Aku menulis di grup
facebook tentang Temu Jidad Apadela HBH 2012 di Trimar Café (Iva), dan
seterusnya. Maksudnya mencantumkan Iva dalam kurung, supaya ada unsur
kekeluargaan, karena kafe ini punya kerabatnya Iva. Nyatanya informasi tadi
membuat Deden dan Dicky kebingungan soalnya sepanjang jalan Tebet Raya mereka
bertanya kepada semua orang nggak ada yang tahu, mereka bukannya mencari Trimar
Café tetapi yang dicari Kafe Iva. Apadela banget!.
Sambil melotot Andrina bilang,"Makanannya diabisin!". |
Tentu ada yang bertanya
tentang kontribusi, aku jawab aja minimum Rp 10 ribu, murah banget ya?, tetapi tetep
aja dari 22 Apadelaers yang hadir hampir sepertiganya nggak membayar, termasuk
aku. Bukan karena nggak mampu tapi lupa ditagih sebabnya Andrina si biang repot
Apadela istirahat di mobil, gara-gara suara musik hidup di kafe membuat
kupingnya jadi rada penging karena kupingnya nguing-nguing.
Nggak tahu deh aku sering
banget ditanya mengenai kontribusi, dan aku selalu seolah menjawab seenaknya
dan anehnya pada menurut. Contohnya waktu Rini Mulyawati ’84 ketua panitia
Reuni Emas Smandel bertanya lewat telpon,
“Men, menurut elo cover
charge Reuni Emas pantesnya berapa, terus pinginnya dapet apa?”.
“Kalo menurut gue sih
dibawah seratus ribu, terus dapet konsumsi dan acaranya bagus!”.
Beberapa hari kemudian
Rini menelpon, “Men, undangan Reuni Emas udah gue cetak, cover charge-nya 80
ribu, seperti kata elo di bawah 100, tadinya sih gue pinginnya Rp 88.888,-,
dapet konsumsi dan acaranya sip!”.
“Elo nggak tekor Rin?”,
aku jadi bingung, nggak salah nih!.
“Nggak lah! Gue bisa kok
nyari sponsornya, gue malah seneng Men kalo minta pendapat elo, nggak kayak
orang lain udah ngomongnya muter-muter nggak ngasih pendapat juga!”.
Untuk acara Smandel 81,
dari dulu sampai Reuni Perak, aku yang
menentukan harganya yang dari dulu nggak naik-naik Rp 50 ribu melulu walau
acaranya diadakan di hotel berbintang 5, Borobudur. Kalau kamu heran, Lucy biang
repot Smandel 81 lebih terheran-heran lagi.
“Men, gue nggak salah
denger nih? Kata Didut elo udah nentuin bayarnya cuma 50 perak, ini di
hotel Borobudur Men!”.
“Iya, 50 ribu”.
“Ya, ampun Men, gue sama
Didut elo jadiin Pengemis dan Tukang Beca lagi!”.
Nah, begitulah sejarah
istilah Pengemis dan Tukang Beca pernah populer di Smandel 81.
Pengemis dan Tukang Becak |
Sekarang Lucy
dan Didut sudah nggak jadi Pengemis dan Tukang Beca, panggilan mereka sekarang Angels.
Jujur kata acara yang diurus mereka lebih sukses saat mereka menjadi Pengemis
dan Tukang Beca.
Begitu side job aku
sebagai orang yang menentukan kontribusi. Kalau aku bekerja di Kementrian
Perhubungan, aku ditempatkan di mana ya?, mungkin di bagian yang menentukan tarif
angkot.
1 komentar:
Mohon maaf, apa betul Rini Mulyawati 84 alumni IPB? mohon infonya.
TOSSY ARYANTO
Facebook : Tossy Aryanto
e-mail : mr.tossy@yahoo.com
Posting Komentar