Selasa, 02 September 2014

Sepatu Cinderella



Menurut catatan Toro, Smandel 80, aku adalah Smandeler pertama yang mengunjungi farm tempat pembibitan ayam kampung, Warso Unggul. Kunjungan yang tidak berkaitan dengan urusan piyik ayam kampung, bukan juga urusan durian, namun berurusan dengan keandalan sistem kelistrikan di farm yang dikelolah oleh Toro.

Nuansa nepotisme mulai terasa, ketika aku menjumpai Tuti, istri Toro, yang merangkap pegawai di pembibitan ayam. Pantas saja Toro betah dari Senin sampai Jumat di farm, bagaimana nggak betah kemana-mana bareng istrinya, istilah zaman sekarang kemana-mana bawa rantang.



Aku ke sana bersama Nasarudin dan Dani sejawatku untuk memberikan solusi masalah kelistrikan dan hasilnya … te …. ret …. kami memberikan solusi sementara alias solusi darurat, paling nggak investasi mesin yang ber-em-em nggak jadi ember.

Mumpung sudah di situ Toro mengajak kami trekking, nggak jauh tapi pemandangannya bagus banget. Walaupun trekking nggak lama namun bisa membikin kemeringet, maklum sudah jam sebelas siang. Kata Toro bagusnya trekking jam setengah 5 pagi, nah loh!, aku musti berangkat jam berapa dari rumah.

Tuti menawari kami makan siang, hasil masakannya sendiri, sayur lodeh, empal, tempe, tahu, bandeng, sambel terasi dan ditemani kerupuk kampung yang warnanya putih keriting. Enak banget, aku sempat nambah, untung nggak dilarang.
 
Omen siap santap sayur lodeh+daging empal+tempe goreng+ tahu+sambel+kerupuk.... Omen nambah bouw...hehehe
LikeLike · · Stop Notifications · Share
Hari ini aku menjadi orang suci, bukan suci dalam arti keimanan melainkan karena suci hama karena 4 kali disemprot cairan disinfectant dengan pakaian laboratorium dan sepatu Cinderella.

Mengapa aku katakan sepatu Cinderella karena ukurannya tidak sesuai dengan ukuran kakiku, rada sempit. Sedangkan Nasarudin harus rela menggunakan sandal jepit dengan celana digulung soalnya sepatu boot terlalu mungil, mungkin punya Tuti.
 
Ada tamu dari smandel...Chormen Omen...
LikeLike · · Share

Nah, aku punya satu cerita lagi tentang sepatu Cinderella. Biasanya di mobilku selalu ada sepatu safety, jadi kalau aku pergi cukup memakai sandal. Namun tanpa sepengetahuanku sepatuku dikeluarkan dari mobil, padahal ada rapat penting dengan klien bersama Nasarudin.
“Nas, yang rapat elo aja ya! Gue nggak bawa sepatu!”.
“Di mobilku ada sepatu lagi cuma agak kecil, kamu pasti nggak muat, kamu pakai sepatuku yang ini aja!”, jawaban Nasarudin seperti suara dewa penyelamat.

Hasil rapat selama 2 jam cukup menjanjikan, musti mengucapkan terima kasih kepada sepatu Cinderella nih. Seusai rapat buru-buru kami mencopot sepatu, sakit banget!, sepatu-sepatu Cinderella kecil-kecil.

Bagaimana nggak kesakitan, aku yang biasa memakai sepatu nomor 42 atau 43 harus memakai sepatu Nasararudin yang bernomor 38, sedangkan Nasarudin harus rela memakai sepatu olah raga anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Tidak ada komentar: