“Biasa … cewek yang naksir
gue”, aku jawab begitu.
Pak Ugi sudah memulai
sarapan, pakem masih dipegang teguh, guru nggak boleh kalah sama muridnya, padahal kami murid pertama yang tiba di lokasi sarapan.
Sarapan gudeg menjadi pilihan Aria dan aku, enak banget!. Kami sarapan di taman
karena Aria seorang ahli hisap.
Iin, Evi, Nia, Udeng, Uun, Sis
bergabung. Kesempatan bertemu dengan penulis dimanfaatkan Iin, “Men, cerita elo
di SMA macem-macem banget?”.
“Makanya waktu di SMA tuh
bandel, jadi punya banyak cerita”, tapi bandel aja nggak cukup, selain bandel
kamu harus pintar nasihatku, siapa tahu Iin mau masuk SMA lagi.
“Kalau aku terharu banget
waktu baca cerita temen yang nyaris meninggal di jurang”, Evi ikut-ikutan.
“Ini orangnya yang nyaris
tewas”, jawabku sambil menunjuk Aria.
Sehabis sarapan bersama
Tatik, Rike, Aria, Intan, Nia, Udeng, Dewi, Ratih, Jimbo, kami menjajah
Malioboro untuk mencari gituan, bahkan sampai Pasar Beringharjo. Pedagang
Beringharjo punya pakem, harga pas nggak bisa ditawar, keqi banget waktu mau
beli celana pendek batik selusin bareng Aria dan Rike, begitu kami pergi eh
dikasih.
“Men, kok elu dibayarin
Aria?”, Rike terheran-heran.
“Itu pake uang kas Apadela”,
padahal itu uang aku di Aria belum dikembalikan untuk biaya ke Jogja, waktu
transfer ke Weny pakai uang aku dulu.
Keluar Beringharjo Rike, Tatik,
Ratih dan Aria makan pecel, ya ampun baru sarapan makan lagi, pastes aja badan
mereka pada lebar-lebar.
Nggak lengkap rasanya
sudah sampai Jogja nggak beli bakpia Patuk, penganan itu kami beli langsung
dari pabriknya dengan naik beca bolak-balik seharga lima ribu.
Jelang makan siang kami
meninggalkan Malioboro, tempat aku dulu membeli 2 buah ikat pinggang kulit,
salah satunya pernah dipakai Marisa. Kok
bisa?
Ikat pinggang kulit
berwarna coklat memang cocok dengan seragam sekolah yang krem-krem, nah waktu aku mau turun berpapasan dengan
Marisa, “Men, ikat pinggang elo keren banget deh!, buat gue dong!”.
Akupun melepaskan si ikat
pinggang dan segera perpindah tangan. Waktu Eny Damayanti tahu cerita ini dia
bilang, “Seharusnya kamu langsung minta barangnya Marisa, pasti dikasih. Dia
emang begitu”. Ya ..., telat!.
Salah seorang kawanku
pernah bilang, “Itu ikat pinggang pasti udah masuk tempat sampah!”.
Menurutku belum tentu
juga, siapa tahu Marisa bingkai dan dipajang di ruang tamu, ya kan?
Willem Teddy Usmany Gw stuju sm elo Men, kayax mmg itu ikat pinggang dibingkai dan dipajang diruang tamu. Xixixi....!
Tiza
Selalu menarik baca tulisan kang chormen.
Thank you kang !
Tiza
Selalu menarik baca tulisan kang chormen.
Thank you kang !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar