Nursyamsi Kurnia ‘81
Saat aku di Smandel aku
punya sepasang sepatu kets berwarna kuning yang aku pakai hanya sehari ke
sekolah, bukan karena malu, pokoknya ceritanya seru deh. Gara-gara si sepatu
kuning aku memecahkan sebuah rekor di Smandel.
Mungkin karena cocok
dengan warna seragam sekolah yang bernama krem-krem maka ibuku, orang yang
paling aku cintai, membelikan sepatu baru. Tentu saja aku terkejut
menerimanya, bukannya apa-apa lelaki kok pakai sepatu kuning.
Sepatuku sudah memiliki
banyak kawan baru, “Kenalan dong!”, satu telapak kaki lagi mampir di sepatu. Di
hari pertama si Kuning sudah mendapat tantangan, nggak tanggung-tanggung …..
naik gunung. Bayangkan semua orang di 2 IPA 8, Apadela, pada naik gunung untuk
merayakan ulang tahun Pipin di puncak Pangrango. Nggak laki kalau nggak ikut.
Singkatnya si Kuning sudah
sampai di puncak gunung. Masih kepagian, tidur dulu ah, supaya nyaman aku lepas
si Kuning dari telapak kaki. Tidurku pulas nian, aku terbangun oleh suara
alarm, “Foto … foto …”. Nggak pakai cuci muka, nyisir, langsung bapoto.
Acara dilanjutkan dengan
perayaan ulang tahun dengan ayam bakar, uhhhh enak banget. Setelah puas kamipun
turun gunung.
|
“Eh, elo lihat sepatu gue
nggak? Sepatu gue ilang satu”, kutanyakan kepada semua orang, semuanya menjawab
“Nggak”, lantas semuanya sibuk mencari.
“Syamsi, jangan-jangan
sepatu elo diambil hantu”.
“Iya, juga kayaknya”.
“Sekarang elu pulang
ningkring aja!”, saran kawan-kawanku. Sebuah saran yang tidak mungkin aku
laksanakan.
Awalnya aku turun gunung
dengan satu sepatu, akhirnya aku putuskan nyeker, jadilah aku orang Smandel
pertama yang nyeker turun gunung. Hebat juga kalau dipikir.
· · · Share · 17 April 2009
|
Sampai di rumah aku
mendapatkan keramah-tamahan ibu, mungkin lebih tepatnya amarah beliau.
Setiap hari aku berharap
si hantu gunung mengembalikan sepatu kuningku, namun harapanku sia-sia, si
hantu gunung tetap enggan mengembalikannya.
Aku nggak tahu musti
bagaimana?, menjual kepada tukang loak nggak mungkin, sepatu cuma sebelah.
Kalau aku pakai sekolah lebih-lebih, bisa-bisa aku dipanggil menghadap bu
Hilma, ibu Kepala Sekolah, karena dikira orang gila.
Suatu senja lewat di depan
rumah pengemis bertongkat karena kakinya hanya satu, aku hampiri dan berikan
sebuah sepatu kuning, dicoba dan pas. Alhamdulillah.
Akhir cerita si Kuning berpindah
kaki. Jika dipikir-pikir aku mendapat pahala nggak ya kalau mengamalkan sebuah
sepatu, jangan-jangan pahalanya hanya separuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar