Minggu, 19 April 2015

Matahari Rasa Bromo



Percuma aku memasang alarm jam 02.45 soalnya baru jam setengah tiga morning call berdering 15 menit sebelumnya. Nggak rela nih harus bangun jam setengah tiga pagi.


Semalam kami baru tiba di Java Banana di atas jam sepuluh, langsung bersih-bersih, dan siap dengan pakaian lengkap untuk pagi hari, jadi begitu bangun langsung berangkat, nggak mau rugi kehilangan waktu tidur.

Begitu keluar kamar jam 3 pagi sesuai perjanjian Feds sudah pada siap menaiki 3 Toyota hardtop yang membawa kami ke Penanjakan, pos penantian bagunnya si matahari Bromo.

Pak Martono, pengemudi yang membawa 6 orang di antara kami menuju pos, melewati rute on road dan off road, melewati tanjakan lengkap dengan jurang-jurangnya. Pak Martono lebih dari 25 tahun mengemudi si hardtop, begitu berpengalaman dan ahli sampai pantangan mengemudi hardtop tua dilanggar yaitu mengoper perseneling dari gigi 2 ke gigi 1 nggak pakai berhenti dan nggak ada bunyinya. “Mas, sekarang sudah masuk gigi 1 lagi”, katanya pamer.


Setengah jam berlalu, akhirnya kami sampai di salah satu pos saat azan subuh berkumandang, aku segera menuju musolah langsung berjamaah karena sebelum berangkat aku sudah mengambil wudhu, takut kedinginan kalau berwudhu di sini. Menggigil tubuhku saat subuhan sambil mendengarkan alunan suara sang imam, bukan karena khusuk tapi kedingininan, berrrrrrrrrr ...

Dari sini harus berjalan lagi, atau naik ojek seharga 20 ribu. Aku memilih berjalan kaki. Di sepanjang perjalanan para tukang ojek silih berganti menawarkan jasanya, sampai akhirnya mereka menurunkan tarif menjadi 10 ribu rupiah, untung aku nggak tergoda karena 10 ribu hanya untuk menikung ke kanan yang jaraknya nggak lebih dari sepuluh meter dari tangga menuju pos pengamatan.


Langit mulai kemerahan, seolah sang alam tengah menggelar karpet merah untuk menyambut keluarnya sang mentari. Perlahan tapi pasti tabir malam terbuka, semua mata memandang ke arah timur, di depan mata mulai terlihat relief alam.

Matahari yang ditunggu masih belum mau muncul, mungkin karena penonton tidak ramai-ramai melakukan ritual Ciluk Ba.


Penonton alias pengunjung banyak banget sampai nggak kebagian tempat duduk. Norak banget kaya belum pernah melihat matahari aja.

Matahari yang muncul ternyata sama dengan matahari yang aku lihat sehari-hari, tadinya aku pikir matahari di Bromo berbeda dengan matahari yang biasa kulihat, aku pikir begitu muncul mataharinya pakai bikini.

Tidak ada komentar: