Sabtu, 23 Mei 2015

Mendaki Gunung di Usia 50 Tahun

The shadow of old courages — at Gunung Papandayan Garut.
Ni'Ken Smandel 1983 menulis,

Mendaki gunung adalah panggilan. Awalnya ia mengundang misteri tersaput keraguan, lalu menawarkan kebahagiaan sekaligus kedamaian, menumbuhkan ketakjuban dan rasa syukur. Meski ada kelelahan bercampur rasa gentar dan jera, tapi semua berakhir dengan kelegaan. Aneka rasa yang akan mengundang kerinduan untuk mengulangnya kembali satu ketika. Tak peduli berapapun usia kita.

Sholat Subuh berjama'ah. Sujud syukur dan berserah diri pada perlindungan Yang Maha Pencipta. — at Gunung Papandayan Garut.
Tidak seperti PNS atau orang gajian lainnya, pendaki gunung tak mengenal pensiun, apalagi PHK. Tak peduli apa gunungnya dan tak penting juga seberapa hebat ataukah masih pemula. Tak ada kinerja yang perlu dievaluasi dan tanpa deadline yang harus dikejar, karena terserah kita jam berapa hendak tiba di puncak. Selama masih punya gairah kecintaan pada alamnya dan dibekali persiapan (fisik, perlengkapan, logistik, mental) yang baik, siapa takut?

Berjalan santai di alam terbuka tidak hanya memberi jeda dari kesibukan, ketenangan dari kegaduhan, tapi juga waktu untuk berkontemplasi memaknai kembali masa lalu, kini dan esok. — at Gunung Papandayan Garut.
Usia lima puluhan mendaki gunung, mengapa tidak?


Tim inti: all schoolmates at senior high school
— at Gunung Papandayan Garut.

Tidak ada komentar: