Sabtu, 03 September 2022

Restoran Gunung

Pukul 5.40 saat matahari baru nyembul dikit aku sudah dalam perjalanan menuju Sentul, menjemput Ika di depan Pizza Hut Kemang, dan mampir beli nasi kuning buat bekal trekking kami berdua.




Aku berangkat pagi karena menurut rencana mobil bak yang mengangkut kami akan meluncur jam 7 dari Jayanti, Sentul, rumahnya Cien menuju titik awal pendakian ke gunung Kuta. Eh, apa mau dikata banyak yang datang terlambat, paling telat datang Didik dan Ina, udah gitu nggak ada kata minta maaf, atau mungkin minta maafnya dalam hati.

Jam sembilanan baru deh 2 mobil bak terbuka bergerak, aku duduk di mobil pertama di samping pak supir biar dibilang bos. Eh, pakai acara menunggu mobil kedua karena supirnya belum tahu jalan. Menunggunya aku pilihkan bukan di tempat yang teduh, tapi di panas terik, “Waduh, baru 5 menit jailnya udah keluar”, begitu kata penumpang bak.


Titik awal pendakian di elevasi 850 meteran, sedangkan puncak gunung Kuta hanya di ketinggian 1.050 meter, termasuk cetek, elevation gain hanya 200 meter.

Jam 10an baru dimulai pendakian yang membutuhkan waktu 2 jam termasuk mampir di warung serta berfoto ria.

Pemandangan dari puncak Kuta biasa aja, nggak ada yang istimewa, memang target kami hanya latihan fisik untuk pendakian ke gunung yang memiliki pemandangan cantik, itu juga buat yang fisiknya masih kuat.

Di puncak Kuta ada perwakilan dari Expa, Apadela, Umsujisu, sayangnya Tothe dari IAS nggak ikutan, “Apa kita coret aja ya Tothe dari Ketua IAS?”. Kami semua tertawa, konon dalam bahasa anak gunung tertawa itu pertanda setuju. 


Peserta dari Expa ada Iman, Pei, Lutfi, Didik, Ina dan aku, dari Apadela ada Darius dan aku, dari Umsujisu, ada Nina, Cien, Riry, Rachma, Niken, Ika, Ina, Harwib dan aku. Wah, ternyata aku ada di mana-mana.

Dari puncak gunung, kami menuju curug Mariung, jalurnya curam amat, aku yang harus menjaga irama jantung tidak lebih dari 140 denyut per-menit agak keteteran, harus banyak berhenti karena arloji pintar sering banget mengikatkan.

Ketika aku sampai di air terjun, aku ditawari NinAd teh manis hangat, sip banget kan!, eh, tak lama tawaran itu dikoreksinya, “Men, kompor yang punya warung rusak, jadi nggak bisa bikin air panas”.

Di dekat air terjun ada 2 warung, sebut aja warung atas dan warung bawah, biar gampang. Kami beristirahat di warung bawah. Sudah jam makan siang, aku buka bekalku yang mewah nasi kuning sepuluh-ribuan, nasi kuning dan telur dadar, enak banget, sejuta rasanya eh salah deng, sepuluh-ribuan rasanya.


Lagi enak-enaknya makan nasi kuning mewah, ada suara-suara yang membuat aku penasaran, di tempat yang nyempil begini, waiter warung atas bolak-balik membawa makanan dalam mangkuk yang ada gambar ayam jago. Pesanan beragam, ada soto mie, mie goreng, mie Aceh, ayam geprek, rendang.

Aku longok pesanan mereka di dalam mangkuk ayam jago, tapi kok bentuknya sama semua, oalah ternyata eh ternyata yang mereka pesan mie instan rasa .......... soto mie, mie Aceh, ayam geprek, rendang. Kalau begitu mah aku juga bisa.


3 komentar:

Anonim mengatakan...

🤣🤣🤣

Anonim mengatakan...

keren

Anonim mengatakan...

Masih on lho men? Salam dlh