Semua orang di angkatanku dulu
pasti mempunyai topi berwarna merah yang diberikan saat kami melakukan
study tour dengan tiga pilihan yaitu: Jakarta, Bandung atau Jogjakarta.
Ada lambang Smandel di bagian depan topi sedangkan di samping kanan dan
kiri bertuliskan SMA Negeri 8 Jakarta namun tanpa embel-embel
t.o.p.b.g.t.
Sabtu
sore menjelang pulang sekolah aku bilang ke kawan-kawan Apadela, 2 IPA
8, supaya hari Senin membawa topi merah untuk dipakai saat upacara.
Biasalah masing-masing kelas berusaha lain sendiri supaya kelihatan
lebih eksis tak terkecuali kelas kami.
Senin
siang semua sudah siap untuk upacara dengan seragam putih-putih. Kenapa
aku bilang upacaranya Senin siang karena di zaman kami kelas 1 masuk
siang, kelas 2 sebagian siang dan sebagian pagi sedangkan kelas 3 semua
masuk pagi. Waktu itu semester 4 kelas kami giliran masuk siang.
Hebatnya
semua orang di kelasku nggak ada yang tertinggal membawa bawa topi
merah. Semua senang karena ingin memberikan kejutan, kecuali seorang
kawan yang dari tadi jalan bolak-balik di kelas gelisah kayak cacing
kepanasan, siapa lagi kalau bukan Iwan si ketua kelas. Akhirnya ia
menghampiriku, “Men, dibatalin aja deh upacara pakai topi merah”.
“Kenapa Wan? Ini kan topi SMA 8 ada tulisan dan lambangnya lagi”.
“Iya, tapi kan topi upacara warnanya putih!”
“Lagian siapa yang masih punya topi upacara kecuali anak seksi Upacara”
“Gini aja, topi ini gue bawa tapi nggak gue pake. Kalau dimarahin elo yang tanggung jawab”.
“Iya udah gue yang tanggung jawab! Elo tenang aja”.
Kelas
kami terlihat mencolok dengan topi merah saat upacara. Inspektur
upacara bukan bu Hilma, jadi area perjudian ditutup karena nggak bisa
menghitung jumlah kata “yaitu” yang diucapkan beliau.
Pak
Amri inpektur upacaranya, seperti biasa selalu membawa catatan kecil
berisi pengumuman, beliau juga menyampaikan bahwa sebaiknya semua
peserta memakai topi supaya terlihat rapih dan kompak, namun pak Amri
tidak mengucapkan, seperti kelas kami, mungkin khawatir kelas lain
menjadi minder.
Selesai
upacara kawan sekelas terlihat senang, tak terkecuali Iwan si ketua
kelas, karena hari itu kelas kami lain sendiri. Mungkin pertama kali
dalam sejarah Smandel, hebat nggak tuh!.
Topi merah dikumpulkan di lemari untuk dipergunakan pada upacara berikutnya.
Sambil tersipu-sipu Iwan menghampiriku.
“Men, tadi elo lihat gue nggak waktu upacara?”.
“Nggak Wan. Elo di depan sih! Gue tadi ngobrol aja di belakang”
“Nggak Men”
“Emang kenapa Wan?”.
“Nggak ...! Gue cuma mau bilang .... tadi topinya gue pake!