Dalam dunia Dinamika Kelompok disebutkan bahwa ciri komunitas yang
kompak diantarannya memiliki jargon yang hanya dimengerti oleh komunitas itu
sendiri. Nah, Ilalang punya bahasa kalbu seperti itu, malah bertambah banyak
dengan “nginjek gituan” menyusul “jebakan Betmen” dan “remed Papandayan” yang
sudah ada. Berhubung cerita ini aku tulis tertunda 2 minggu banyak yang
penasaran dengan arti nginjek gituan. Gituannya
apa sih yang diinjek?.
Nah, nginjek gituannya aku ceritain deh sekaligus melanjutkan kisah
setelah berendam air panas di Cipanas, Garut. Sekarang kami semua sampai deh di
rumah Rike untuk makan malam dan beristirahat. Istirahat?. Pertanyaan yang sulit dijawab.
Urusan makan seharian selalu berjumpa dengan sahabat lama, pete, tapi di
rumah Rike petenya nggak dalam bentuk papan melainkan sudah dikupas, dipotong
dan dicampur dengan lauk dan sayuran jadi susah menghitung siapa yang makan
petenya yang terbanyak. Paling-paling yang juara orangnya yang itu-itu juga.
Acara selanjutnya pembagian kaos Pilkada, kaos yang proses pemilihannya
sampai 4 tahap. Mas Tomo juga dapat dan kebetulan aku yang diminta kawan-kawan
untuk menyerahkannya.
Jam 10 malam mas Tomo pamit sekaligus mengantar Heppy dan Rika menginap
untuk menemani Tatik. Sementara di rumah Rike semakin malam kampret-kampret
Ilalang pada keluar menemani dentingan gitar Arief. Kenapa aku bilang kampret?
Karena semakin malam penyanyi dadakan dan gratisan ini semakin segar, NinAd,
Mundi, Rosana, Beton, Basit, Jaya, Nilam, Unny, Marlina, Rike, Lucky, Rachma,
Indil, Dhyta, Nita, Ida. Kok semua orang
disebut?. Aku udah nggak lihat lagi siapa yang nyengnyong, yang aku dengar suaranya doang, maklum PW.
Mereka menyanyi segala genre, dari lagu wajibnya anak petualang, Country Road, Annie’s Song punya John
Denver, dangdut, Chriesye sampai Nonton Bioskopnya Bing Slamet dengan koor yang
kompak di lirik terakhir ngijek gituan.
Jadilah nginjek gituan jargon yang populer. Aku yakin kalau Ilalang
belum punya nama, kumunitas ini bakalan dinamakan Nginjek Gituan, ya kan? Ah, cerita nginjek gituannya anti kllimaks,
kirain apaan, sudah nunggu-nunggu nggak tahunya gitu doang! Pembaca kecewa!.
Gitaran berakhir pukul 02.30 dini hari, entahlah mas Hari, suami Rike,
si pemilik rumah ditegur Kepala Desa karenanya, kami mohon maaf kalau hal itu
sampai terjadi.
Mengenai trekking pendek di kawah Kamojang, dan wisata kuliner aku nggak
perlu banyak bertutur, fotonya Arief sudah bekoar-koar lebih dari sekedar
bercerita.
Sisi menarik justru perjalan pulang yang penuh horor karena hujan badai
di sekitaran Jabotabek yang menyebabkan jalan tol Cikampek-Jakarta terputus
karena banjir dan gerbang tol Cikunir 2 ambruk gara-gara angin ribut. Hampir
kami mengubah arah pulang melalui puncak untungnya mbah Google dan TMC Polda
Metro Jaya tetap menyarankan lewat tol.
Di tengah perjalanan yang mendebarkan jantung, cieileh, kayak jatuh cinta aja jantung berdebar-debar, Bagas putra
Lucky, sahabat cilik kami, menyanyikan lagu cinta. Waduh, kecil-kecil nyanyi
lagu cinta, jangan-jangan Bagas lagi jatuh cinta, dan jangan-jangan …….... yang
ditaksir Bagas temen emaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar