Perjananku pagi ini
lumayan jauh ke CIFOR, Bogor, naik mobil sendirian. Berhubung acaranya keren
banget, aku bela-belain deh. Bagaimana nggak keren dalam waktu setengah hari
dapat forest walk, ke danau, olah-raga, ngasih makan rusa, belanja sayur dan
buah, serta ngeliwet, mantap nggak tuh!. Sayangnya nggak ada satu orangpun di
angkatanku yang tertarik, mungkin gara-gara nggak tahan dengan kalimat forest walk, maklum sudah
kepala lima.
![]() |
Aku datang agak terlambat
sudah ada beberapa kawan yang datang, 2 orang belum aku kenal, mereka adalah
Yani dan Ziah. Ziah sempat berkata, “Entar foto gue ada di postingan”, dalam
hati aku menjawab, “Jangankan foto, nama juga terpampang, tapi tergantung
bayarannya juga sih”.
Nyomot pastel dulu sebelum
berangkat, maklum dari rumah segaja nggak sarapan, eh tangan nggak mau diem,
dia nyamber minuman teh dalam kemasan botol buat bekal perjalanan.
Perjalanan dimulai dengan
menyusuri Situgede, danau buatan yang awalnya berupa rawa, rute yang kami
harus lalui sebelum masuk hutan. Sebetulnya menyebut hutan kurang tepat,
semestinya disebut taman, katena hutan ini merupakan hutan buatan yang isinya berbagai
tanaman keras hampir dari seluruh penjuru dunia, sama dengan Taman Cibodas
kira-kira. Luasnya 60 hektar.
Saat ini usia hutan ini 70
tahun, karena dibuat pada tahun 1954 oleh seorang warga negara Belanda, Dani menjelaskan sambil kami berjalan dan manggut-manggut,
entah terkagum-kagum atau malas mikir, soalnya setelah aku hitung saat
menuliskan cerita ini, 2015 dikurang 1954 hasilnya 61 tahun. Waduh ngitungnya
darimana kok 70 tahun. Jangan-jangan Dani nyatut, tapi berpikir postif aja,
mungkin karena masalah pembulatan, Dani membulatkan angkanya ke atas banget!!!.
Harap dibaca “banget dengan tiga tanda pentung”.
Di suatu persimpangan,
masih di dalam hutan, beberapa orang dari kami mengambil jalan ke kiri,
sementara jalan yang harus kami tempuh lurus.
“Eh, pada ke mana tuh!”,
salah satu dari kami mengingatkan.
“Udah, diemin aja ….!,
entar kalau udah jauh baru kita panggil”, aku memberi saran.
“Jangan gitu dong Men, masalahnya
ada Lintang, anak gue!”, Sita mulai resah.
“Jail loh Men, dosa lo …!”,
komentar kawan-kawan dan kamipun tertawa.
Kawan-kawan tertawa, aku
ikut senang, soalnya secara matematis kalau berdosa maka dosanya dibagi rata dengan yang ketawa.
1 komentar:
Witty, as usual. Make me smile, Omen.
Posting Komentar