Percuma aku memasang alarm
jam 02.45 soalnya baru jam setengah tiga morning call berdering 15 menit
sebelumnya. Nggak rela nih harus bangun jam setengah tiga pagi.
Semalam kami baru tiba di
Java Banana di atas jam sepuluh, langsung bersih-bersih, dan siap dengan
pakaian lengkap untuk pagi hari, jadi begitu bangun langsung berangkat, nggak
mau rugi kehilangan waktu tidur.
Begitu keluar kamar jam 3
pagi sesuai perjanjian Feds sudah pada siap menaiki 3 Toyota hardtop yang
membawa kami ke Penanjakan, pos penantian bagunnya si matahari Bromo.
Pak Martono, pengemudi yang
membawa 6 orang di antara kami menuju pos, melewati rute on road dan off road,
melewati tanjakan lengkap dengan jurang-jurangnya. Pak Martono lebih dari 25
tahun mengemudi si hardtop, begitu berpengalaman dan ahli sampai pantangan
mengemudi hardtop tua dilanggar yaitu mengoper perseneling dari gigi 2 ke gigi
1 nggak pakai berhenti dan nggak ada bunyinya. “Mas, sekarang sudah masuk gigi
1 lagi”, katanya pamer.
Setengah jam berlalu,
akhirnya kami sampai di salah satu pos saat azan subuh berkumandang, aku segera
menuju musolah langsung berjamaah karena sebelum berangkat aku sudah mengambil
wudhu, takut kedinginan kalau berwudhu di sini. Menggigil tubuhku saat subuhan
sambil mendengarkan alunan suara sang imam, bukan karena khusuk tapi
kedingininan, berrrrrrrrrr ...
Dari sini harus berjalan
lagi, atau naik ojek seharga 20 ribu. Aku memilih berjalan kaki. Di sepanjang
perjalanan para tukang ojek silih berganti menawarkan jasanya, sampai akhirnya
mereka menurunkan tarif menjadi 10 ribu rupiah, untung aku nggak tergoda karena
10 ribu hanya untuk menikung ke kanan yang jaraknya nggak lebih dari sepuluh
meter dari tangga menuju pos pengamatan.
Langit mulai kemerahan,
seolah sang alam tengah menggelar karpet merah untuk menyambut keluarnya sang
mentari. Perlahan tapi pasti tabir malam terbuka, semua mata memandang ke arah
timur, di depan mata mulai terlihat relief alam.
Matahari yang ditunggu
masih belum mau muncul, mungkin karena penonton tidak ramai-ramai melakukan
ritual Ciluk Ba.
Penonton alias pengunjung
banyak banget sampai nggak kebagian tempat duduk. Norak banget kaya belum
pernah melihat matahari aja.
Matahari yang muncul
ternyata sama dengan matahari yang aku lihat sehari-hari, tadinya aku pikir
matahari di Bromo berbeda dengan matahari yang biasa kulihat, aku pikir
begitu muncul mataharinya pakai bikini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar