Angka jam di hapeku hampir
menunjukan pukul 19.30, waktunya untuk menyaksikan pertunjukan wayang orang
Ramayana, kamipun bergegas menuju toilet restoran yang hanya ada 1 untuk wanita
dan 1 lagi untuk pria. Bukan di toilet ini tempat pertunjukannya. Ketika aku
masuk si toilet masih sepi begitu keluar antrian panjang laki-laki yang kebelet
pipis sudah mengular.
Aku menyerahkan tiket
pertujukan kepada petugas berpakaian Jawa lengkap dengan belangkon, petugas
lain mengarahkanku ke tempat duduk, “Alumni SMA 8 di sana pak”. Kok tahu?.
Mungkin karena si petugas tahu kalau aku orang pinter.
Bangku yang kami duduki
terbuat dari batu agar sesuai dengan latar belakang panggung, si cantik
Prambanan, atau karena kami duduk di kelas kambing, yang pasti bukan kelas
kambing congek. Kalau si kambing dipanggil nggak dengar bukan berarti si
kambing congek, bisa jadi karena si kambing kebanyakan makan gudeg yang
membuatnya jadi budek.
Pak Ugi, bapak guru kami,
dan ibu ditemani 2 orang kawan duduk di bangku cadangan, eh maksudku bangku
VIP.
Pertunjukan dimulai,
narasi dibacakan dengan bahasa Jawa, aku nggak ngerti, soalnya kemampuan bahasa
Jawaku masih di level basic. Untungnya
co-dalang, Iriana, menjelaskan jalan ceritanya. Fida dan Lizarina khusyuk
mendengarkan sang co-dalang.
Jujur aja aku baru sekali
ini tertarik menonton wayang, dulu-dulu sih ogah. Sekarang juga kalau nggak
nonton bareng aku juga nggak mau. Ternyata pertunjukan yang dikemas dalam 2
babak ini keren banget, apalagi klimaks di babak pertama seru banget, ketika
Hanoman membakar istana Rahwana dengan api sungguhan. Wuih, keren!.
Aku ceritakan sedikit
tentang upaya Rahwana menggaet Sinta. Pak Raksasa ini mengirimkan Marica,
kijang kencana yang memiliki nama kecil Caca, nama lengkapnya Caca Marica.
Sinta ingin memiliki Caca,
maka Sinta meminta Rama menangkapnya. Caca
berlari-lari kecil, bukan melaksanakan sai tetapi berlari-lari centil.
Rama mengejar. Mana bisa tertangkap soalnya Rama larinya juga centil. Kesatria
kok kemayu!.
Caca ternyata berlari ke
pintu dekat kami duduk, pikiran jailku mencuat, “Aku tangkep ah!”, aku katakan
kepada kawan, akupun berjalan menuju pintu tempat Caca keluar, kawan-kawan
memperhatikan.
Marica mulai menaiki
undak-undak dan menuju pintu keluar, tempat aku menanti, aku sudah siap, aku menggerakkan kedua tanganku untuk
menangkap si kijang kencana. Marica kaget dan meloncat kebelakang, kawan-kawan
tertawa. Kini semua mata penonton mengarah kepada kami, si kijang dan sang
pangeran.
“Men, diborgol petugasnya
loh!”, teriak salah seorang dari kami.
Aku duduk kembali ke
tempatku, “Men, kok nggak ketangkep?”.
Aku memang sengaja tidak
ingin menangkap Marica, soalnya kan kamu tahu Prambanan menjadi kiblat
sendratari Ramayana, kalau tertangkap bisa-bisa lakon Ramayana berubah menjadi
……. Rama menangkap kijang kencana dibantu pangeran ganteng bernama the O.
![](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_v30NkYv0W-IFdQOQhfSVuqAaQ3XzLNnInEvFtgRteHkd3maf3Yv7wT8fijJqEsJpGt5o4ihJotLiHiAAlynaqWx5BRiu9HBniHQEQci9IRCZijp38-UvJDE4Hz4xpwWdr_ig_XTNrYzCBCm7fMTsxCnXj1TAs=s0-d)
Willem Teddy Usmany Apadelaers mmg slalu kompak........!!20 hours ago ·
Willem Teddy Usmany Apadelaers mmg slalu kompak........!!20 hours ago ·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar