Minggu, 18 Agustus 2013

Pepes Jambal Walahar



Jujur omong aku nggak suka dengan pepes apapun namanya, tetapi setelah merasakan pepes jambal di Warung Pepes Jambal Walahar H. Dirja di Bendungan Walahar penilaikanku terhadap pepes berubah, enak banget!.


Sayangnya aku ke sana nggak sempat mengajak kamu, namun tulisan ini mungkin bisa meringankan langkahmu membawa lidahmu bergoyang Kerawang. Jangan berprasangka negatif dulu ya!, yang aku maksud mengoyangkan lidahmu untuk menikmati lezatnya masakan Kerawang.

Keluar dari pintu tol Kerawang Timur kamu belok ke kanan, nggak berapa jauh belok lagi ke kanan ke arah pabrik Texmaco, begitu melewati bendungan Walahar, sampai deh di Warung Pepesnya H. Dirja yang memulai usahanya di tahun 1985.


Berhubungan aku baru saja menghadiri halal bi halal Esempe, aku hanya mencoba pepes jambal dan pepes oncomnya. Sebagai teman makan pepes tersedia nasi timbel, lalapan dan sambal pedasnya yang bisa bikin lupa diri.

Minuman yang pas kelapa muda dengan gula cair dan es batu yang disajikan secara terpisah. Aku lebih suka kelapa muda dengan rasa apa adanya, original, orang bule bilang. Rasa manis, campur sedikit asam bisa membikin yang meminumnya merem-melek.

Wisata kuliner ini aku ditemani Iriana, Ratih dan Purnomo untuk mencari lokasi halal bi halal Apadela. Warung Pepes Walahar dari sisi makanan plusnya banyak banget, tetapi dari sisi tempat terkesan agak kumuh. Mempertahankan nuansa pedesaan kata sopannya. Harus cari tempat lain tapi makanannya dari sini, bisa nggak ya?.

Sebagai barang bukti aku ke sini aku pesan beberapa jenis pepes, sewaktu aku mau bayar, ternyata sudah dibayar oleh Purnomo yang membawa kami. Tahu begitu aku pesan yang banyak!.


Sekarang aku ceritakan tentang Purnomo, kawan sekelasku. Dulu kalau pertandingan olah raga antar kelas dia selalu kebagian tugas di pinggir lapangan sebagai pemberi semangat. Gayanya culun, sopan dan formal, nggak pernah ngomong “gue”.

Saat ini dia masih masih mempertahan gaya lamanya, waktu pertama kali berjumpa setelah lebih dari 30 tahun berpisah dia memanggil aku “pak Chormen”. Pakaiannya kemeja dan bercelana hitam bergaya formal. Aku yakin seumur hidupnya dia belum pernah memakai celana jeans. Aku berani bertaruh untuk itu.


Ada sedikit metamorfosa, Purnomo agak funky, dia menyetir mobil tanpa menggunakan sambuk keselamatan, sewaktu aku tanyakan dia menjawab, “Di Kerawang tidak perlu pakai seat belt, kecuali kalau saya menyetir di jalan tol”. Eh, begitu masuk jalan tol, tetap aja dia nggak pakai sabuk.

Satu lagi nih!, di jalan raya ada rambu dilarang belok ke kiri, eh si Purnomo dengan tenangnya belok ke kiri, berjalan contra flow yang membuatku bangkit dari kursi dan menyebut “Astagafirullah”, sambil mengurut dada.

Purnomo, elo bener-bener funky banget sekarang!.

Tidak ada komentar: