Satu per satu
menaiki bis, aku memulainya dengan kaki kanan seolah mengikuti anjuran agama, kalau menuju tempat yang baik sebaiknya dimulai
dengan kaki kanan, padahal aku teringat anjuran kenek jaman sekolah dulu, turun
kaki kiri, naik kaki kanan.
Kursi deretan
depan sudah terisi dua-dua, begitu seterusnya sampai bagian tengah, ada 2 kursi
kosong di bagian kanan kalau kita naik dari depan, satu di samping Titi, satu
lagi di samping Iriana.
“Na, gue duduk
sini ya?”.
“Elo kalo mau di
dalam”, maksudnya dekat jendela.
“Gue yang di gang
deh!”.
Lagi rebutan
tempat duduk di gang, Titi ikut bicara, “Men, di sini kosong, kamu di sini aja!”,
sambil menepuk kursi kosong di sampingnya, posisinya di gang.
Pucuk dicinta
ulam tiba. Kalau kamu lelaki mungkin hati kecil kamu bicara, “Enakan di samping
Titi”, bagiku tidak hanya hati kecil, hati besar juga bilang, “Enakan di
samping Titi”.
Bis mulai berjalan, berjalan perlahan seolah memberi kesempatan kawan-kawan mengedarkan camilan. Melihat
begitu banyak makanan, aku berani bertaruh sampai kembali ke Jakarta sang
makanan nggak bakalan habis.
“Taruhan yuk! Nggak
usah banyak-banyak cukup cepek-cepek aja!”
Jarak masih
tersisa separuh perjalanan menuju Serang ketika bu Mod angkat bicara,”Ada sms dari Eneng, siapa yang mau pesen es jeruk atau kelapa muda untuk makan siang?”.
Mayoritas memilih kelapa muda, minuman favoritku menang.
Saat di dekatku
pak Ketupat, Ketua Panitia Tetap 30 tahun Smandel 81, bilang, “Men, nanti di
Serang elo bantuin Eneng dong untuk photo session. Kasihan dia baru balik
semalem, jadi nggak sempet ngatur-ngatur”.
Lama banget harus
menunggu sampai di Serang, di sini aja di dalam bis. Nggak sulit mengatur
angkatanku kalau urusan potret-potretan. Tapi kok aku jadi di bagian belakang,
nggak sesuai pakem, malah yang bagian belakang banget nggak kebagian.
Sebelumnya pak
Ketupat mengutarakan, “Men, elo bisa bikinin cerita kan kalau kita ke Serang?”.
“Sekarang udah
ada tarifnya”.
“Elo sebut aja,
nanti kita bicarakan”.
Jujur omong aku cuma
bercanda, tapi kalau dianggap serius nggak apa-apa juga!.
Perjalanan kami
ke barat menuju Serang, melengkapi perjalan sebelumnya ke timur, Cirebon, ke
selatan Bogor dua kali dan Bandung, yang belum pernah ke utara.
“Kalau gitu kita
tahun depan ke kutub utara dong?”.
“Ya, nggak sejauh
itu! Paling-paling mentoknya di Tebet Utara”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar