hahaha... sebagian dari "pengacau" yang bikin elo nggak bisa tidur itu
adalah tim ngamen "shift-2" dari jam 1-3 dinihari,
yaitu gue menggantikan habib idrus, ines sang humas menggantikan fifi,
trus ada dedi yang ikut ngejam, obet sihotang, ajay yang bolak-balik.
tapi pipi nggak komplen kok, men, hehehe...
~a~
adalah tim ngamen "shift-2" dari jam 1-3 dinihari,
yaitu gue menggantikan habib idrus, ines sang humas menggantikan fifi,
trus ada dedi yang ikut ngejam, obet sihotang, ajay yang bolak-balik.
tapi pipi nggak komplen kok, men, hehehe...
~a~
Tulisan di
atas semacam pengakuan dosa dari mereka yang membuat sebagian dari kami
tidak bisa tidur. Sekarang aku lanjutkan ceritanya, sudah sampai dimana
ya? Oh, iya sampai dombaku yang nggak bisa mengembik tetapi bisa
ngejreng, jenis domba langkah!.
Aku
membuka pintu tenda lebar-lebar supaya domba-dombaku bisa leluasa
keluar untuk merumput biar mereka bisa mengembik lagi nanti malam.
Setelah
menyikat gigi aku berwudhu untuk selanjutnya menunaikan tugas anak pak
haji yaitu shalat subuh. Sarapan pagi tengah disiapkan namun nggak kopi
jadi terasa kurang pas kalau pagi-pagi nggak ngupi, jujur bicara perkara
ngupi itu bukan tugas anak pak haji, tugas anak tentara barangkali.
Sialnya aku nggak bawa kopi karena aku pikir urusan makan dan minum
termasuk kopi bakal dijamin pemerintah alias panitia.
Masih
ada harapan, kulihat sekelompok pria gaek asyik berbincang sambil
menyeruput kopi diantaranya Ragil ’80, Konon ‘xx, Joshua ’80.
“Elo mau kopi? Enak nih kopi Lampung”, Konon menawarkan kopi yang masih berasap.
“Gue nggak suka kopi yang berat, kopi instan ada nggak?”
“Ada nih punya Iik, tadi dia udah nawarin ke orang-orang.”
Aku
ambil satu bungkus, lumayan walau bukan kopi favoritku, sebaiknya aku
minta ijin pemiliknya dulu walau orangnya nggak ada di tempat.
“Iik
minta kopinya ya? ... ambil aja Men ..... gue ambil ya .... kok cuma
satu .... cukup kok, terima kasih ya!”, kalau sudah ijin halal jadinya.
Saat
aku kembali ke tenda makan kujumpai Vini ’86 yang baru selesai menyuci
muka. Di bale bambu seorang lelaki menyalamiku sambil berkata. “Kapan ke
Pejaten Village lagi?”, aku masih belum ngeh. Dia menambahkan “Kita ketemu waktu makan siang!”.
“Udah, elo nggak nggak nyebut nama, gue inget .... elo pasti Heru ’86 kan?”.
Aku
termasuk orang yang gampang menghafal wajah apalagi kalau orangnya
cantik, tampan, lugu, lucu, bego, tolol, seksi, kampungan. Nah, kalau
Heru karena tampangnya ..... , terserah kamu deh mengisi
titik-titiknya!.
Ditengah
jalan aku dicegat Deni si manusia gajah ’81 karena sekarang tinggalnya
di sekitar Way Kambas, dulu jaman sekolah namanya Deni si manusia ikan
sesuai dengan komik tebal yang pernah aku baca. Tenda Deni bersama
istrinya persis berhadapan dengan tendaku.
Deni
mengajak Smandeler tanggal 12-14 Maret 2011 untuk trekking naik gajah
dan memancing di Way Kanan, sungai yang ada buayanya, bakalan seru nih
kelihatannya. Kalau kamu nggak sepaham kalian bisa memancing di Way
Kiri.
Sarapan pagi sudah siap berupa nasi goreng komplit met
kerupuk ditambah chicken nugget, sedangkan roti isi hanya untuk
anak-anak, ditemani musik yang semalam ... bosen ..., emang nggak ada
yang lainnya!.
Musik
tersebut ternyata untuk mengiringi senam pagi yang dipandu oleh Jumar
’86 dan Vini dengan gaya mencuci baju, ngulek sambel, macam-macam deh
pokoknya. Aku memutuskan tidak mengikuti senam pagi karena yakin nggak
bakalan langsing yang ada malahan jadi bantat.
foto: comot sana-sini dari FB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar