya kamu udah meninggal ..!”, suara sang bapak membangunkan putranya.
“Iyee .....”
“Iyee itu maksudnya apa..? Masih hidup apa udah meninggal?”
“Masih .....!”
Sarjitopun keluar dari kamarnya dengan wajah kucel karena belum mandi, bak selebriti disambut dengan riuh kegembiraan, siapa sih yang nggak senang kawan seangkatan mereka ternyata masih hidup, hanya saja kasihan pewakilan guru yang harus melaporkan kejadian ini kepada ibu Hilma, terbayang nggak kalau mereka harus bilang, “Alhamdullilaah bu ... Sarjito meninggal aja gagal ...!”.

Setelah diusut anak Puapala si biang keroknya, sehari sebelumnya Perthem, Danar, Benny Respati, dan kawan-kawan survey mencari lokasi kemping. Semuanya masuk sekolah kecuali Sarjito yang kelelahan. Atas anjuran setan iseng mereka memasang tulisan di majalah dinding, “Innalillahi wa inna Illahi rojiun, telah meninggal dunia teman kita tercinta Sarjito Basar angkatan 80 ............ bla bla bla ...”.

Menurutku sih mereka sebetulnya nggak salah, bukankah mereka tidak mencantumkan “... telah meninggal dunia dengan sukses . ....”.

Setelah para korban penipuan kembali ke sekolah, sebagai orang tua yang baik om Basar menasihati putranya agar kejadian tadi tidak berulang.
“Jito, lain kali kalau kamu meninggal lagi bilang-bilang dong ...!”
“Emangnya kenapa pap?”
“Biar gue nggak kaget ...!!!”


April Mob paling sukses, lelucon paling konyol sepanjang sejarah Smandel, presiden, seluruh aparat dan rakyat jelata Republik Smandel tertipu. Atas keberhasilannya Sarjito memperoleh hukuman 3 hari tidak boleh masuk sekolah, emang dasar Jito itu hukuman dimakan sendiri nggak dibagikan kepada teman-temannya.

Cerita di atas masih menyisakan sepenggal pertanyaan, “Uang dukanya dikemanain ......??!!”


Sar Djito 28 September at 16:08
harus dimasukan 1 aprilnya bro yg membuat gw cuma di skors 3 hari
Hahaha iya itu,mana ada yg mau foto gw , ngekernya aja males,apa lg hasilnya, skors cuma gw aja

7 komentar:

Unknown mengatakan...

Wah seru banget ceritanya ...he..he...baru baca nih. Btw sekarang kan masih ada orangnya ya?

the O mengatakan...

Masih, insya Allah bisa ketemu di Reuni Smandel 55

Unknown mengatakan...

Innalilahi wa inna ilaihi rojiun... Semoga Almarhum Sarjito Husnul Khotimah....Amin Yra

Unknown mengatakan...

Innalilahi wa inna ilaihi rojiun... Semoga Almarhum Sarjito Husnul Khotimah....Amin Yra

familyman mengatakan...

Innalilahi wa inna ilaihi rojiun... Semoga Almarhum Sarjito Husnul Khotimah....Aamiin YRA

Unknown mengatakan...

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Unknown mengatakan...

Innalillahi wa innailaihi rojiun ..., slmt jalan teman sahabat ku ...