Sabtu, 14 Januari 2017

Itinerary: Halimun Kami Datang



Semakin mendekati hari keberangkatan, komunikasi sesama calon peserta trekking Citalahab-Cikaniki dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, semakin sering dan semakin panik, bayangkan Riry kehilangan tenda pasca hiking ke Papandayan 2 tahun lalu. Hem, kalau sudah lama begini musti mengundang Sherlock Holmes untuk melakukan investigasi. Aku sendiri masih belum menemukan matras, mungkin tertinggal di salah salah satu rumah kawan Karris, anakku, habis dari memanjat gunung Merbabu.


Semalam aku masih membeli kaos lengan panjang berbahan kapas 100% yang cocok banget untuk bermalam di tenda di Camping Ground Citalahab yang berada di ketiggian 800 meter dari permukaan laut. Urusan mencari kerupuk harus diselesaikan sebelum matahari terbit, untungnya dapat. Kerupuk? Betul kerupuk, yang menjadi bawaan tetapku gara-gara acara trekking di Gunung Pancar istriku, Inka, membelikan satu plastik besar kerupuk kampung. Siang tadi Oemi mengingatkan, “Omen, jangan lupa bawa kerupuk”.

Mata sudah 5 watt lampu pinjar bukan lampu LED, karena 5 watt lampu LED masih manteng namanya. Backpack masih belum aku tutup, packing akan aku lanjutkan besok pagi, 5 menit sebelum berangkat, karena lebih memacu adrenalin, lebih-lebih kalau dilakukan saat injury time.

Alhamdulillah, packing selesai just in time walau jaket, jas hujan, payung, sabun cair nggak ikut kebawa. Aku nggak perlu ngasih tahu Inka, nanti memancing ucapannya, “Tuh kan, nggak disiapin dari jauh hari”. Pernah aku menyaksikan Inka mengepak bawaannya, aku tanya, “Emang berangkatnya kapan?”, jawabannya, “Seminggu lagi”. Anak wedokku lebih well prepared lagi, packing sebulan sebelumnya. Perempuan memang begitu kali ya?


Pagi ini aku diantar Inka yang kebetulan mau sowan ke Bintaro jadi aku bisa nebeng sampai jembatan penyeberangan mengarah ke pompa bensin Pertamina yang berkedudukan tetap di jalan M.T. Haryono. Aku melangkahi jembatan penyeberangan dengan 3 gembolan, ransel, sling bag, yang menjadi day pack saat trekking, dan kerupuk ikan dalam tas plastik bekas belanjaan pakaian. Untungnya aku nggak membawa kerupuk sebanyak yang dulu, satu kantong plastik besar, segede punya Sinterklaas, kalau seperti itu bisa dibilang orang Sinterklaas salah musim.

Di parkiran belakang pom bensin sudah menunggu Elf yang akan mengangkut kami ke Halimun, sesuai jadual pukul 6.30 kendaraan berangkat menuju titik kumpul 2, Hotel Santika TMII. Kulihat Amy menunggu di tepi jalan dengan ransel barunya, “Iya, aku baru beli biar nggak di-bully di WA grup Smandel 81”, katanya. Wah, abangnya mengadu nih.


Ritual pertama, bapoto, eh Hernowo lihat lantas berkata, “Men, jagain adek gue”, Amy yang dimaksud.
“Jangan khawatir aku care kok”, aku menimpali.
“Bener banget itu”, Nina Mainawaty yang pernah aku ajak ke Baduy Dalam bersama Lucky dan Uny menimpali.
Sebelumnya Dani, Smandel 80, berpesan, “Men, nitip bini gue sama adik (ipar) gue ye”.

Aku jadi mikir, ini sebetulnya diajak trekking apa ngangon sih!.

 


 Laksmi Dewanti Haryanto He-he-he... Omen lebaiii. Tapi, tengkyuuu, Meen. Bikin gue senyum.

Oetaminingsih Oemartini
Oetaminingsih Oemartini Hahahaha ... Makasihhh sudah di angon mas Chormen Omen 🙏🏼😊😁


1 komentar:

Unknown mengatakan...

hahaha ..... aku nggak dijagain men...Dah ada 2 bodyguard