Dari menu peserta keluyuran di Kota Toea, kelihatannya orangnya
asyik-asyik, photographer Smandel ada dalam daftar, Eddy Ritar, Komara
Abdullah, Lutfi Achyar, ditambah Irma adik Mercy, kesimpulannya nggak perlu
lari-lari nyari kamera, sip banget!.
Aku cukup membawa kamera video pocket yang kecil-kecil cabe rawit,
dengan batere cadangannya, tapi …..?. Kok
main tapi-tapian?. Tapi aku lupa ngosongin memory-nya, rasanya kayak
kepinteran banget gue!.
Aku semangat banget ingin membuat video mannequin challenge, lagu yang
pas untuk video tersebut sudah aku cari beberapa hari sebelumnya, tumben,
biasanya aku melakukan sesuatu pada saat-saat terakhir. Mulai dari lagu Betawi,
Kicir-Kicir, Ondel-Ondel, lagu popular yang ada Jakartanya, sampai akhirnya aku
jatuhkan pilihan kepada Walking on Sunshine, tarikan nada Katrina & the
Waves. MP3nya aku dapat dari grup WA angkatanku, kebetulan yang bertugas
memenuhi permintan lagu Azwardi yang menggantikan Iwon yang konon lagi cuti
hamil.
Nggak sulit mencari orang yang mau ikutan mannequin challenge, hampir
semuanya mau, jadi terkesan umplek-umplekan, lokasi pertama di halaman museum
Bahari. Nggak apa-apa nanti bikin lagi di lokasi yang lain, yang lebih serius.
Video clip sudah aku unggah ke youtube, banyak yang protes karena nggak
bisa dilihat, penyebabnya aku memakai lagu yang ber-royality, jadi ada 2 syarat, mereka boleh pasang iklan dan hanya bisa dilihat oleh perangkat tertentu. Nah, aku sarankan link ini dibuka melalu PC,
Mac atau hape tertentu.
Kami memasuki bangunan tua yang pernah menjadi saksi meletusnya gunung
Krakatau. Di lantai 2 di salah satu ruangan terdapat diorama legenda lautan,
diantaranya Kapten Davy Jones yang menjadi nahkoda the Flying Dutchman, yang
terkenal lewat film Pirates of the Caribbean.
Nah, di tempat pesis di depan Kapten Davy Jones kami ingin sekali lagi
melakukan mannequin challenge, tapi percaya nggak berkali-kali gagal.
Pertama, batere kameraku habis padahal menurut perhitunganku belum
waktunya, kedua mau pakai kamera Irma nggak bisa karena kurang peka terhadap cahaya
yang seadanya, ketiga, pakai kamera Eddy Rittar yang canggih, setelah dikotak-katik
tetap aja nggak bisa jadi kamera video, terakhir, pakai handphone Fifi Mutia
nggak bisa ngerekam. Suasananya nggak enak, apalagi beberapa saat sebelum ini
daun pintu tiba-tiba dibanting, nggak tahu apa penyebabnya.
Aku mengajak kawan-kawan untuk keluar ruangan, kayaknya ada yang nggak
suka dengan kehadiran kami di sini sambil berpesan kepada kawan-kawan, “Nanti
kalau ada yang nyolek-nyolek bukan aku ya!, aku udah turun”.
Di suatu ruangan yang sepi, aku merasa ada yang mengikuti, tiba-tiba ada
yang mengelus tengkukku, bulu kuduk tanpa diperintah berdiri, serem banget!.
Aku memberanikan diri berbalik, nggak ada siapa-siapa. Ada yang bilang dalam
kondisi seperti ini kita tidak boleh menunjukan rasa takut, akupun memberanikan
diri, “Ayo ngaku siapa tadi yang nyolek-nyolek gue!!!”. Aku mulai mengatur
irama jantung yang tadi berdetak keras, setelah tenang aku baru menyadari
bagian terakhir cerita ini hanya mimpi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar