Sejak Desember tahun lalu,
tepat saat Bakti Sosial Smandel 81, khitanan, di Jonggol, aku memperkirakan paling
lama 3 bulan Apadelaers pasti teriak di WA grup untuk ngumpul lagi.
Dugaanku nggak meleset,
belum sampai bulan berganti dari Pebruari menjadi Maret, artinya baru 2 bulan,
permintaan untuk berkumpul berkumadang, apalagi ada tawaran terbatas dari
Iriana untuk menyikat habis rambutan di rumahnya yang lagi ranum-ranumnya.
Penawaran terbatas artinya telat seminggu aja itu rambutan bakal disosor orang
lain.
Bagaikan kucing ditawari
ikan asin, langsung aja kita samber ikan asinnya, eh, rambutannya.
Begitu banyaknya tanggal
merah membuat kawan-kawan bingung menetapkan hari, diskusi mulu, aku diam aja,
siapa tahu mendapat emas.
Diamnya sudah berhari-hari
si emas tak kunjung datang, bagaikan Power Ranger aku berkata, “Saatnya
berubah”. Ngumpulin Apadelaers kan gampang, kasih aja maklumat, “Temu Jidad
Apadela: Petik Rambutan Bungkus di Kain, Kamis, 19 Pebruari, pukul 10, potluck,
aku bawa puding mangga buatan sendiri”.
Pancingan berupa pudding
mangga, mendapat sambaran, “Aku bawa sambel Cirebon, aku bawa martabak, aku
bawa cumi asin pete, aku bawa nasi timbel, aku bawa pepes peda, aku bawa buntil,
aku bawa rengginang, aku bawa ….. mas Yudhi”, kumplit deh!. Coba tebak siapa yang membawa mas Yudhi?,
tinggal menunggu undangannya nih!, yang pasti bukan aku, masa sih jeruk makan
kedondong.
Di hari H aku nggak bisa
membawa pudding mangga berhubung semalam nggak sempat membeli bahannya, sebagai
gantinya aku membawa pastel dan kawannya. “Nggak aci ah, pokoknya pudding mangganya
harus dibawa di acara berikutnya”, Tatik yang sejak subuh berangkat dari Garut
berkomentar.
Untuk mengundang
kawan-kawan ke acara ini nggak sulit, sekarang sudah ada WA, tinggal potret,
kirim gambarnya, datang deh Iin, Andy, Iriani, Jimbo, dkk, tapi ada juga sih
yang keqi, mungkin karena melihat Apadelaers kompak banget.
Bung Syamsi kali ini nggak
datang, sebagai Dewa Angin dia sibuk mengurus cuaca, sebab di Jakarta selain
musim rambutan juga musim banjir.
Rambutan di rumah Iriana
sudah tinggal comot. Urusan panjat memanjat pohon kita serahkan kepada Andri
adik Tatik dan Adi supirnya Uun, kami sih cuma menyerahkan kantong asoy tanda
berminat membawa pulang entuh rambutan, lagian juga sudah nggak model petik
rambutan bungkus di kain buatan bangsa, soalnya ribet dan capek nyucinya kalau
kotor.