Ni'Ken Smandel 1983 menulis,
Mendaki gunung adalah panggilan. Awalnya ia mengundang misteri
tersaput keraguan, lalu menawarkan kebahagiaan sekaligus kedamaian,
menumbuhkan ketakjuban dan ra
sa syukur.
Meski ada kelelahan bercampur rasa gentar dan jera, tapi semua berakhir
dengan kelegaan. Aneka rasa yang akan mengundang kerinduan untuk
mengulangnya kembali satu ketika. Tak peduli berapapun usia kita.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1M790aOD64bFhslOByJVojUOq3CyMpc5AJqd3m4a3rp1FIxao3DjnTnuSHQeBfreXdWVIegHhBgSzv46Ea-GRcwg-4OeidyNKCEb2qXBMuMxxTvtc1mxaOP8CxqLLTlJR518AAGABJfc/s640/Subuh.jpg) |
Sholat Subuh berjama'ah. Sujud syukur dan berserah diri pada perlindungan Yang Maha Pencipta. — at Gunung Papandayan Garut. |
Tidak seperti PNS atau orang gajian lainnya, pendaki gunung tak
mengenal pensiun, apalagi PHK. Tak peduli apa gunungnya dan tak penting
juga seberapa hebat ataukah masih pemula. Tak ada kinerja yang perlu
dievaluasi dan tanpa deadline yang harus dikejar, karena terserah kita
jam berapa hendak tiba di puncak. Selama masih punya gairah kecintaan
pada alamnya dan dibekali persiapan (fisik, perlengkapan, logistik,
mental) yang baik, siapa takut?
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOHQmuus3jrIjfStlJezxefzLYK7YILpxrfxrMzTtyaKicjdLi-d6fIcoPv5DKI-WHbCnmvC5LcXGx392Qwqa7UqwdQxIgDBa7zMIIzD_ocfVoKmZ5x1-MRQuNkX1GpWRQRWlyAlj_wyk/s640/Berjalan.jpg) |
Berjalan
santai di alam terbuka tidak hanya memberi jeda dari kesibukan,
ketenangan dari kegaduhan, tapi juga waktu untuk berkontemplasi memaknai
kembali masa lalu, kini dan esok. — at Gunung Papandayan Garut. |
Usia lima puluhan mendaki gunung, mengapa tidak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar