Sabtu, 13 Februari 2016

Sakitnya Tuh Di Sini



Setelah ishoma di rumah Tatik, kami melanjutkan perjalanan menuju Cipanas untuk berendam air panas. Kebetulan arah yang dilalui melewati sentra kulit Garut. Rike yang mewakili Bupati Garut berkata, “Pada mau mampir beli kerajinan kulit nggak?, mumpung kita lewatin”.
Gayungpun bersambut.


Kebetulan aku lagi butuh sepatu formal karena sepatu kulitku mangap, sedangkan sepatu yang lainnya hilang satu gara-gara jatuh dari mobil. Oalah, bisa-bisanya jatuh dari mobil.
Aku beruntung ditemani orang yang punya Garut, Rike, nggak tahu deh pedagangnya kalau melihat Rike harganya jadi murah, sayangnya sepatu nomor 43 nggak ada. Kasihan deh.

“Mas Omen, mas Omen ...., harganya murah banget!”, komentar Indil yang mendapatkan tas dan jaket kulit warna merah Ferrari. Beli jaketnya dulu abis gitu beli mobilnya ya Indil. Nggak dapat sepatu kulit akhir aku hanya beli kerupuk kulit.

Kawan yang lain nggak kalah gesit berburu kerajinan kulit, ada yang bertigaan beli sedal kulit yang sama, Nilam, Rosana dan Mundi. Seketika kaki mereka naik kasta dari bersandal jepit kini bersandal kulit.


Nggak terasa sudah lebih dari 10 jam meninggalkan Jakarta, kawan-kawan tetap semangat dan tidak terlihat lelah. Tidak menggantuk apalagi tertidur. Kalau nggak percaya ini buktinya, mereka tetap bugar kan?.


Matahari sudah hampir tenggelam dan hujan rintik-rintik menemani kami memasuki tempat pemandian air panas milik hotel Tirta Gangga dengan bandrol 25 ribu seorang, baik berenang atau jaga Pos 1, alias jaga barang. “Aku aja yang jaga Pos ! karena aku lagi nggak berendem”, kata NinAd. Itulah Ilalang Smandel, di mana-mana selalu rebutan jaga Pos 1.

Tempat berendamnya ada beberapa dengan temperatur yang berbeda, kolam renang dengan air suam-suam kuku, kolam kecil yang airnya panas banget ketika baru menyelupkan anggota badan, setelah beradaptasi rasanya mantap banget, pegel-pegel bisa hilang. Ada pula pancuran yang memancarkan air panas dari atas dan ke arah punggung, serasa dipijit jadinya. Buat yang malu-malu kucing bisa berendam di dalam bilik rendam.


Selesai beredam aku ke kamar ganti lengkap dengan ranselku, ada 4 buah kamar mandi dan harus mengantri. Antri!!!, nggak juga, antri belum menjadi budaya negeri ini. Ketika aku menyiapkan shampo dan sabun cair, tiba-tiba kamar mandi giliranku disambar orang lain.
Aku siap-siap jangan sampai diserobot lagi, bener juga ada yang nyerobot, kini karakter anak Berlan aku tunjukan. “Pak, rasanya saya duluan deh yang ngantri di sini”.
Tuh orang, buka kunci kamar mandi, keluar untuk memberikan kesempatan kepadaku.
“Berani juga loh Men!, namanya juga anak Berlan!”.
“Bukan begitu kawan, tuh orang badannya jauh lebih kecil”.

Buat semuanya aku kasih tahu ya Arief selesai berendam nggak mandi, dia ganti baju aja, “Gue ganti baju aja, semua barang gue bawa, odol, shampo, sabun, kamera, gitar, sound system, eh handuk gue nggak bawa”, tutur Arief kepadaku.

Ketika aku beberes di Pos 1, nggak sengaja sebuah payung kesenggol tanganku dan jatuh, aku pungut dan bertanya kepada Dhyta yang berdiri di sampingku, “Dhyta, yang jatuh ini payung siapa?”.
“Punya Indil, udah elo tarok aja di sini”, sambal tangan kanannya menepuk meja.
“Bukan gitu!, ini payung jatohnya pas di jari kaki gue!, sakiiiit bangeetttt!”. Sakitnya tuh di sini!.

Tidak ada komentar: