Selepas subuhan aku mempersiapkan diri untuk trekking ke gunung Pancar,
mandi dan menyeruput secangkir kopi sebelum menjalankan mobilku ke tempat
berkumpul untuk main tunggu-tungguan. Sarapan nggak perlu karena ada acara
sarapan bersama, sip deh.
Tempat kumpul pertama di mc D Cibubur, yang membeli hanya Manca itupun
kopi untuk dirinya sendiri, karena dia yang datang pertama, sementara yang datang
berikutnya hanya menemani duduk di teras mc D, ditemani makanan gratis berupa
roti Unyil buatan Indil. Kayaknya ini trekking paket hemat.
Lanjut ke tempat tunggu-tungguan berikutnya, KFC Sentul City, lagi-lagi
roti Indil jadi andalan.
Singkatnya kami sampai di Taman Wisata Alam Gunung Pancar setelah membayar
Rp 7.500,- per pengunjung dan mobil Rp 15.000,-. 23 orang dan 4 mobil semuanya.
Acara pertama sarapan bareng, yang ceritanya ada di bagian tersendiri,
itupun kalau aku nggak malas meneruskan ceritanya.
Seorang anak tanggung menawarkan jasanya untuk mengantarkan kami ke
lokasi trekking, dengan harapan mendapatkan jalur trekking yang bagus, Ninad
yang menjadi komandan trekking menerima tawaran tersebut.
Awalnya kami jalan mendaki masih di jalur yang bisa dilalui mobil,
kemudian masuk ke jalan setapak yang terus mendaki, aku mulai menyesal karena
kurang tidur mengurus peserta dari angkatanku yang semakin malam semakin banyak
yang terkena racun, mulai dari Jaya, Nita, Arief, Manca, Basith, Beton, bahkan Marlina
yang pagi-pagi ikutan nongol menemani Unny, Ninam dan Lucky yang sudah
terdaftar sebelumnya. Lebih menyesal lagi aku tadi sarapannya banyak banget karena nggak mau rugi,
jadi belum sempat istirahat nih untuk menurunkan makanan. Biasa, nyari alasan!.
Acara trekking selama 2 jam pergi dan pulang dengan tujuan yang nggak
jelas, dan ternyata dibawa oleh si pemandu ke puncak gunung Pancar. Adakah
keindahan yang diperoleh di puncaknya, NGGAK, dengan huruf besar semuanya.
Pemandangannya kealingan pohon-pohon.
Salah satu pemandang di puncak adalah jemuran pakaian kuncen yang menjaga
2 makam di sana. “Kalau mau melihat makam nggak usah jauh-jauh”, kata beberapa
di antara kami. Walaupun terkena jebakan betmen, kita semua tetap senang,
namanya juga Komunitas Nyari Susah, Ilalang Smandel, Ikatan Alumni Petualang SMAN 8 Jakarta.
Warung tempat tongkrongan kami menjadi korban manusia kehausan karena
trekking walau yang dihabiskan nggak lebih dari 88 ribu perak.
Ada juga sih yang nggak ikutan trekking tapi cuma nongkrong di warung,
Jaya salah satunya, yang punya alasan, “Kalau istri gue tahu ikutan trekking terus
gue dibawa ke dokter, kan jadi mahalan ongkos berobatnya”.
Namun Manca punya alasan yang tepat mengapa Jaya nggak ikutan trekking, “Kalau Jaya nggak trekking gue sih maklum, dulu waktu SMA dia kan masuk Seksi Upacara, jadi emang dari dulunya dia pantesnya jadi Cheerleader”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar