Dari pintu gerbang di persimpangan jalan menuju Citalahab, Taman
Nasional Gunung Halimun Salak, hanya berjarak 9 km, dengan mobil dibutuhkan
waktu hampir 1 jam karena jalanan berlubang di sana sini. Mobil Elf sewaan kami
berkali-kali bumpernya menatap jalan karena begitu dalamnya lumbang yang harus
dilalui. Untungnya sepanjang perjalanan disuguhi pemandangan alam yang
Indonesia banget, bahkan desa yang kami lalui tertata keren.
“Asyik banget ya kalau naik flying fox bisa cepet sampai”, begitu kata
Rachma setelah melihat 3 buah tali terbentang dari bukit ke bukit.
“Rachma, emang mau mati apa?, itu bukan flying fox, tapi tiang listrik”,
Riry menjelaskan. Tanda-tanda Rahma kehabisan oksigen dan perlu nafas buatan sudah
terlihat.
Sampai deh di homestay Citalahab, tempat menginap Plan B, untuk ishoma. Kamu
berpikir Plan A pasti lebih bagus, ternyata yang dimaksud Plan A adalah
menginap di tenda, biar nuansa alamnya lebih dapet begitu alasannya. Padahal
Plan B tempatnya hangat, tersedia kasur dan selimut, ada kamar mandinya juga.
Begini nasib kalau NinAd yang menjadi EO, kalau bisa dibuat susah kenapa harus
mudah?, sesuai motto.
“Men, aku pesen makanan dari homestay tapi ibunya bilang karena
lokasinya terpencil dari mana-mana, cuma bisa nyediain telur dadar dan nasi
aja, tapi kita bawa makanan cukup banyak kok”, NinAd menjelaskan. Aku jadi
teringat perjalanan bersama Apadela, kelasku 2 IPA 8 Smandel 81, ke Beijing dan Shanghai 3
tahun lalu, kawan-kawan ada yang nggak suka ikan, ada yang nggak suka ayam, ada
yang nggak suka bebek, tapi giliran telur dadar pada demen semua, jadi selama dalam perjalanan kami
makan telur dadar 3 kali sehari deh.
Habis makan kami mendirikan 7 buah tenda, dilanjutkan dengan acara utama
trekking dari Citalahab menuju Cikaniki melewati jalur peneliti dipandu oleh
pak Asep dan Syaiful petugas Taman Nasional.
Sepanjang perjalan kedua petugas menjelaskan jenis tumbuhan, yang bisa
dimakan sampai yang tidak boleh disentuh karena getahnya beracun yang
menyebabkan kulit terasa panas selama 1 kali 24 jam.
Aku sempat mencoba memakan begonia, rasanya mengetarkan seluruh tubuh karena begitu
asamnya, seperti belimbing wuluh. Pak Asep bilang bisa dimakan, bukan berarti
enak dimakan.
Jalur yang kami lalui nggak terlalu panjang hanya berjarak 1,8 km,
kira-kira 1,5 jam perjalanan karena asyiknya melihat owa Jawa dan surili
bercengkrama di atas pepohonan, menikmati jenisnya air yang menurut pak Asep
berdasarkan hasil penelitihan airnya lebih bersih daripada air mineral kemasan.
Kami sampai di lokasi canopy trail yang tidak layak dinaiki karena harus
diperbaiki, jamur bersinar bertebaran di sini, belum terlihat sinarnya karena
hari belum gelap. Kami bisa saja menunggu gelap di sini namun petugas
menyarankan kami beristirahat di Cikaniki Research Station yang berjarak 100
meter, karena kurang tepat saat magrib berada di dalam hutan.
Cristiano Ronaldo aja yang lagi asyik main bola begitu magrib disuruh
pulang oleh emaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar