Hari
ini cita-cita Smitha tercapai yaitu menjadi pengantin. Cita-cita yang
didambakan waktu masih TK. Pria yang menjadi pilihannya Ega.
Dulu
waktu Smitha masih kecil, kalau aku makan pisang goreng bikinan Sumi aku suka
bilang kepadanya, “Makan kupingnya".
Dia
ketawa.
“Makan
pipinya”.
Dia
ketawa lagi.
“Makan
matanya”
Dia
ketawa lagi.
Sekarang
Smitha heran kenapa dia ketawa sendiri kalau aku makan pisang goreng
sambil ngomong seperti itu.
Pernikahan
Smitha dengan Ega dilaksanakan dengan menggunakan adat Jawa, pastinya ada acara
nginjak telur, dan lempar melempar daun sirih, masing-masing mendapat jatah 4
buah.
Sebagai
pengapit pengantin pria bersama Ruli kami bertaruh, aku bilang Ega cuma bisa
melempar 3 sirih yang mengenai Smitha, Ruli lebih persimis lagi, cuma 2
katanya.
Ternyata
Ega hebat, dia bisa menyambit 4 sirih kena ke Smitha, sedangkan Smitha hanya
bisa 3, yang satunya nyasar kena ke dadaku. Kalau yang ini rasanya karena
Smitha sentimen.
Oh
iya, adat Jawa kan keluarganya memakai beskap. Kalau pakai beskap pasti pakai
stagen, kain yang dililit di perut.
Untuk
Karris (sepupu Smitha) 7 lilitan stagen yang melingkari perutnya, aku 5 lilitan, Robby Bambang
Subroto (bapaknya Smitha) 4 lilitan dan Ruli (pak de Smitha) ….. coba tebak berapa saudara-saudara?. Ternyata
hanya 3 lilitan.
Ha
ha ha …., sengaja aku tulis ha ha ha biar Ruli nggak marah.
Giliran
pemasangan ikat pinggang. Ikatan pinggang Ruli nggak muat.
Ha
ha ha lagi.
Untungnya
juru rias membawa ukuran yang ekstra panjang, sehingga bisa dipergunakan oleh
Ruli.
Malamnya
ada resepsi pernikahan dengan undangan kawan Smitha dan Ega dengan menggunakan
busana modern, Smitha terlihat cantik sekali, "Seperti Cinderella", kata Karris.
Aku menimpali, “Hati-hati jam 12”.
Aku menimpali, “Hati-hati jam 12”.
Robby
menambahi, “Kalau jam 12 nanti gue berubah jadi kuda”.
Aku
kaget bukan kepalang, tadinya aku pikir jam 12 malam Robby berubah jadi labu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar