Kamis, 12 Oktober 2017

Flying with Style @Nepal



Kalau melihat kontur tanah di Nepal yang naiknya tinggi banget turunnya dalam banget sayang kalau tidak menikmatinya dari udara. Banyak yang ditawarkan, naik pesawat beneran atau helikoper di antara puncak tertinggi di dunia, terjun payung, ultralight, atau paragliding.

Naik pesawat atau helikopter nggak dibolehin istriku, terjun payung nggak deh gara-gara melihat youtube ada yang meninggal mendadak saat terjun tandem.


Di Pokhara kami harus memilih paragliding atau ultralight, nggak bisa keduanya karena harus lanjut ke acara trekking setelah itu. Dua orang nggak ikut, Nina dan Rachma karena takut ketinggian. Hanya aku yang mengambil paragliding dengan harga USD 85, Daset, Adip, Raihan, Cien, Aries dan Yati ultralight seharga USD 195/30 menit, USD 295/60 menit. Aku memilih paragliding konon kata orang, “Lelaki sejati terbang nggak pakai mesin”.

Kami memesan dari Jakarta, “Nina, tolong bilangin Ram aku pesen paragliding, pilotnya perempuan cantik ya”. Ram, contact person kami di Nepal untuk urusan pelesiran bersama Smandelers.
“Kalau pilotnya perempuan cantik, aku juga mau”, Daset berubah pikiran.
“Men, kata Ram, kamu dapet pilot perempuan cantik, kalau Daset lagi diusahakan”, Nina memberikan laporan, “Men, bilang apa dong aku kan udah dapetin pilot cantik buat kamu?”, Nina melanjutkan.
Aku berikan jawaban kekinian, “Rejeki anak sholeh”.


Subuh tadi kami dijemput menuju Sarankot untuk menyaksikan matahari mulai menerangi Annapurna range, pengunungan Himalaya, cakep!. Paragliding lepas landas dari puncak tertinggi Sarankot, jadi aku harus kembali ke mari bersama Daset.


Jalannya terjal, satu kali kami harus turun dari mobil karena nggak kuat menanjak. Dari puncak Sarankot terlihat danau Pea Wa, danau terbesar di Pokhara, tempat kami mendarat.

Menunggu angin baik yang membawa kami lepas landas, aku bilang apa ya?, “Up up and away” seperti Superman apa “To infinity and beyond”, kayak Buzz Lightyear. Aku pilih, “Bismillah” dengan ditambah doa dalam hati, “Mudah-mudahan nggak ngompol”, soalnya aku kebelet pipis nih.

Pilotku berpesan agar aku tetap berlari sampai lepas landas, kalau nggak nanti keseret parasut bisa cedera parah karena badanku berat. Tugas itu aku lakukan dengan baik dan benar, akhirnya melayang di udara, asyiknya.

Keren banget, aku terpesona sampai kusadari ada kamera foto dan video, penyakit narsis kambuh lagi, sip banget.


Paragliding bukan pilihan utamaku, sebetulnya aku ingin banget parahawking, ber-paragliding sambil memberi makan elang. Tangan kiri kita dibalut sarung tangan kulit, elang jenis Volture dari Mesir terlatih akan hinggap di tangan untuk diberi makan saat kita di udara, keren banget kan!.

Sedih amat loh waktu Nina bilang, “Men, parahawking sejak 6 bulan lalu sudah dilarang karena dianggap melanggar hak asasi binatang oleh pemerintah Nepal”.

Nah, buat kamu penggemar bonsai bersiap deh karena sebentar lagi bonsai dilarang karena melanggar hak asasi tanaman.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Haha....untung nggak ngompol ya diatas

Unknown mengatakan...

Seru juga ya paragliding.. Chormen beneran akhirnya dapat pilot perempuan cantik? Itu di foto tangannya kekar amat yaaa... Hahaha...