Minggu, 14 Februari 2016

Nginjek Gituan



Dalam dunia Dinamika Kelompok disebutkan bahwa ciri komunitas yang kompak diantarannya memiliki jargon yang hanya dimengerti oleh komunitas itu sendiri. Nah, Ilalang punya bahasa kalbu seperti itu, malah bertambah banyak dengan “nginjek gituan” menyusul “jebakan Betmen” dan “remed Papandayan” yang sudah ada. Berhubung cerita ini aku tulis tertunda 2 minggu banyak yang penasaran dengan arti nginjek gituan. Gituannya apa sih yang diinjek?.


Nah, nginjek gituannya aku ceritain deh sekaligus melanjutkan kisah setelah berendam air panas di Cipanas, Garut. Sekarang kami semua sampai deh di rumah Rike untuk makan malam dan beristirahat. Istirahat?. Pertanyaan yang sulit dijawab.

Urusan makan seharian selalu berjumpa dengan sahabat lama, pete, tapi di rumah Rike petenya nggak dalam bentuk papan melainkan sudah dikupas, dipotong dan dicampur dengan lauk dan sayuran jadi susah menghitung siapa yang makan petenya yang terbanyak. Paling-paling yang juara orangnya yang itu-itu juga.

Acara selanjutnya pembagian kaos Pilkada, kaos yang proses pemilihannya sampai 4 tahap. Mas Tomo juga dapat dan kebetulan aku yang diminta kawan-kawan untuk menyerahkannya.


Jam 10 malam mas Tomo pamit sekaligus mengantar Heppy dan Rika menginap untuk menemani Tatik. Sementara di rumah Rike semakin malam kampret-kampret Ilalang pada keluar menemani dentingan gitar Arief. Kenapa aku bilang kampret? Karena semakin malam penyanyi dadakan dan gratisan ini semakin segar, NinAd, Mundi, Rosana, Beton, Basit, Jaya, Nilam, Unny, Marlina, Rike, Lucky, Rachma, Indil, Dhyta, Nita, Ida. Kok semua orang disebut?. Aku udah nggak lihat lagi siapa yang nyengnyong, yang aku dengar suaranya doang, maklum PW.

Mereka menyanyi segala genre, dari lagu wajibnya anak petualang, Country Road, Annie’s Song punya John Denver, dangdut, Chriesye sampai Nonton Bioskopnya Bing Slamet dengan koor yang kompak di lirik terakhir ngijek gituan.

Jadilah nginjek gituan jargon yang populer. Aku yakin kalau Ilalang belum punya nama, kumunitas ini bakalan dinamakan Nginjek Gituan, ya kan? Ah, cerita nginjek gituannya anti kllimaks, kirain apaan, sudah nunggu-nunggu nggak tahunya gitu doang! Pembaca kecewa!.

Gitaran berakhir pukul 02.30 dini hari, entahlah mas Hari, suami Rike, si pemilik rumah ditegur Kepala Desa karenanya, kami mohon maaf kalau hal itu sampai terjadi.

Mengenai trekking pendek di kawah Kamojang, dan wisata kuliner aku nggak perlu banyak bertutur, fotonya Arief sudah bekoar-koar lebih dari sekedar bercerita.

Sisi menarik justru perjalan pulang yang penuh horor karena hujan badai di sekitaran Jabotabek yang menyebabkan jalan tol Cikampek-Jakarta terputus karena banjir dan gerbang tol Cikunir 2 ambruk gara-gara angin ribut. Hampir kami mengubah arah pulang melalui puncak untungnya mbah Google dan TMC Polda Metro Jaya tetap menyarankan lewat tol.


Di tengah perjalanan yang mendebarkan jantung, cieileh, kayak jatuh cinta aja jantung berdebar-debar, Bagas putra Lucky, sahabat cilik kami, menyanyikan lagu cinta. Waduh, kecil-kecil nyanyi lagu cinta, jangan-jangan Bagas lagi jatuh cinta, dan jangan-jangan …….... yang ditaksir Bagas temen emaknya.

Tidak ada komentar: