Menurut catatan Toro, Smandel 80, aku
adalah Smandeler pertama yang mengunjungi farm tempat pembibitan ayam kampung,
Warso Unggul. Kunjungan yang tidak berkaitan dengan urusan piyik ayam kampung,
bukan juga urusan durian, namun berurusan dengan keandalan sistem kelistrikan
di farm yang dikelolah oleh Toro.
Nuansa nepotisme mulai
terasa, ketika aku menjumpai Tuti, istri Toro, yang merangkap pegawai di
pembibitan ayam. Pantas saja Toro betah dari Senin sampai Jumat di farm, bagaimana
nggak betah kemana-mana bareng istrinya, istilah zaman sekarang kemana-mana
bawa rantang.
Aku ke sana bersama
Nasarudin dan Dani sejawatku untuk memberikan solusi masalah kelistrikan dan
hasilnya … te …. ret …. kami
memberikan solusi sementara alias solusi darurat, paling nggak investasi mesin
yang ber-em-em nggak jadi ember.
Mumpung sudah di situ Toro
mengajak kami trekking, nggak jauh tapi pemandangannya bagus banget. Walaupun
trekking nggak lama namun bisa membikin kemeringet, maklum sudah jam sebelas
siang. Kata Toro bagusnya trekking jam setengah 5 pagi, nah loh!, aku musti
berangkat jam berapa dari rumah.
Tuti menawari kami makan
siang, hasil masakannya sendiri, sayur lodeh, empal, tempe, tahu, bandeng,
sambel terasi dan ditemani kerupuk kampung yang warnanya putih keriting. Enak banget, aku sempat nambah, untung nggak dilarang.
![]() |
Omen siap santap sayur lodeh+daging empal+tempe goreng+ tahu+sambel+kerupuk.... Omen nambah bouw...hehehe
LikeLike · · Stop Notifications · Share
|
Hari ini aku menjadi orang
suci, bukan suci dalam arti keimanan melainkan karena suci hama karena 4 kali
disemprot cairan disinfectant dengan pakaian laboratorium dan sepatu Cinderella.
Mengapa aku katakan sepatu
Cinderella karena ukurannya tidak sesuai dengan ukuran kakiku, rada sempit.
Sedangkan Nasarudin harus rela menggunakan sandal jepit dengan celana digulung
soalnya sepatu boot terlalu mungil, mungkin punya Tuti.
![]() |
Ada tamu dari smandel...Chormen Omen...
LikeLike · · Share
|
Nah, aku punya satu cerita
lagi tentang sepatu Cinderella. Biasanya di mobilku selalu ada sepatu safety, jadi
kalau aku pergi cukup memakai sandal. Namun tanpa sepengetahuanku sepatuku
dikeluarkan dari mobil, padahal ada rapat penting dengan klien bersama
Nasarudin.
“Nas, yang rapat elo aja
ya! Gue nggak bawa sepatu!”.
“Di mobilku ada sepatu
lagi cuma agak kecil, kamu pasti nggak muat, kamu pakai sepatuku yang ini aja!”,
jawaban Nasarudin seperti suara dewa penyelamat.
Hasil rapat selama 2 jam cukup
menjanjikan, musti mengucapkan terima kasih kepada sepatu Cinderella nih.
Seusai rapat buru-buru kami mencopot sepatu, sakit banget!, sepatu-sepatu
Cinderella kecil-kecil.
Bagaimana nggak kesakitan,
aku yang biasa memakai sepatu nomor 42 atau 43 harus memakai sepatu Nasararudin
yang bernomor 38, sedangkan Nasarudin harus rela memakai sepatu olah raga anaknya
yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar